19

733 93 0
                                    

Siang ini rumah makan soto begitu ramai dipadati para penyitas kelaparan. Mulai dari pegawai kelas bawah, kelas atas, orang biasa, hingga mahasiswa memadati kursi-kursi yang disediakan. Pengunjung datang dan pergi silih berganti. Saking ramainya, Gemi hampir tidak dapat tempat duduk.

"Aku yang pesan, ya." seseorang yang mengajak Gemi ke mari, mengajukan diri untuk memesan.

"Iya, Lang." Gemi mengiyakan sembari mengelap meja pakai tisu.

"Permisi, Saya bersihkan dulu, ya, Bu." seorang pelayan datang membawa penyemprot dan kain lap.

Gemi mengangguk saja dan memberi ruang untuk pelayan itu.

"Seleramu masih sama, kan, Gem?" si pengajak itu kembali pascapesan.

Dia Langit Djatmiko, seseorang yang pernah singgah di hati Gemi dan mungkin ... masih.

"Memangnya selera bisa cepet berubah?" Gemi menimpali tanya balik.

Langit terkekeh, ia mengambil tempat di samping Gemi.

"Mungkin aja bisa, tapi kalo Aku, sih, enggak." Langit menjawabnya.

Gemi mendecih, "Kamu tumbenan ngajak Aku makan bareng? Gak takut ada yang cemburu?" pembicaraan beralih topik.

"Siapa, sih, yang nyemburuin jomblo kayak Aku? Lagi pula, kita udah lama banget gak makan bareng." kata Langit sambil menghadapkan dirinya ke Gemi.

Gemi mengangguk, jika tidak salah hitung sekitar 2 tahun mereka tidak makan bersama. Jangankan makan, bertemu saja hitungan jari.

"Bundamu gimana kabarnya, sehat?" Gemi beralih menanyai orang tua langit.

"Alhamdulillah, sejak kita putus badannya kelihatan lebih seger." ucapan Langit secara tidak langsung menyibak rasa lama yang coba dikubur dalam-dalam oleh Gemi.

"Kebersamaan kita nyatanya bikin susah Bundamu. Berarti keputusan kita tepat, Lang." ungkap Gemi.

"Kamu yang memutuskan, Aku cuman mbok paksa." Langit menyanggah pengakuan Gemi yang menurutnya sepihak.

"Tapi kan akhirnya Kamu setuju dan hasilnya berdampak baik untuk kebaikan bersama." Gemi bersikukuh.

"Itu karna Kamu maksain, Gem. Kalo enggak..."

"Gak ada kalo-kalo, sudah final keputusannya." ketok Gemi bulat.

"Yah, yah, yah, ancen angel tuturanmu (emang Kamu susah diomongi)!" Langit pasrah saja, toh, semua kadung terjadi.

Pesanan mereka datang saat mereka asyik mengobrol.

"Dah, makan dulu." ajak Langit mencairkan suasana biar tidak menegang. Kembali menyingkap tabir lama hanya akan menumbuhkan benih perseteruan baru.

Sambil makan, mereka bincang-bincang hal yang ringan dan santai. Mulai dari kegiatan sehari-hari mereka sampai membicarakan orang-orang di sekitar mereka.

"Menurutmu, kalo Aku nikah tahun ini gimana?" Langit merubah arah pembicaraan yang sebelumnya mengenai teman mereka.

"Yea, baguslah! Emang Kamu udah punya calon? Katanya masih jomblo." Gemi menyautinya santai.

"Aku memang masih jomblo, tapi Bundaku nyodorin calon-calon terus. Padahal Aku pinginnya menjomblo lebih lama." utara Langit.

"Gak baik menjomblo lama-lama, Lang!"

"Kamu aja masih jomblo, sok nasehatin!" ceramah Gemi langsung ditebas kenyataan menohok oleh Langit.

Gemi menepuk jidat, ia baru ingat kalau dirinya juga kaum jomblo.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now