09. HAMPIR MENYERAH

Start from the beginning
                                    

Yah, tentu saja Dinda bermaksud menyindir mereka berdua, agar segera pergi dan tidak menciptakan polusi suara di lingkungan kerjanya.

Tanpa rasa bersalah, Dinda melangkah ria memasuki toko, tanpa menghiraukan sepasang kekasih yang menatapnya.

"Berantem kok di jalanan. Malu-maluin aja," kesalnya.

Ia pun melanjutkan pekerjaan seperti biasanya, tanpa memikirkan masalah hidup yang lebih mengalir kepada kisah cinta ngenesnya.

Ia melirik jam dinding, sudah pukul satu siang, saatnya mengisi perut. Dinda pun bersiap untuk pergi keluar guna mencari makan siang. Ia menghampiri Helna yang nampak berjalan kearahnya dari dalam.

"Em, Dinda. Maaf, ya, kamu harus jaga toko lebih lama. Tante ada urusan dan harus pergi sekarang banget. Kamu tolong jaga toko, ya? Soal makan siang biar Tante pesenin Gofood aja," ujar wanita paruh baya itu memegang kedua tangan Dinda yang nampak kebingungan.

"Hah? Eh, iya, Tan. Dinda jaga toko, Tante tenang aja." Gadis itu tersenyum ceria dan kembali memakai seragamnya. Tak apa, Dinda bisa makan sambil jaga toko.

Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di depan toko, memperlihatkan sosok lelaki tampan ketika pintu mobil dibuka. Lelaki tersebut berjalan memasuki toko. "Udah siap, ma?" Tanyanya kepada Helna.

Dinda hanya diam, ia tidak mau ikut campur urusan mereka. Jadi Tante Helna akan pergi bersama Samudra, pantas saja terburu-buru seperti tadi. Dapat Dinda lihat seorang anak kecil juga turut serta, namun anak tersebut berada di dalam mobil yang kacanya terbuka. Ada seorang perempuan berseragam merah muda, mungkin itu baby sitter mereka.

"Ya udah, Din. Tante pergi dulu, ya? Tolong kamu jagain toko, nanti Tante kasih tip."

"Iya, Tan. Tenang aja." Dinda mengangguk-angguk sembari tersenyum ramah kearah Helna.

Sebisa mungkin Dinda berusaha untuk tidak menatap Samudra, karena ia sudah tidak ingin memiliki urusan dengannya lagi.

Dinda berbalik meninggalkan sepasang ibu dan anak itu. Ia lebih memilih untuk menunggu makanannya di belakang daripada terus melihat wajah Samudra.

___

Seiring berputarnya jarum jam, Dinda yang dengan giat bekerja itu kini mulai berkutat dengan kesibukannya sendiri. Tante Helna tidak kembali hingga larut malam, membuatnya kebingungan di tempat. Bukan apa-apa, hanya saja wanita paruh baya itu lupa memberikan kunci toko kepada Dinda ketika hendak berangkat tadi. Dan kini Dinda berdiri di depan toko yang masih belum terkunci dengan kaki yang ditepuk-tepuk ke tanah sembari mengotak atik ponselnya.

Ia sempat menelepon Helna untuk mengingatkan perihal kunci, dan wanita itu berkata bahwa ia akan meminta tolong kepada Samudra untuk mengantarkannya. Betapa menyebalkannya. Padahal Dinda sedang dalam misi me-restart perasaannya, namun tetap saja selalu ada celah bagi mereka untuk bertemu.

Dan yah, seperempat jam gadis itu menunggu, kini sudah ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya. Dinda hanya menatap ringan, tak ada raut kegirangan seperti biasanya.

Lelaki itu keluar dari mobil, berdiri di hadapan Dinda. "Kuncinya." Tangan kekarnya mengarahkan sebuah kunci yang langsung diambil alih oleh Dinda.

Berbalik dan mendekati pintu, Dinda mulai mengunci rapat-rapat pintu toko tersebut. Setelahnya, tanpa basa-basi gadis itu berjalan menghampiri sepeda motornya.

"Dinda pulang duluan, ya. Kuncinya biar Dinda aja yang bawa," ucapnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Samudra yang saat ini terpaku.

Ada yang aneh dengan bocah itu, batin Samudra. Ia tidak ingin ambil pusing, memilih untuk kembali pulang karena hari juga sudah malam.

KUTUB UTARA [On Going]Where stories live. Discover now