46 [Menuju Bab Akhir]

851 84 20
                                    

Jagat saat ini terbaring di salah satu ranjang Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Idola Tim Jaguar itu tidak sadarkan diri setelah diempas oleh lawan mainnya saat menyundul bola dari sang kawan. Dia menghentakkan tubuhnya ke atas, namun pada saat yang bersamaan sang lawan main sengaja menghantam tubuh Jagat hingga terpental dan punggunya mendarat lebih dulu. Cidera yang selama ini ditakuti akan kambuh lagi pun terjadi. Membuat Dewi marah besar pada sang pelatih yang mengizinkan Jagat main kembali.

"Bapak lihat sekarang, anak Saya terbaring seperti ini!" omel Dewi dilingkupi amarah dan cemas.

"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Bu Dewi." si pelatih kembali menundukkan kepalanya tanda amat menyesal telah mengamini permintaan Jagat.

"Saya sudah meminta dengan sangat agar Bapak tidak menyertakan Jag-"

"Maa..."

Ucapan Dewi terpenggal oleh suara Jagat yang siuman berkat omelan mamanya tersebut. Sontak atensi Dewi tertuju pada si putra semata wayang.

"Kamu sudah sadar, Sayang?" Dewi menghampiri Jagat dan mengecek-ngecek kondisi sang putra.

"Jangan marahin Pak Bagus, Beliau gak salah, Ma." Jagat membuka matanya sempurna.

Mulut Dewi terkunci, ia memang telah kelewatan melampiaskan semuanya pada si pelatih, Bagus Poernomo namanya.

"Sudah baikan, Nak?" Bagus menanyai Jagat.

Jagat menganggukkan kepala, "Mohon maafin Mama Saya, Pak. Dan Saya mohon maaf juga telah membuat Bapak dalam masalah." sesalnya sepenuh hati pada sang pelatih kesayangan.

Bagus menanggapi dengan penuh senyum, ia memaklumi benar posisi Dewi sebagai seorang ibu. Iapun pamit dari sana setelah Jagat menyampaikan terima kasih atas pengertiannya.

Hawa yang terasa saat ini setara dengan kulkas 35 pintu, membeku tiada tara. Jagat memalingkan wajah, mendiamkan Dewi yang menangisinya karena khawatir. Sampai kebekuan itu terpecahkan oleh suara dokter yang menangani Jagat tadi.

"Bagaimana kondisi anak Saya, dok?" Dewi bangkit menanyai dokter laki-laki bermata sipit yang datang tersebut.

"Kami perlu melakukan pengecekan lebih lanjut untuk memastikan cidera saraf tulang belakangnya. Tapi untuk sementara ini, anak Anda mengalami malnutrisi dan gangguan di lambung. Sepertinya, pola makan dan pola tidurnya terganggu karena tertekan atau stres." jelas sang dokter setelah membaca hasil diagnosis sementara.

Dewi mengangguk, kemudian menatap sekilas sang anak tunggalnya. Kenapa Kamu sampai seperti ini hanya karena perempuan itu, Nak? Batin Dewi miris.

Si dokter pun pamit usai menyampaikan diagnosisnya dan menyerahkan pengecekan berikutnya kepada para perawat di sana.

...

Pesan Gemi kepada Jagat belum kunjung dibalas sejak ia mengirimnya pagi menjelang siang tadi. Ia masih berpikir positif mungkin saja Jagat sibuk dengan kegiatan belajarnya.

"Wayahe ra digoleki jedul wae (giliran gak dicari muncul mulu), basa digoleki mboh parane ngendi (giliran dicari entah ngilang ke mana)." keluh Gemi setelah mengecek belum ada tanda-tanda balasan.

Gemi menggeletakkan gawainya ke kasur, bergerak keluar dari kamar menuju ruang tamu yang kosong. Bakda magrib begini, Surya dan Halimah khusyuk menambah amalan ibadah di ruang salat. Sementara si kembar beda 2 tahunnya, Nakula, belum pulang dari kerja.

Gemi mendudukkan bokong tampahnya ke sofa, mengetuk-ngetukkan jemarinya ke meja seolah sedang bermain piano. Dia menikmati ketenangan di antara maktu magrib dan isya yang banyak diisi oleh suara-suara lantunan ayat suci dari sekitar rumah.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now