⠀⠀12. Saatnya untuk Berkelahi

517 77 38
                                    

"Gila lo? Iya! Udah gila gue datangin rumah mantan sepagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gila lo? Iya! Udah gila gue datangin rumah mantan sepagi ini."

Uga membanting stirnya dengan keras. Memberhentikan mobil merah kepunyaannya di depan rumah Terala Suryanitas, wanita itu sungguh pusing sembilan puluh sembilan keliling. Bahkan X yang biasanya dicari menggunakan rumus Phytagoras tak dapat menyelesaikan ketidaktenangan batin yang dialami si anak tunggal Keluarga Janaira itu.

"Harus bisa. Ngomong baik-baik. Okay?" Tarikan napas pelan dia buat, disinyalir sebagai bentuk penenangan diri.

Uga mengedipkan matanya berulang kali. Wanita itu akhirnya keluar juga dari mobil yang diparkir baik-baik di halaman rumah Terala.

Ia langkahkan kaki beralaskan sepatu kets itu menyusuri rerumputan yang selalu hijau karena disirami oleh Mama Terala. Berhubungan bersamanya untuk jangka waktu lama, Uga bisa dibilang tahu semua seluk-beluk keluarga Terala bahkan rahasia aneh bin ajaib yang sering diceritakan Terala kepadanya, semasa masih berhubungan baik.

Masih sangat ia ingat ketika Tera secara gamblang menyebutkan bahwa Mama dan Papanya suka berkelahi karena uang, lalu berhenti ketika Terala membawakan lima bungkus mie ayam untuk memenuhi isi perut tiga orang dewasa itu.

Terala sama sepertinya.

Anak tunggal dan paling disayang, dengan cara orangtua yang berbeda.

Uga sungguh bersyukur bisa berkenalan dengan keluarga Terala. Mereka sangat menyayangi Uga bagai anak sendiri. Sebagai anak tunggal, permintaan Terala selalu dipenuhi. Salah satunya adalah meminta izin kepada orangtua mereka untuk tinggal di satu atap, sebulan sebelum pernikahan diperhelatkan.

Dan entah bagaimana alasannya-yang sekarang sudah Uga paham bahwa Terala punya simpanan sehingga memutuskan hubungan dengannya. Lelaki yang berdalih soal kehampaan hati padahal ternyata diisi orang lain.

Namun niatnya pagi itu berbeda.

Uga datang untuk menyampaikan sesuatu. Penting sekali bagi masa depannya. "Selamat pagi!" Sapa dia tak dibalas. Gerimis hujan pun tiba-tiba terdengar. Lirihnya sebentar ke langit, awan penuh dengan warna gelap. "Halo!"

"Ha--"

"Uga?"

Lelaki itu tak menyapa balik. Tatapannya dan peletakkan tangannya di lengan Uga begitu dingin. Wanita itu ingin melepas, tetapi Tera terlanjur menariknya masuk ke dalam rumah. Ia bawa wanita itu menuju kamarnya yang letak tak jauh dari ruang tamu.

"Tera--"

"Sebelum kamu marah-marah, tolong dengerin aku dulu."

Dia memotong bentak Uga yang belum selesai itu. Terala melirik pintu kamarnya yang tertutup dan terkunci. Ia kemudian memandangi kembali seorang Uga yang dibawa ke kamar itu.

"TERA! SINI KAMU!"

Bentakan itu datang dari luar kamar. Namun Tera tak kunjung bergerak. Posisi mereka terlalu dekat, napas ngos-ngosan Uga membasuh pipi kusam Terala yang belum cuci muka.

The Last Person ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang