•18• Ragam Beku (Frozen)

Začať od začiatku
                                    

Alifan mengambil gelas berisi susu cokelat dan meminumnya sedikit. Masih panas.

Mereka berdua satu jam duduk di depan komputer hanya disuguhi segelas susu dan roti bakar saja. Itu pun beli di cafetaria.

"Nilai dijadikan iming-iming," lanjut Erayla.

"Tapi, kita emang butuh ini, Er. Butuh nilai tambahan. Siapa tau bisa naikkin peringkat," harap Alifan.

"Naik cuma lima doang. Nilai rapor cuma ditambah lima di setiap pelajarannya."

"Itu udah lumayan astaghfirullah. Coba nilai asli lo sembilan puluh lima terus ditambah nilai, lima. Seratus! Nilai lo sempurna!"

"Terus apa kabar sama nilai Aina yang hampir sempurna? Kenaikan kelas kemarin aja nilai matematika dia sembilan puluh delapan. Kalau semester ini nilai dia segitu lagi, ditambah lima, lebih dari sempurna! Kita makin sulit ngejarnya," balas Erayla tak kalah heboh.

"Saat ini keberuntungan ada di pihak kita. Aina gak jadi ditugasin di ruangan ini." Senyum smirk Alifan berikan. Merasa bangga karena dewan guru menyuruhnya yang duduk di sini.

Erayla merotasikan kedua bola matanya. Ni cowok lupa kayaknya, batinnya berpikir.

Tadi, Bu Rinai—menyampaikan kepada mereka—untuk mengecek data di ruang multimedia. Tambahan nilai lima poin menjadi iming-iming.

"Tapi Aina ikut olimpiade. Gue ingetin takutnya lo lupa. Nilai tambahan buat peserta olimpiade itu sepuluh poin. Keberuntungan lebih berpihak ke dia, Al," ucap Erayla tak mau kalah.

"Gue juga mau ingetin lo takutnya lo lupa. Aina ikut olimpiade kimia, dan buat peserta olimpiade itu, nilai tambahannya cuma berlaku di mata pelajaran yang dia ikuti waktu olimpiade. Nilai sepuluh cuma berlaku di mata pelajaran kimia."

Erayla mengambil gelas susu miliknya. Meminumnya sedikit sebelum melanjutkan perdebatannya dengan Alifan.

"Jadi?"

"Keberuntungan berpihak ke kita," jawab Alifan.

"Loh kok lo ngotot sih?!"

"Ya memang itu kenyataan, Erayla Putri Ervannya! Lima poin dikali dua belas mata pelajaran, hasilnya enam puluh. Kita udah megang tambahan nilai sebanyak itu. Sedangkan mereka yang ikut olimpiade? Baru sepuluh. Kita yang lebih beruntung!" tegas Alifan.

Alifan menarik napas panjang. Cukup melelahkan berdebat dengan perempuan. Apalagi perempuan itu adalah Erayla.

Penampilannya memang seolah menunjukkan kalau dia adalah gadis yang pendiam. Tapi, nyatanya itu berbanding terbalik. Erayla jauh dari kata pendiam.

"Aina jauh lebih beruntung, Alifan Jevran Pratama! Dia udah punya kesempatan pasti buat masuk universitas terbaik di dunia. Tanpa tes!" sarkas Erayla.

Alifan berdecak pelan. Baginya, dia dan Erayla yang lebih beruntung.

"Gue ... capek."

Alifan menoleh lagi.

"Gue capek debat, Alifan. Lo gak mau kasih gue minuman dingin apa?"

"Noh, susu lo dingin!"

"Gak usah frontal gitu juga ya, bangsat. Gue dengarnya ambigu anjir." Niat ingin menegur Alifan, malah dia yang berkata kasar.

Dasar!

"Itu sih otak lo yang harus dibawa ke laundry. Punya otak kok gak dibersihin. Ini nih ... sekarang gue jadi tau kenapa lo dapat peringkat empat belas paralel. Ya itu karena otak lo yang kotor alias tidak suci," cibir Alifan mengacak-acak rambut Erayla sedikit brutal. Bermaksud membersihkan otak Erayla yang kotor.

'𝐒𝐆𝐆' 𝐀𝐦𝐛𝐢𝐭𝐢𝐨𝐮𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥𝐬 [𝐄𝐍𝐃]Where stories live. Discover now