12. 💋 Confession 💋

Mulai dari awal
                                    

Menyadari Viona menatapnya begitu lama, Rean melirik wanita itu kemudian mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Nggak ada niatan potong rambut?" tanya Viona sambil menjulurkan tangan dan membelai sedikit rambut yang terjatuh di antara pipi tirus Rean.

Pria menyugar rambutnya dan menampakkan dahinya yang putih bersih. "Kalo gini gimana?" tanyanya sambil tersenyum. "Lo nggak suka gaya rambut gue? Apa harus gue ganti?"

"Rean, itu rambut lo. Kenapa harus tanya sama gue?"

Pria itu kembali menyuap kue tiramissu ke dalam mulutnya. "Supaya lo nyaman liat gue. Kalau penampilan gue keren kan enak diliatnya." Rean mulai berkata jujur sesuai isi pikirannya, dia lelah menahan untuk menyalurkan rasa cintanya yang begitu besar.

"Iya, terserah lo, Re." Viona tersenyum kemudian bangkit dari posisi duduknya, lalu meraih sendok yang tadi digunakan dan meletakkannya di westafel. Tangan kanannya memutar kran air dan mencuci sendok itu. Namun, saat dia tengah fokus mencuci...

Kedua tangan kuat Rean melingkari perutnya dari belakang, dia mengedus tengkuk dan menuju leher wanita itu. Aroma tubuh alami Viona yang elegan membuat Rean sangat kecanduan. Dia menyukai apa pun dalam diri wanita itu. Rean ingin bertindak sesuai apa yang ada di hati dan pikirannya.

"Re..." Ada gestur tercekat saat rengkuhan itu mendarat di punggungnya. "Hmm..."

"Sebentar aja," balas Rean sambil memutar tubuh wanita itu agar menghadapnya, mereka bertemu tatap dan Rean mengelus lembut pipi wanita itu. "Gue sayang sama lo. Sungguh."

Ekspresi terkejut dapat Rean lihat saat dia menyatakan perasaan itu.

"Jangan tanya lagi siapa. Karena orang itu adalah lo."

"Tapi... kita sahabatan," bisik Viona pelan lalu menunduk.

Kedua tangan Rean bertumpu pada kitchen island dan mengurung tubuh Viona dalam kuasanya. "Apa gue nggak diijinkan menginginkan lebih dari itu?"

"Bukan begitu. Gue hanya nggak menyangka, tapi sejak kapan?" Viona tampak gugup, dia bahkan sulit untuk menelan ludahnya sendiri saat Rean benar-benar menguasainya saat ini.  Ada banyak pertanyaan yang bercokol di kepala Viona, bagian terbesarnya adalah kenapa laki-laki itu bisa menyukai wanita payah seperti dirinya.

"Sejak lama. Sejak kuliah. Menurut lo kenapa gue mau ngajak lo tinggal sama gue, kalau gue nggak suka sama lo?" Rean memajukan wajahnya dan kini hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah Viona. "Apa lo nggak menyadarinya? Sejelas itu Viona gue menunjukkannya sama lo. Lo nggak pernah peka sama semua sinyal yang gue beri."

"... " Tidak ada jawaban, dan ini adalah kesempatan Rean untuk menjelaskan semuanya.

"Saat gue tau lo lagi dalam masa buruk pas tempat kos lo kebanjiran, gue pikir itu satu-satunya kesempatan yang gue miliki untuk terus dekat sama lo, Vio. Gue... menahan perasaan sejak lama dan kita nggak punya kesempatan untuk deket satu sama lain."

"Gue hanya nggak nyangka aja," balas wanita itu sembari terus menunduk.

Bibir pria itu mengembang membentuk senyum manis yang reflek langsung Viona tatap, tidak ada kebohongan dari sorot itu dan Viona memercayai segalanya yang keluar dari mulut Rean.

Dalam kepalanya ada banyak pertanyaan yang membuat Viona bingung. Namun, saat Rean semakin memajukan wajah dan kembali melumat bibirnya dengan penuh cinta, Viona tidak dapat menghindari lelaki itu lagi. Kedua tangan Rean merengkuh tubuh wanita itu dengan posesif, lalu kakinya bergerak perlahan menuju ranjang yang jaraknya tidak jauh dari posisi mereka saat ini.

Rean merebahkan tubuh wanita itu dan menciumnya lagi dan lagi. Terasa penuh damba, dan dia menyadari jika adrenalinnya sudah berada di ujung kepala.

"Rean..." Panggilan sendu itu membuat Rean semakin berapi-api, setelah melepas ciuman membara tersebut, dia melihat wajah Viona yang sudah memerah dengan mata sayu seperti orang mabuk. Bibirnya sedikit bengkak sebab sesapannya tadi. Menggunakan ibu jarinya, Rean membelai lembut bibir bawah wanita itu lalu menciumnya lagi dalam tempo yang lebih lama.

How to kiss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang