32

563 84 25
                                    

Rara mengekori Gemi ke dalam rumah dan menuntut penjelasan bagaimana Gemi bisa kenal dengan kakak kelasnya.

"Dia itu anaknya bosku, Aku sering diminta buat anter jemput dia." terang Gemi singkat dan jelas seraya duduk ke sofa. Baru saja ia akan meraih gelas es dawet, Rara sudah lebih dulu menyambarnya.

"Mbak kan lagi sakit, jangan minum yang aneh-aneh dulu." bilangnya dengan senyuman iblis.

Gemi cuma bisa berdecak, omongan Rara tidak sepenuhnya salah. "Kamu kok kayak kaget gitu pas Aku bilang itu Jagat? Emangnya, Kamu gak kenal dia? Setauku dia terkenal sampek punya penggemar segala." Gemi timbul rasa penasaran.

Rara meletakkan gelas es dawetnya yang sisa setengah, ia lalu mengambil tempat di samping Gemi. "Kenal, cuman kaget aja Mbak bisa kenal dan membuat Kak Jagat sampai ke sini. Mbak punya hubungan khusus, ya, sama dia?" curiganya seraya membaringkan kepala ke paha besar milik Gemi.

"Gak usah ngarang cerita! Aku akrab sama Jagat dan mamanya, jadi wajar kalo Jagat ngendangi Aku (menjengukku)." dalih Gemi menepis kecurigaan Rara.

"Bagus, kalo gitu. Dia emang gak nakal-nakal banget di sekolah, tapi Aku gak mau Mbak sama dia. Aku masih pendukung berat Gemlang Forever." sampai Rara sebagai kubu militannya Gemi dan Langit.

"Udah bubar, masih aja didukung."

"Biarin, siapa tau ada keajaiban."

"Keajaiban gundulmu!" Gemi menjitak kening Rara yang tiduran di pangkuannya.

"Ih, Mbak Gem sukanya main kasar."

"Kamu dihalusin tuman."

...

"Gimana keadaan Gemi, Kak?" Dewi menyambut anaknya yang baru pulang dengan tanya. Sudah seperti kebiasaan bagi mereka.

"Sudah bisa makan bubur dua mangkok." jawab Jagat sambil berlalu ke kamarnya.

Dewi mendelikkan matanya tidak percaya, "Memangnya Gemi sakit apa?" tanyanya lebih lanjut.

Jagat mengedikkan bahunya sambil terus menapaki anak tangga menuju kamarnya. Ia lupa dan tidak sempat menanyakan hal pokok saat menjenguk orang sakit. Ia malah menjadikannya momen menyatakan perasaan. Sungguh tidak etis.

Jagat tiba di kamar, ia langsung menuju kamar mandi. Mengguyur raga juga jiwanya yang mendadak pupus harapan.

"Jadi, mosiapa itu adalah laki-laki yang ngebuat Mbak Beruang nangis?" Jagat terngiang-ngiang sosok yang hanya dilihatnya dari jauh tersebut.

"Dia sudah membuat Mbak Gemi nangis, tapi masih dipuja-puja. Sedangkan Aku ... malah ditolak." Jagat tidak habis pikir ditolak mentah-mentah oleh Gemi. Kisah cinta pertamanya setragis ini, Jagat tidak menduganya.

"Jagat..." terdengar Dewi memanggil dari luar kamarnya.

Jagat mematikan cerat dan menyauti panggilan mamanya.

"Kamu mau makan apa?" tanya Dewi kemudian.

"Bakso, Ma." balas Jagat spontan. Ingat bakso, ia jadi ingat momen-momen bersama Gemi yang selalu ditemani oleh bakso.

Lepas mendapat menu yang diinginkan sang anak, Dewi pun turun ke lantai dasar dan segera memesan makanan lewat sebuah aplikasi pesan antar.

Sementara itu, tidak butuh waktu lama Jagat selesai dengan mandinya. Ia mengeringkan rambut pakai tuala seraya menuju nakas. Ia mengambil krim wajah, mengoleskannya rata ke seluruh bagian wajah hingga lehernya. Tampil berseri walau di rumah saja adalah hal wajib baginya.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora