16.🍊

232 35 5
                                    


Maaf aku terlalu sering menyuruhmu untuk bertahan. Tanpa aku pernah merasakan, betapa sulitnya jadi kamu.
Maaf karena aku terlalu sering menutut kamu untuk kembali normal. Tanpa aku pernah merasakan, betapa sakitnya jiwa kamu.
-Naka to Jorga.


****




"Reza!"

dug dug dug!

Remaja yang merasa namanya di panggil itu langsung menoleh ke arah jendela. Wajah yang semula datar, kini nampak bergairah. Matanya berbinar menatap sosok yang berdiri di luar jendela.

Lantas Reza yang semula sedang membaca komik langsung berjalan menuju jendela, ia meletakkan komik di atas ranjang. Dengan senang hati, anak itu membuka daun jendela dan membiarkan Naka masuk kedalam. Namun laki-laki itu memilih untuk tetap berdiri di luar jendela.

"Bang Naka. Tumben pagi begini main ke rumah Reza?" tanya Reza, heran.

Dilihat sekarang jam menunjukkan pukul 9 pagi. Biasanya di jam segini, Naka ada di toko. Reza tau persis, karena Naka sering bercerita, jam berapa ia ke toko, jam berapa ia pulang dari toko. Bahkan jam istirahat pun, Naka ceritakan kepada Reza.

"Bang Naka mau ajak kamu ke toko. Mau ngga?" tawar Naka, ia meletakkan kedua tangannya di kusen jendela, kebetulan tidak terlalu tinggi.

"Reza takut, Bang" Ekspresi Reza langsung berubah ketika mendengar tawaran Naka.

Memang benar, anak itu takut. Ia masih belum terbiasa untuk bertemu banyak orang, semuanya terasa sulit saat ia berada di luar. Perasaannya menjadi tidak normal. Mungkin ini lebay bagi sebagian orang. Reza juga ingin menjadi manusia yang hidup normal, bisa keluar rumah tanpa takut bertemu dengan banyak orang. Reza juga ingin memiliki teman seperti Kakaknya. Namun rasanya sulit sekali Reza melakukan semua itu, ia terlampau takut.

"Za. Ada Bang Naka yang bakal jagain kamu. Memangnya kamu ngga bosen di rumah terus?" Naka menggenggam tangan Reza yang terasa mungil baginya.

"Kamu ngga percaya sama Bang Naka?" tanyanya. "Rasa takut itu diciptakan bukan untuk dibiarkan, tapi di kalahkan" Sambungnya mencoba memberi Reza pengertian.

"Tapi Bang.." Reza masih ragu. Ia menggigit bibir bawahnya.

"Ayo ganti baju dulu. Bang Naka tunggu di luar" suruh Naka, ia melepaskan genggaman tangannya. Sebelum pergi ia sempat tersenyum manis kepada Reza.

Kalau sudah begini, mau tidak mau Reza harus menuruti perintah Naka. Jika di pikir-pikir, kata-kata bang Naka ada benarnya juga. Pasal 'rasa takut jangan di biarkan, tapi di kalahkan'. Mungkin ini titik awal datangnya ke ajaiban di hidup Reza. Ia harus siap. Siap, menghadapi segala hal yang membuat dirinya merasa takut.

"Jika di biasakan, mungkin rasa takut ini akan menghilang" tutur Reza.

Setelah selesai mengganti bajunya, anak itu segera menghampiri Naka yang sudah nengkreng di atas motor KLX dominan warna hitam. Reza bergembing, ia menatap ragu ke motor Naka.

"Bang, serius pakai motor ini?" Reza menunjuk motor itu, lalu beralih menatap Naka.

"eung! Mobil bang Naka lagi di bengkel. Maklum mobil tua" jawab Naka lalu terkekeh.

"Tapi jangan kebut-kebutan ya bang. Reza takut" pinta anak itu. Wajah polosnya menatap Naka penuh harap. Hingga Naka yang melihatnya merasa gemas sendiri.

"Tenang aja. Buat Reza, apa sih yang engga" Naka memainkan alisnya, menatap genit kepada Reza.

"Ih bang Naka! Reza geli"

Mengheningkan Cipta || RenjunWhere stories live. Discover now