12. BABY SITTER

Mulai dari awal
                                    

"Emang Lo mau jadi istri gue?" Tanya Andra diselingi kekehan.

Dinda mengangkat bahu acuh, "ya enggak, lah. Kan gue udah punya orang spesial," ujarnya mengulum senyum lucu.

Andra menggelengkan kepala, pasti yang Dinda maksud adalah Samudra. Ia pun kembali melanjutkan makannya, membayar dan mengajak Dinda pergi dari sana.

Dalam perjalanan, Andra sesekali mengajak Dinda ngobrol. Namun tak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Dinda selain kata 'HAH?' sehingga membuatnya harus mengulangi lagi perkataannya.

Seperti saat ini, ketika motor yang mereka kendarai tengah berada di lampu merah, Dinda kembali hah hoh hah hoh ketika ia ajak bicara.

"LO MAU PULANG APA GIMANA?" Teriaknya mengulangi pertanyaan.

Dinda membuang pandangannya malas. Jika ia pulang, itu berarti ia akan bertemu dengan calon papa tirinya. Huft, menyebalkan sekali. Inilah alasan utama mengapa Dinda mengajak Andra main, ya karena ada sang papa tiri yang baru tiba di Indonesia untuk perkenalan.

Sebenarnya Dinda merasa durhaka dengan meninggalkan rumah disaat sang mama ingin memperkenalkan calon papa tirinya, namun Dinda memang sama sekali belum siap untuk memberi restu kepada orang yang akan menggantikan posisi papanya di relung hati sang mama.

"Dinda? Kok malah diem?" Pertanyaan Andra berhasil menarik dinda dari dunia lamunnya.

Gadis itu mendekatkan kepalanya pada helm Andra. "Gue main ke rumah Lo aja, ya?"

"Lah? Kenapa?" Andra menatap ekspresi cemberut Dinda lewat pantulan kaca spion.

Menghela napas berat, kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu kanan Andra. "Gue nggak mau ketemu calon papa tiri, Ndra..." Rengeknya.

Di sisi lain, Andra berusaha agar tetap terlihat tenang, meskipun di dalam hati ia merasa tak karuan akibat ulah sahabatnya itu. "Di rumah gue juga sama anjir, ada bokap dan juga istrinya." Benar, ayah Andra telah menikah lagi.

Merangkul pinggang Andra dan menghela napas. "Kenapa nasib kita sama ya, Ndra? Ck, nggak tau, deh!"

Dinda melepaskan rangkulannya, menegakkan tubuh seraya merotasikan pandangan. Saat itu juga secara kebetulan, lampu hijau sudah menyala hingga membuat Andra kembali melajukan motornya.

Mereka melewati perempatan jalan. Dinda yang masih sibuk merotasi pandangan tak sengaja mendapati sebuah mobil yang sudah tidak asing baginya, mobil itu berjalan di belakang motor mereka. Dinda mengendikkan bahu acuh, kemudian kembali menghadap ke jalanan.

___

Dinda menipiskan kedua bibirnya, kini ia sudah ada di rumah karena Andra memaksanya untuk pulang. Awalnya ia tidak mau, namun lelaki itu sudah diteror oleh pacar posesifnya agar segera datang. Jadi, tak ada pilihan lain untuk Dinda selain pulang ke rumah.

"Dinda, jangan diem aja dong, sayang. Salim sama Papa," tutur Ghea, ibunda Adinda yang kini tengah memperkenalkan calon suaminya.

Dinda menghela napas sejenak, berusaha berdamai dengan keadaan. "Iya," putusnya. Gadis itu berjongkok untuk meraih tangan calon papa tirinya yang tengah duduk di sofa.

"You're so sweet and beautiful," ucap pria berkulit putih dan bertubuh tinggi itu.

Dinda menatap wajah sosok tersebut sesaat. Pantas saja mamanya kepincut, orang calon papanya itu good looking banget.

"Thanks," jawab Dinda berusaha tersenyum ramah.

Ketika Dinda kembali duduk di tempatnya semula, papanya itu mengeluarkan sebuah kotak kecil berbungkus merah hati. Wah, dalam hati Dinda sudah membatin tidak sedap. Ia bisa mencium bau-bau mengerikan yang akan menjadi sebab terjalinnya suatu hubungan.

KUTUB UTARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang