Bab 36 - Keputusan Maya

7.2K 59 0
                                    

Maya termangu saat mendengar semua cerita suaminya, di satu sisi dia sangat senang mendengar suaminya mendapat promosi, namun disisi lain dia harus meninggalkan pekerjaannya jika suaminya ditempatkan di Surabaya / kota lain sesuai yang diamanatkan dalam kesepakatan promosi nanti. Bukan hanya itu yang menjadi ganjalan Maya, namun kehadiran sosok pria bernama Anto yang telah memberikan surga dunia yang membuatnya candu juga menjadi faktor kegamangan hatinya.

"Ini adalah langkah karierku yang luar biasa yank, ini proyek impianku selama ini, bukan hanya mendapat proyek yang aku impikan, tapi aku juga pengendali penuh. Luar biasa kan?" Ucap Adam dengan mata berbinar-binar.

Maya hanya menatap suaminya dengan bingung, dia tak tahu harus berkata apa, Adam yang melihat istrinya gamang kemudian memegang jemari lentik Maya, "Kenapa Yank, kamu kelihatannya kok malah gak senang aku dapat promosi?" tanya Adam.

"Bukan aku gak senang yank, tapi aduh..trus gimana dengan pekerjaanku, aku sudah nyaman dengan pekerjaanku sekarang, perusahaan juga butuh aku sekarang ini." Maya tertunduk dibiarkannya jemari lentiknya di belai lembut oleh suaminya.

"Aku paham yank, prosesnya juga gak secepat itu, kamu bisa jauh-jauh hari bilang ama pak Budi soal resign, biar perusahaan juga menyiapkan penggantimu." Adam menepuk-nepuk punggung tangan istrinya dengan lembut.

Maya menatap Adam dengan pandangan tajam, ditariknya tangannya, "Resign? Kamu tuh egois ya.." Ucap Maya dengan emosi.

Adam terkejut melihat respon istrinya, dia tak menyangka Maya tiba-tiba emosi seperti itu. Ditatapnya Maya yang tengah menatap ke arah luar, Adam berusaha menjangkau jemari Maya, namun Maya sepertinya enggan untuk dipegang Adam.

"Kamu kok malah marah Yank." Tanya Adam lembut

"Kamu dapat promosi terus dengan gampang kamu nyuruh aku resign, emangnya pekerjaanku gak penting ya di mata kamu, segampang itu resign." Jawab Maya lugas.

Hati Adam tiba-tiba berdesir, perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak, dia semakin yakin ada perubahan serius dalam sikap istrinya ini, Maya menjadi gampang emosi, trus tadi dia telat begitu lama dari janji, saat diranjangpun Adam merasakan kalau wanita yang digaulinya seperti orang yang berbeda dari sebelumnya, perlahan tembok curiga Adam mulai terbangun, tembok itu perlahan makin tinggi, dan kelak tembok itu akan menjadi pemisah dirinya dengan Maya.

"Aku gak pernah bilang kalau pekerjaan kamu remeh yank, plis jangan salah paham." Ucap Adam pelan, Maya masih melengoskan wajahnya.

"Kan kamu sendiri yang dulu janji ama aku saat meminta izin untuk kerja, kamu bilang kamu bosan di rumah terus, dan suatu saat jika aku minta kamu berhenti kerja kamu akan menuruti permintaanku." Ujar Adam lagi.

"Tuh kan, nada bicara kamu kayak orang egois gitu, ya aku tahu aku pernah janji kayak gitu, tapi kan aku udah cukup lama kerja, aku juga udah terbiasa dengan lingkungan pekerjaanku yank..aku bahagia dengan kesibukanku sekarang.." Tukas Maya dengan nada meninggi, beberapa pengunjung sempat menoleh ke arah mereka.

"Yank, kok kamu jadi gampang marah sih, kamu kayaknya banyak berubah belakangan ini, aku..aku..seolah tak mengenali kamu yank." Ucap Adam jujur.

"Kamu malah ngubah topik, siapa yang berubah? Dah lah kita pulang aja, gak enak malah jadi tontonan disini." Maya bangun dari duduknya sambil mengambil tasnya, lalu Maya beranjak pergi.

Adam terkesiap melihat sikap Maya, dia lalu meninggalkan sejumlah uang di meja dan mengejar istrinya, para pengunjung restoran seolah mendapat tontonan drama, mereka berbisik-bisik dan memperhatikan Adam yang mengejar Maya.

Di pintu keluar Adam celingukan mencari keberadaan istrinya, dilihatnya Maya tengah duduk di tepi air mancur, Adam menghampiri istrinya, Maya tak mempedulikan kehadiran Adam, bibirnya cemberut, Adam tahu kalau Maya sedang ngambek, lebih baik Adam membiarkannya dulu, "Aku ambil mobil dulu ya." Adam bergegas mengambil mobil.

Diary Seorang IstriWhere stories live. Discover now