12.🍊

246 33 0
                                    

Tidak ada manusia selucu Reza di dunia ini.
Semua tingkah lakunya, berhasil membuatku takjub.
Seolah dia telah melupakan semua kenangan buruknya.
-Wanda

****


Mau dibawa kemana lagi hidup ini. Rasanya sangat hampa dan abu. Padahal Naka sudah mencoba mengisi hidupnya agar yang kosong terasa ada dan yang abu menjadi berwarna.

Namun usahanya seakan sia-sia, tetap saja ia merasa kosong. Sesuatu telah hilang, ia berusaha mengembalikannya namun tidak bisa.  Lalu apalagi yang harus ia lakukan.

Naka hanya bisa memandangi ranjang yang ada di hadapannya. Sudah lama sekali tempat itu tidak di gunakan. Pemiliknya telah pergi dan bodohnya Naka masih menunggu kedatangannya, ibarat seekor semut yang berdoa agar suatu saat ia bisa terbang ke angkasa. Mustahil.

Di ruangan ini terdapat dua ranjang yang saling berseberangan. Satu miliknya dan satu milik seseorang yang selama ini membuatnya merasakan hampa yang berkepanjangan.

"Kalo gue pergi, lo bakal kesepian ngga?"

"Iya gue kesepian. Puas lo?" Naka tersenyum miris.

Andai saja orang yang Naka maksud ada di hadapannya, sudah dipastikan laki-laki itu akan menerjangnya habis-habisan karena telah berani membuat Naka se hancur ini.

"Asal lo tau..."

"Gue berusaha jagain Reza supaya dia ngga ngelakuin hal bodoh kaya yang lo lakuin. Gue ngga mau dia berakhir konyol kaya lo!"

Entah mengapa Naka menjadi kesal sendiri. Andai saja di hari itu Naka memilih untuk tetap berada di rumah ketimbang menemani temannya ke puncak. Andai hari itu Naka tetap di kamar bersamanya, mungkin ia bisa mencegah kejadian itu dan semuanya tidak akan berakhir menyakitkan seperti ini.

Dia gagal, Naka telah gagal menjadi seorang teman yang baik dan Naka telah gagal menjadi seorang kakak yang baik.

"Waktu itu gue bawa Reza ke mercusuar untuk pertama kalinya. Mercusuar yang biasanya kita mampir kesana setelah lo terapi ke psikolog"

Naka mengingat hari itu, dimana ia sering kali menemani adiknya pergi terapi lalu mampir ke mercusuar hanya untuk menikmati suasana disore hari. Seperti yang Naka katakan, adiknya sama seperti Reza. Mereka sama-sama memiliki trauma yang luar biasa. Bedanya, Reza masih bertahan sampai sekarang. Reza masih bisa melihat indahnya dunia hari ini.

"Semakin hari dunia semakin indah. Makanan semakin enak, tapi sayang lo malah pergi. Lo ngga bisa nikmatin enaknya sup ayam buatan bunda, lo ngga bisa nikmatin segarnya degan yang ayah ambil langsung dari pohonnya"

"Lo udah ngga bisa ngerasain itu semua. Makanya jangan buru-buru mati" Naka memandangi papan persegi panjang yang bertulisan Jorga Ali Bachtiar dengan huruf kaligrafi.

Laki-laki itu bangkit dari ranjangnya, ia mendekati cermin memandang wajahnya dari pantulan cermin.

Naka tersenyum, senyum terbaik sepanjang masa. Itulah senyuman yang ia berikan kepada Reza setiap hari. 

Sebelum bertemu dengan Reza, Naka selalu melatih senyumnya didepan cermin. Ia ingin sekali menunjukkan senyuman terbaiknya kepada Reza. Senyuman yang belum pernah ia tunjukkan kepada siapapun, termasuk Jorga.

"Sayang banget lo belum pernah liat senyuman gue semanis ini"

"Maaf karena gue ngga pernah nunjukin ini buat lo. Gue tau lo pasti iri sama Reza. Mau gimana lagi, salah sendiri lo buru-buru pergi"

****


"Reza. Kakak mau bilang sesuatu yang mungkin ini akan nyakitin kamu" Wanda mengikis jarak antara dirinya dengan Reza.

"Apa?"

"Sebenarnya kamu bukan anak kandung mamah sama papah" tutur Wanda pelan-pelan takut menyakiti hati Reza.

Padahal selembut apapun caranya berbicara tetap saja kata-kata yang ia keluarkan akan menyakiti Reza. Seperti sebuah tombak yang di lemparkan dan menancap tepat sasaran.

Reza diam beberapa saat, mencerna kalimat yang Wanda ucapkan dengan susah payah. Lalu tanpa ia sadari butiran bening mengalir begitu saja dari matanya.

"Beneran?" tanya Reza memastikan, perasaannya sudah tidak karuan. Reza harap Wanda segera menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalau itu hanya bercanda.

"Serius. Kakak ngga bohong"

Tangis Reza semakin menjadi ketika mendengar ucapan Wanda. Entah mengapa hatinya begitu hancur, benarkah Reza bukan anak kandung mamah dan papah nya?

"Kalau diceritain lucu-lucu sedih sih. Papah nemuin kamu di bawah pohon pisang, sewaktu dia lagi mau nebang pohon pisang untuk di jual buahnya" Wanda berusaha menahan tawanya sebisa mungkin.

"Berarti Reza anak pungut ya?" tanya Reza dengan polos. Wajahnya semakin tidak karuan, air mata terus membasahi pipinya, bahkan ia sampai harus melepas kacamatanya.

Wanda terkejut, kemudian ia terbahak. Sebegitu polos adiknya sampai dia percaya dengan cerita dusta yang ia katakan.

"Kenapa mamah sama papah tidak jujur kepada Reza? Hati Reza sakit sekali" anak itu meremas dadanya, merasakan sesak yang menderu.

"Kalaupun Reza bukan anak kandung mereka. Reza akan tetap berterimakasih karena mereka mau merawat Reza sampai sebesar ini, pasti kasih sayang yang mereka berikan tidak main-main"

Wanda tertegun, tiba-tiba dirinya merasa sangat bersalah. Apakah Ia sudah sangat keterlaluan kepada Reza?

"Eh! Kakak cuma bercanda! kamu itu anak kandung mamah sama papah" seru Wanda, ia memegang kedua pundak Reza dengan perasaan khawatir.

Lantas anak itu berhenti menangis, ia menatap Wanda penuh kekesalan. Namun ada sedikit lega di hatinya, tahu kalau itu hanya lelucon yang dibuat oleh Wanda.

"Apa kakak berbohong lagi?" Reza nyolot, satu langkah lagi ia siap menerjang sang Kakak.

"Suer! kalo kamu ngga percaya liat aja di KK ada nama kamu. Kakak cuma bercanda" Wanda cemas sendiri.

"Ah menyebalkan! kakak sudah melukai perasaan Reza!" Reza bangkit dari ranjangnya lalu mengambil sebuah koper yang ada disamping almari.

"Heh mau ngapain!" Wanda panik bukan kepalang saat Reza mulai memasukkan baju kedalam koper.

"Mau pergi dari rumah ini!" ketus Reza.

Setelah selesai memasukkan separuh bajunya ke dalam koper dan menutupnya, anak itu langsung meninggalkan kamar dengan perasaan dongkol bukan main.

Wanda pun kalang kabut berusaha mencegah Reza agar tetap berada dirumah. Kalau orang tuanya melihat kejadian ini, Wanda pasti sudah habis di maki oleh mereka. Bahkan bisa saja  Misha memotong uang jajannya 90%.

"Minggir! Reza mau kabur saja! Reza sudah muak di bohongi dengan Kakak!" omel Anak itu.

"Kabur kok bilang-bilang. Lagian kamu mau kabur kemana??"

"Terserah Reza!"

"Reza mau kabur ke rumah bang Naka! tolong jangan cari Reza lagi. Reza mau tinggal sama bang Naka saja"

Lantas Wanda melepaskan tangan Reza. Ia sempat cengo selama beberapa detik sebelum akhirnya menghembuskan napas panjang. Ternyata cuma mau kabur ke rumah Naka. Wanda mengira Reza bakalan pergi jauh entah kemana dan tidak akan pernah kembali.

"Yaudah sana pergi" usir Wanda.

Dan benar saja Reza langsung menyeret kopernya meninggal pekarangan rumah. Wanda mengawasi anak itu yang berjalan sambil menghentakkan kakinya, wajahnya terlihat begitu lucu, membuat Wanda tidak tahan untuk tergelak. Sampai akhirnya tubuh serta bayangan Reza menghilang di balik dinding rumah Naka.

"Cuma di samping rumah padahal. Kenapa harus bawa koper segala?" Wanda bingung sendiri.

Mengheningkan Cipta || RenjunWhere stories live. Discover now