Setelah makan siang, Viona mempunya janji temu dengan Yuji—sepupunya yang berprofesi sebagai editor di salah satu penerbit. Biasanya jika tengah stuck dan butuh pencerahan, Viona akan menemui wanita yang dua tahun lebih muda darinya itu untuk meminta pendapat dan tukar pikiran mengenai alur dalam naskahnya. Yuji juga yang biasanya paling depan menyemangati Viona jika rasa malas wanita itu menyerbu dan mengakibatkan semua yang dikerjakannya terganggu. Yuji bagai support booster milik Viona yang takkan pernah jenuh mengomeli wanita itu, kapan pun dan di mana pun. Sifatnya mirip seperti Rean, bawel tapi perhatian.

"Abis ini nebeng ke depan, ya? Mau ketemu Yuji," kata Viona setelah menyelesaikan makan siangnya hingga tandas tak tersisa. Dia bahkan menyolek bumbu pedas manis yang sedikit tersisa di piring dan menjilatnya. "Gila, beli di mana sih, enak banget."

Rean mendengkus sebal saat melihatnya. "Jorok! Kalau kurang makan lagi."

"Hehe, kalau gue kekenyangan nanti ngantuk kan repot. Sini piringnya biar gue yang cuci," ucap Viona menampilkan cengiran lebar dan merebut piring di hadapan Rean yang sama-sama sudah kosong. Dia bergegas menuju westafel dan mencuci seluruh piring sampai bersih.

Setelah memakai hoodie kebesaran berwarna biru kesukaannya dan mengikat rambut panjangnya yang menjuntai, Viona segera meraih totebag ramah lingkungan berwarna putih yang sudah lengkap akan barang-barang yang dia perlukan. Tablet, buku catatan, pulpen, dan beberapa benda lain tentunya.

"Yuk, otw!"

Rean yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi setelah menggosok gigi pun mengangguk dan berjalan mengikuti wanita itu menuju pintu. Keduanya sama-sama memakai sepatu dan bergantian keluar dari unit bernomor 7709 itu.

Setelah menekan tombol lift dan memasukinya, Rean menoleh pada wanita itu yang berdiri di sebelahnya. Dia tampak santai seperti biasa, dandanan wanita itu tidak pernah berlebihan. Dia tetap menawan meski hanya memakai riasan minim.

"Lo nggak pernah ganti warna lipstik kalau gue perhatiin?" tanya Rean memecah keheningan.

Viona pun menjawab, "Bukan nggak ganti karena nggak punya. Tapi lebih ke... gue suka lipstik merah karena gue kelihatan seger dan seksi aja. Kenapa emang?"

"Ohh... nggak apa-apa." Rean menggut-manggut mengerti. "Minggu depan kan long weekend nih, camping mau, nggak?"

Wanita itu langsung menoleh dengan mata berbinar senang. "Serius? Wah! Mau mau mau!! ucapnya penuh antusias. "Aaa... Rean! You are the best friend ever!" Dan pria itu membalasnya dengan senyum kecil sambil mengacak puncak kepala wanita itu dengan gemas.

💋💋💋

Setelah selesai bertemu dengan Yuji, Viona memutuskan untuk memesan taksi online dan pulang ke apartemen karena hari telah beranjak malam. Lampu-lampu di pinggir trotoar tempatnya berdiri saat ini menyala dengan terang, sementara di hadapannya lalu lintas tampak lancar dengan banyak sekali mobil-mobil yang berseliweran. Tak sekali laju mereka melambat tiap lampu lalu lintas di perempatan ujung berganti warna. Dan begitu seterusnya.

Lima belas menit menunggu, taksi yang Viona pesan akhirnya sampai di hadapannya. Tangan kanan wanita itu menarik gagang mobil dan membukanya lalu masuk ke transportasi umum itu. Taksi pun melaju menuju gedung apartemen Rean yang lokasinya lima blok dari tempat pemberhentian taksi tadi.

Viona kembali ingat perkataan Yuji tadi siang, sepupunya itu membahas mengenai mantan terakhir Viona dan soal kehidupannya yang bak suami-istri bersama Rean di apartemen. Yuji protes padanya akan persoalan itu. Sudah dua tahun berlalu dan seharusnya Viona sadar diri jika dia bergantung pada Rean. Sejak dahulu kala harusnya dia memikirkan matang-matang tawaran itu, dan pindah saat dia memiliki cukup uang. Bukannya keenakan sampai sekarang dan tidak memikirkan masa depannya sendiri. Rean mungkin tidak apa-apa karena dia—

How to kiss?Место, где живут истории. Откройте их для себя