⠀⠀26. Hati-Hati dengan Bahaya

322 47 12
                                    

"Selamat malam, Pak Juna dan Ibu Yera

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Selamat malam, Pak Juna dan Ibu Yera."

Dedikasi waktu adalah perbuatan sulit yang hanya bisa dilakukan segelintir manusia di muka bumi.

Salah satunya adalah Uga Janaira. Boleh sekali berpikir aneh tentang wanita itu, namun tetap saja tak bisa tampik bahwa sahabatnya itu cukup berani untuk tetap bekerja disitu. Pasalnya, Uga tetap mengerjakan tugas kantor seperti biasa. Dia pun menyapa Juna dengan santun--terlepas dari kejadian di Restoran Palapa yang membuat lelaki itu berang setengah mati dengannya.

Pekerjaan yang selesai memberi sinyal bahwa sudah waktunya untuk pulang ke rumah. Uga yang kebetulan tak lagi punya berkas apapun untuk dia kerjakan, mengambil kesempatan itu dengan sangat baik. Dia sudah masuk dalam lift yang sedang menuju ke lantai bawah.

Lift yang juga ditumpangi oleh Juna Astakoma dan istrinya, Sekar Yeratna.

Bertiga diam dalam keheningan, sebelum Juna akhirnya berujar pada Uga. Boleh punya masalah di kehidupan pribadi, tapi dia harus tetap menjalankan peraturan etis di perusahaan. "Uga, besok siang bawakan berkas yang kamu kerjakan ke ruangan saya. Sekalian nanti bantuin Ayudia untuk berberes arsip perusahan."

Wanita yang diajak berbicara itu mengangguk pelan, dengan senyum tipis di bibirnya.

"Siap, pak."

Memakan waktu singkat di dalam ruangan kecil itu, mereka bertiga lalu keluar tatkala pintu lift terbuka lebar. Juna dan Sekar menuju parkiran dan Uga Janaira melakukan hal yang sama. Sepatu hak tinggi pun ia lepas dari kaki mungilnya. Di dalam mobil, Uga turut melepas sanggul dan menggerai rambut hitamnya ke belakang.

Ia pun sempat melihat Juna dan Yera di mobil sana. Tampak sedang membicarakan perihal penting dengan gestur manis dan senyum penuh ketulusan. Uga jadi cemburu juga dengan mereka berdua. Meski hubungan itu diterpa badai dan serpihan kaca yang menyakiti hati, tetap saja mereka tampak bahagia dan kasih sayang terus memancar.

"Haduh, kapan hubungan gue bisa seromantis gitu lagi? Arghhhhhhhhhhh....kenapa juga Tera semenyebalkan itu?"

Sebal memang suka datang belakangan. Uga sangat ingat momen dimana dia datang berkunjung di rumah Terala, waktu dini hari. Membawa secercah harapan dengan menyatakan cinta pada si tuan. Lalu yang terjadi adalah sebuah kepuasan--tidak sepenuhnya juga tapi Uga jelas tahu maksud lelaki itu.

Dia segera menepis pikiran yang sejak tadi menyesakkan rongga dada. Wanita itu menyalakan mesin mobil dan akhirnya keluar dari parkiran perusahaan.

《○》

Ia tiba juga.

Memarkirkan mobil dan lantas masuk ke dalam rumah, Uga membuka kancing bajunya yang agak sesak itu dan membanting badannya kearah sofa ruang tamu.

"Hadeh," eluh Uga masih dengan napas terengah-engah. Capek juga bekerja seharian, ditambah lagi kondisi mentalnya agak berantakan akhir-akhir ini.

Lalu istirahat itu diganggu oleh ketukan pintu yang lama-lama terdengar seperti gedoran keras. Wanita itu berdecak kesal, pun kakinya melangkah pelan ke arah pintu--jarak ruang tamu dan pintu sangat dekat, akan tetapi Uga yang capek jadi malas juga untuk menyambut tamu.

The Last Person ✓Where stories live. Discover now