31.🍊

156 29 0
                                    


Ini bukan hanya sebuah kebetulan. Tapi semesta memang sengaja selalu mempertemukan kita tanpa kita duga. Aku rasa takdir kita memang akan bersama.

****

Satu jam telah berlalu, kini tiga ikan gurame yang tadi di bakar oleh kakek dan Ichan, sudah habis. Mereka terlalu lahap menyantap ikan itu, apalagi Reza dan Ichan. Keduanya sangat suka sekali dengan ikan bakar, kalau disuruh pilih ayam atau ikan, pasti keduanya sepekat memilih ikan.

Sekarang mereka ber-empat berada di pondok. Walau jam sudah menunjukkan pukul delapan tak masalah. Malah suasana malam ini membuat mereka merasa nyaman, seperti hawa dingin, lalu suara jangkrik dan juga katak yang saling bersahutan, anggap saja sebagai backsound untuk obrolan malam ini.

Berbeda dengan yang lain, saat ini Reza duduk 5 meter di depan pondok. Bukan karena di asingkan atau mengasingkan diri, tapi karena anak itu tengah melukis. Sekali lagi, karena anak itu merasa gabut dan tak tahu harus berbuat apa, jadi ia memutuskan untuk melukis. Itung-itung buat kenangan di masa yang akan datang.

Disaat Reza sibuk menggores kanvas dengan cat akrilik, Wanda, Ichan dan kakek malah sibuk ngobrol. Kali ini bukan membahas soal percintaan lagi, bisa-bisa Wanda semkin tertekan kalau bahasan mereka cuma itu. Jadi saat ini mereka membicarakan soal kakek yang katanya mau pelihara bikin Empang. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya mereka membahas topik 'empang' ini, melainkan sudah yang ke dua kalinya.  Pertama kali mereka membahas ini adalah pada beberapa Minggu yang lalu, saat Wanda mengantar Ichan kemari.

"Atau Kakung buat pemancingan saja yah?"

"Jangan kung! yang ada ikan Kakung abis di pancingin terus sama Ichan"

"Heh bang! kaga gitu juga kali. Meskipun gue cinta banget sama ikan, bukan berarti tiap hari gue mau makan ikan! " anak itu merotasikan bola matanya jengah.

"Waktu itu lo pernah nyolong ikan di aquarium Kakung, kan? terus lo goreng! makhluk semacam lo gini mana bisa di percaya, Chan!"

"Namanya juga kepepet bang. Lagian gue juga udah izin sama Kakung, ya kan kung?"

Lantas Kakek malah kebingungan. Perasaan Ichan tidak pernah izin kepadanya. Tau-tau ia sudah melihat ikan kesayangannya itu tergeletak dengan rupa gosong di atas meja makan. Walaupun terlihat menggoda, tapi tetap saja hati mungil Kakek merasa sangat keberatan, melihat ikan itu mati tak berdaya.

"Kapan?"

"Ng.... dalem mimpi... hehhe"

Berbeda dengan Ichan yang cengengesan, Kakek menggelengkan kepalanya. Ia bersumpah dalam hati, jika saja Ichan bukan cucunya, sudah ia pastikan anak itu berada didalam penjara. Kakek tidak perduli walaupun masalahnya sangat sepele, ia tetap mau anak itu di hukum seberat-beratnya karena telah melanggar HAI (hak asasi ikan). Namun, mengingat Ichan adalah cucunya jadi yang Kakek lakukan adalah berhenti berkomunikasi dengan Ichan selama beberapa hari. Dan tentu saja itu membuat Ichan merasa sangat bersalah, dan berujung ia mengganti ikan itu dengan kura-kura.

"Kalau jadi, nanti biar Kakung buat 2 Empang di belakang pondok ini.  Lumayan, daripada tanah di belakang kosong, kan?"

"Kakung mau jadi juragan Empang!" Wanda memekik.

"Ide bagus"

"Iya kung, mantap! nanti kalo ada yang nanyain Ichan, biar Ichan jawab gini... Saya Ichan cucunya Hendra, si juragan Empang. Setidaknya Ichan merasa bangga gitu"

"Hahahaha.... ada-ada saja tingkah laku mu Chan..Chan.." Kakung menggelengkan kepalanya takjub.

"Bukan gitu kung. Masalahnya, emang bakalan berhasil? kakung kan belum pernah melihara ikan dalam jumlah yang banyak. Paling mentok Kakung pelihara 5 ikan, itu juga ada yang mati satu. Maksud Wanda tuh, mendingan Kakung pelihara satu Empang dulu, kalau gagal setidaknya ngga rugi banyak kung"

Mengheningkan Cipta || RenjunWhere stories live. Discover now