47 [Me7 BAB AKHIR]

1.1K 82 2
                                    

Penunjuk waktu di pergelangan Jagat menunjukkan pukul enam belas waktu setempat. Empat menit yang lalu dia memarkirkan motor Bastian dan kini menduduki dudukan berbahan cor semen. Beberapa kali bocah kelas 12 itu menilik bilah pemberitahuan, mengecek jika ada pesan baru. Gemi mengajaknya bertemu setelah beberapa hari absen berkencan.

Belahan jiwa yang dinanti tampak saat putra tunggal Dewi tersebut mengedarkan pandangan. Gemi hadir dengan balutan feminin dan langkah yang cukup anggun ketimbang normalnya.

Jagat berdecak, ia seperti melihat Gemi versi baru.

"Mbak cantik, lho, kalo gini." sanjungan Jagat menyambut kehadiran Gemi.

Senyum terukir di wajah perempuan gendut itu, ia merasa tersanjung mendengarnya. "Udah lama gak ada yang muji Aku." ungkap Gemi seraya duduk.

Jagat terkekeh, ia melebarkan senyuman menghadap Gemi. Laki-laki berusia 18 tahun tersebut mengamati Gemi, memancarkan kekaguman dari sorot netra miliknya. Begitupun subjek yang disoroti balas menatap, menyampaikan sesuatu dari tatapannya.

"Kamu kenapa, Mbak?" Jagat dibuat khawatir dengan bola netra sang pujaan yang berkaca-kaca.

"Klilipan bulu mata." kilah Gemi segera berpaling.

"Beneran, Mbak?" Jagat masih khawatir.

Gemi mengangguki, kemudian mengajak Jagat menjelajahi kuliner kaki lima di sekeliling taman. Jagat menuruti pilihan Gemi yang tentu tidak jauh-jauh dari pentol bakso dan rombongannya.

Jajanan beserta minuman sudah ada di genggaman, mereka menyantapnya sambil mengobrol seperti biasa dan diselingi canda. Saking asyiknya, 60 menit waktu berlalu. Semburat merah kekuning-kuningan mulai menghias langit ufuk barat. Menandakan sang surya akan bersemayam digantikan sang bintang dan sang rembulan.

"Sore yang indah," cetus Gemi saat menengadah memandangi hamparan bak payung raksasa itu bersama Jagat. Mengagumi penuh hikmat sembari merenung sejenak, kemudian mengganti arah pandangan.

"Kenapa, Mbak?" Jagat menyadari dirinya menjadi pusat atensi Gemi.

Perasaan Jagat mendadak tidak enak melihat perbedaan mencolok di wajah sang kekasih. Bibir Gemi merekahkan senyuman, tapi kontras dengan pancaran di netra perempuan itu.

"Kamu baik-baik aja, Mbak?" Jagat memegangi kedua bahu Gemi, menepuknya pelan.

Gemi menurunkan tangan Jagat, menggenggamnya barang sebentar lalu memperlebar jarak duduk mereka. Putri Surya tersebut menatap dalam Jagat, bibirnya gemetar ingin menyampaikan sesuatu.

"Aku ingin menyampaikan sesuatu." ungkap Gemintang Soerjoprasojo serius.

Jantung Jagat berdetak cepat, perasaannya mulai tidak baik. Meskipun begitu, ia tetap mempersilahkan Gemi melanjutkan perkataannya.

Gemi mengambil napas berat, merotasi pandangan sejenak mencari kekuatan. Ia menggenggam tangan di atas paha, menyusun tiap kata yang akan disampaikan.

"Aku mau mengakhiri kontrak Kita sore ini." sampai Gem membuat jantung Jagat mau rontok seketika.

"Gak usah guyon, Mbak!" Jagat terkekeh garing.

"Aku serius." aku Gemi tidak main-main.

Jagat melihat Gemi, menelisik netra sang kekasih mencari kebenaran. Sepersekian sekon kemudian, dia menatap lurus ke depan sambil tertawa miris.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now