23.🍊

191 36 0
                                    


Cinta dan memiliki itu adalah hak. Tapi keduanya berbeda, kakak berhak mencintai dia tapi kakak ngga berhak memiliki dia. – Wanda

****

Dimalam yang hampir larut, Reza duduk kursi belajarnya, mencoba memecahkan sebuah teka-teki yang tertulis di box berukuran sedang  berwarna coklat. Anak itu benar-benar terlihat fokus, memerhatikan setiap huruf yang tertulis rapi diatas box.

"Boleh lihat google?"

Reza melirik kearah Ichan yang tengah berbaring sambil memainkan Minecraft di ponsel. Keduanya sama-sama serius, menatap objek yang sedang dikerjakan oleh masing-masing.

"Katanya pinter! masa gitu aja ngga bisa"

Reza berdecak, permainan seperti ini sangat tidak cocok untuknya yang hanya memiliki kesabaran setipis kertas. Walaupun ia penasaran setengah mati dengan isi dari box itu, ia tetap memilih untuk menyerah. Atau dia harus menghancurkan box itu supaya bisa melihat isinya? ide bagus.

Ichan tertawa kecil, meskipun matanya masih fokus menatap ponsel, namun ia masih mempunyai telinga untuk mendengar suara box yang berbenturan dengan pot kecil, saat Reza menggeser nya dengan kasar.

"Ngga semuanya harus dikerjakan dengan serius. Mungkin yang kamu kerjakan sekarang terlihat sulit, tapi nyatanya itu malah sepele"

"Terserah. Kalau manusia sudah merasa lelah, semuanya akan terlihat sama saja. Mau sulit atau sepele sekalipun, kalau lelah ya lelah!"

Lalu terdengar decitan pintu kamar yang terbuka. Wanda berdiri diambang pintu sambil membawa makanan di tangannya. Rencananya, malam ini mereka akan tidur bersama di kamar Reza. Untuk mencoba kasur baru, begitu kata Ichan. "Kan gue udah capek-capek nyari spring bed baru, jadi gue juga harus ikut nyobain dong"

Melihat kedatangan Wanda, Ichan langusng mematikan ponselnya. Laki-laki itu langsung bangkit dari spring bed lalu merampas doritos dari tangan Wanda.

"Thanks bro!" ucapnya kemudian.

Wanda hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia sudah tidak kaget lagi melihat tingkah laku Ichan, yang kadang di luar dugaan.

Sebenarnya Reza belum tau kalau malam ini adalah malam terakhir Ichan menginap disini. Wanda serta Ichan pun tidak berniat memberi tau anak itu, karena untuk apa? Reza pasti tidak akan perduli.

"Chan" panggil Reza. Anak itu berbaring di springbed bersebelahan dengan Wanda.

"Hm"

"Kalau boleh tau, kamu ikut sekte apa?"

Pertanyaan itu membuat Ichan menautkan alisnya. Ia tidak paham, sekte yang di maksud Reza itu seperti apa. Mungkin semacam sekte makan semangka menggunakan sumpit, makan wafer dengan saos abc, makan jeruk pakai garam, atau penganut hal-hal aneh lainnya.

"Maksud lo?"

Sedangkan Wanda hanya terdiam. Laki-laki itu memilih untuk menyimak percakapan antara dua remaja di sebelahnya. FYI, mereka bertiga tidur di springbed yang sama. Reza di sebelah kanan, Wanda ditengah, dan Ichan di sebelah kiri. Ukuran springbed yang mereka beli cukup besar, jadi muat untuk tiga orang sekaligus. Syukur-syukur kalau tidak rusak lagi.

"Tadi, Reza tidak sengaja melihat kamu bicara sama pohon didepan rumah. Reza curiga kalau kamu mengikuti aliran sesat"

"HHAHAHA!" gelak tawa Wanda pecah begitu mendengar kalimat yang Reza lontarkan.

Alih-alih menjawab, Ichan malah merotasikan bola matanya. Hampir saja ia melayangkan sekeping doritos yang ia pegang ke wajah Reza. Namun urung, karena ia tidak mau digigit semut saat tidur nanti. Akhirnya kepingan doritos itu mendarat di mulut Ichan, rasa sedap bertambah dua kali lipat saat anak itu menjilat bumbu yang menempel pada jempol dan telunjuknya.

"Heh dengerin! kalo udah ngga ada lagi manusia yang bisa dengerin curhatan hati lo atau emang lo udah ngga percaya lagi untuk curhat sama manusia, lo bisa curhat sama Tuhan. Tapi kalo emang lo masih belum puas,  curhat sama benda mati bukanlah sebuah masalah"

"Tapi pohon bukan benda mati"

"Yang penting dia ngga cepu" sahut Ichan.

Reza menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu, yang terdengar hanyalah suara chiki yang beradu dengan gigi Ichan. Sedangkan Reza, ia lebih memilih untuk makan yupi. Entah sudah berapa tahun gigi itu ia gunakan untuk mengunyah yupi, dan anehnya giginya masih terlihat bersih dan rapi, tidak ada yang berlubang. Itu semua karena dia sangat rajin menggosok gigi sesuai anjuran yang ia tonton di iklan. 2 kali sehari.

"Chan. Lo pernah suka sama cewek ngga?" suara berat Wanda membuat keduanya berhenti mengunyah. Tentu saja, Reza terkejut, kenapa kakaknya bertanya seperti itu kepada Ichan.

"Gue masih normal bang"

"Kakak suka sama cewek? siapa?"

Wanda tidak langsung menjawab, melainkan menghela napas panjang. Akhir-akhir ini, ia merasa diresahkan oleh perasaannya sendiri. Belum lagi ia selalu bertemu dengan Niskala, penyebab dari segala keresahannya. Rasa cintanya pun tumbuh semakin liar, sampai ia merasa sulit untuk mengendalikannya. Dan yang membuat keresahannya semakin membesar adalah, Garis.

Kabarnya Laki-laki itu dan Niskala, sudah lama menjalin hubungan yang begitu dekat. Dan yang lebih parahnya, Garis adalah sahabatnya sendiri.

"Kak, masalah wanita jangan terlalu di bawa pikiran. Selagi rasa cinta kamu ngga bikin wanita itu sakit, ya fine fine aja"

"Ngga ada yang larang kamu untuk jatuh cinta, apalagi sama Niskala. Walaupun kenyataannya dia udah bersama yang lain. Tapi inget Kak, jangan jadi orang brengsek yang berani merebut wantia orang lain, hanya karena mementingkan perasaan sendiri. Kakak berhak mencintai dia, tapi Kakak ngga berhak merebut dia"

Wejangan Jay sore itu, masih terekam jelas di otak Wanda. Dan laki-laki itu semakin dibuat resah. Kenapa semuanya menjadi sulit seperti ini.

"Ada. Tapi dia udah sama orang lain"

Dua manusia yang ada di samping Wanda malah terkejut. Sulit sekali perjalanan cinta yang satu ini. Jika bisa memilih, Wanda lebih ikhlas disuruh memecahkan teka-teki tersulit, daripada harus mencintai milik orang lain.

"Sulit-sulit. Bahaya juga perasaan lo bang. Saran gue, di rawat baik-baik bang, biar mudah di kendaliinya"

"Mau gue sih gitu, Chan"

Beda lagi dengan Reza, ia terlihat berpikir sangat dalam. Mencari solusi supaya bisa mengurangi kesulitan yang Wanda alami. Namun percuma saja, Reza tidak akan mengerti. Karena anak itu belum pernah merasakan cinta yang begitu dalam kepada lawan jenis.

"Kalo sulit, kenapa kakak tetap memilih untuk jatuh cinta?" pertanyaan itu sempat membuat Wanda berpikir selama beberapa detik, sebelum akhirnya ia menjawab.

"Cinta dan memiliki itu adalah hak. Tapi keduanya berbeda, kakak berhak mencintai dia tapi kakak ngga berhak memiliki dia. Cinta itu ngga bisa di atur harus jatuh sama siapa, jadi kakak tinggal terima aja"

Reza mengangguk paham. Meskipun ia sedikit kebingungan, akhirnya anak itu memilih untuk kembali memakan yupi yang tersisa di tangannya.

"Ada dua solusi bang" ujar Ichan.

"Apa?"

"Yang pertama, merelakan dan yang kedua merebut. Tinggal pilih yang mana?"

"Opsi kedua hanya berlaku untuk bajingan brengsek. Dan yang jelas itu bukan gue"

"Terus yang pertama?"

"Yang pertama.... Juga ngga bisa gue lakuin. Ikut alur aja lah, terserah kedepannya bakal gimana"

Mengheningkan Cipta || RenjunWhere stories live. Discover now