"Lo kenapa dari tadi mondar-mandir mulu?!" tanya Niko heran.

Dermaga tak menjawab, ia menunduk seraya melihat dokter yang masih sibuk mengurusi luka Ara. "Udah Ga, lo duduk sini. Tenangin diri lo." Tambah Niko.

"Gimana bisa mau tenang, kalau orang yang gue sayang terbaring lemah disana?" tanya Dermaga cukup emosional.

Niko menghela nafas panjang, baru pertama kali ini cowok itu melihat Dermaga sesedih dan secemas ini. "Gue yang salah, gue yang nggak bisa jaga Ara." dumel Dermaga.

Cowok itu menghentikan langkahnya, bersandar didinding dan perlahan turun hingga menyentuh lantai. Melihat hal itu Kirana mendekat, mencoba menenangkan cowok itu.

"Sudah, jangan salahin diri kamu sendiri. Tante tahu kamu sedih, kamu cemas, kamu kecewa. Tapi kalau kamu terus begini siapa yang jagain Ara nanti?" tanya Kirana halus.

Tangan wanita itu merangkul pundak Dermaga, "Ara butuh kamu sekarang," tambahnya.

Tak lama kemudian laki-laki yang mengenakan jas bewarna putih dibarengi dengan perawat itu keluar dari ruang IGD. Semuanya tercekat, berdiri dari tempat duduknya.

"Gimana?! Gimana keadaan Ara?!" tanya Dermaga panik.

Dokter itu terdiam sejenak, menunggu orang yang melemparinya pertanyaan itu tenang dahulu. "Kenapa diam Dok? Gimana keadaan Ara?" rancau Dermaga.

Karina kembali merangkul Dermaga seperti anaknya sendiri. "udah tenang dulu, biarkan dokternya bicara dulu." ucap Kirana.

Setelah tenang, dokter itu menghembuskan nafas panjang. Senyumannya perlahan terukir. "Keadaan Ara sudah membaik. Tapi saya sarankan jangan temui Ara dulu." terang Dokter itu.

"Keadaannya masih lemah, biarkan dia istirahat. Besok baru boleh kalian jenguk." ucap Dokter itu sebelum dia pergi.

Mendengar hal itu semua yang ada disana menghembuskan nafas lega, kecemasan mereka seakan terbayarkan tuntas saat mendengar apa yang dikatakan dokter tadi.

"Terima kasih, dok."

•••

Hari sudah semakin petang, Karina dan Dermaga masih ada disana menunggu Ara dari luar. Sedangkan Niko, Megan, dan juga Bintang sudah pulang duluan dari tadi.

Memang mereka sebenarnya masih bisa ingin disini lebih lama, tetapi Kirana melarangnya. Dia tidak mau mereka dimarahin orang tuanya demi menemani Ara.

"Tante?" panggil Dermaga saat melihat Kirana termenung.

Kirana sedikit tersentak, "Eh, kenapa?" spontan Kirana.

Dermaga menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan hanya mereka berdua yang ada disana. "Tante, tante tahu siapa yang donor darah buat Ara?" tanya Dermaga.

Mendengar pernyataan itu, Kirana membeku ditempat, tatapannya tiba-tiba saja kosong. Mulutnya ingin menjawab tetapi entah kenapa terasa sulit sekali.

Dan akhirnya hanya kepala Kirana yang menjawab pertanyaan Dermaga. Kirana menggeleng tanda jika dia memang tidak tahu siapa dia.

Tak lama kemudian, Dermaga memperlihatkan ponselnya pada Kirana, "Tante mau makan Apa? Biar Dermaga beliin," tawar Dermaga.

Kirana menggeleng, perutnya belum terasa lapar sekarang. "Jangan gitu Tan—" belum selesai bicara, ucapan Dermaga tiba-tiba saja terpotong.

Kirana sedikit terkekeh, menatap Dermaga tulus. "Kamu sudah lupa ya? Jangan panggil tante, samain aja sama Ara." ucap Kirana tersenyum manis.

Dermaga memalingkan wajahnya malu, "Iya, Dermaga lupa Ma." ucap Dermaga menahan malunya.

DERMAGA [END]Where stories live. Discover now