42

490 76 13
                                    

"Kalo gitu, Aku pingin kenalan langsung."

"Eh, jangan!" Gemi menarik tangan Langit, memundurkan langkah mantannya yang belum genap.

"Kenapa, Gem?"

Gemi gelagapan, ia menghentikan Langit tanpa menyiapkan alibi yang kuat. Langit melihatnya, menunggu penjelasan Gemi atas tindakan pencegahannya.

"Eh, nganu, eh ..." Gemi gagap, otaknya sendat diajak berpikir. Matanya tidak fokus menatap ke sana ke mari.

"Dia gampang cemburuan, Aku takut dia salah paham." muncullah sebuah alibi yang mudah-mudahan saja dapat diterima akal Langit.

Langit menaikkan sebelah alisnya, menengok Jagat lalu kembali pada Gemi.

"Kami baru jadian, jadi Aku belum nyeritain tentang Kamu. Tolong ngertiin, ya?" Gemi memohon-mohon. Ia berusaha maksimal memasang wajah meyakinkan.

"Dia lebih cemburuan dari Aku?" Langit menunjuk Jagat tidak percaya.

"Lebih parah." Gemi menganggukinya saja.

Langit terkekeh, ia tidak menyangka Gemi mendapatkan pengganti sebelas dua belas darinya. Sementara itu, Gemi bernapas lega manakala dapat melewati krisis.

"Kamu di sini sama siap-" Gemi melihat sekeliling mencari topik lain guna mengalih pembicaraan, matanya berhenti tepat ke sebuah tempat makan. "Oh, keluarga besar." Gemi mendapati keluarga Langit bersama keluarga lain yang ditebaknya sebagai calonnya Langit.

Langit mengangguki, "Calon yang dipilihin Bunda." terangnya lebih lanjut.

Gemi mengangguk samar, melengkungkan senyuman tipis. "Orang mana?"

"Desa sebelah, Kamu kenal, kok." jawab Langit.

"Oh, ya, siapa?" Gemi sekedar ingin tahu.

"Bella." jawab Langit singkat.

Gemi beroh, ia memang kenal gadis bernama Bella tersebut. "Dia dulu suka banget sama Kamu." tuturnya terbesit kenangan.

Langit mengakuinya, "Maklumlah, Aku kan ganteng." akunya besar kepala.

Gemi sontak mendecih, "Item, dekil, bau keringet gitu, ngaku-ngaku ganteng." oloknya.

"Yea, wajarlah, kan Aku dulu pemain bola. Tapi, kan, Kamu nyatanya suka juga ke Aku. Banget malahan." lontar Langit jemawa.

Gemi hanya bisa mendecih, mau tidak mau itulah fakta yang pernah terjadi. Ia tidak bisa mengingkarinya.

"Kalo Aku nikah, Kamu datang, kan?" Langit memastikan.

Gemi mengedikkan bahunya, "Aku takut merusak suasana pernikahan kalian. Bundamu..." ia memandang ke arah subjek yang menjadi alasannya untuk urung datang.

"Aku ngerti, kok, Gem. Doa terbaik dari Kamu udah cukup." Langit berbesar hati.

"Doaku pastinya yang terbaik untukmu." Gemi mengangguki.

Langit mengembangkan senyum ikut mengangguk. Merekapun lalu berpisah dari sana kembali ke tempat masing-masing.

...

Jagat sedang asyik santap malam semeja dengan Dewi tentunya. Tapi, ia tidak menyadari bila sedari tadi Dewi fokus memperhatikannya tanpa menyentuh makanan di depannya.

"Mama gak makan?" Jagat mendongak dan tidak sengaja mendapati makanan mamanya masih utuh.

Dewi menaruh sendok di tangannya ke meja, melipat tangan dan menatap curiga anaknya.

"Mama dapat info hari minggu kemarin Kamu keluar sama Gemi, benar?" sampai Dewi menyetop santap Jagat sejenak.

"Iya, benar." Jagat mantap membenarkan.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now