45

720 72 0
                                    

Gemi oleng dan hampir terjatuh begitu keluar dari ruangan Dewi. Lututnya lemas sampai harus menumpu di dinding.
Gadis gendut itu menarik napas, memberi pasokan udara ke paru-parunya yang hampa diserap atmosfer di ruangan Dewi.

"Lailahaillallah muhammadarrasulullah ... ketempelan apa Aku ini, kok bisa seberani itu?" Gemi mengusap-usap dadanya, ia kaget sendiri dengan keberaniannya.

"Kamu kenapa, Gem?" Nella muncul entah dari mana dan menanyai Gemi.

Gemi sempat terlonjak kecil saat pertanyaan itu menyapa. Ritme jantungnya yang hampir normal kembali tersentak oleh suara Nella tersebut.

"Gapapa, Mbak." balas Gemi dengan seulas senyum.

"Kamu dari ruangan Bu Dewi, ya? Ada apa?" terus Nella.

"Biasalah, Mbak, urusan biasa." dusta Gemi tentu tidak berkenan membongkar masalah antara ia dan Dewi.

Nella mengangguk-angguk, "Oh, ya, waktu itu Aku ngeliat Kamu pergi sama anaknya Bu Dewi. Bener, gak, sih?" singgung Nella tiba-tiba.

Gemi seketika membelalak, ritme jantungnya kembali dipacu. "Kapan, Mbak?" ia pura-pura bodoh saja untuk menyelamatkan diri.

"Hari minggu kalo gak salah, soalnya waktu itu Aku diminta Pak Dirman buat ngambil berkasnya yang ketinggalan di kantor." terang Nella merinci.

Gemi menetralkan raut wajahnya, bersikap seolah-olah biasa saja akan hal itu. "Memang benar, Mbak." akunya berterus terang saja daripada membuat penampikan.

"Kalian keluar berdua aja? Kalian punya hubungan khusus, ya?" Nella semakin ingin jauh mengetahui pasal Gemi dan Jagat.

Gemi meneguk ludah, ia harus berurusan dengan pertanyaan sejenis lagi. "Aku-"

"Gemi, bisa ke sini sebentar?" sebuah suara lain datang memotong perkataan Gemi.

Gemi dan Nella kompak menoleh ke sumber suara, mereka menemui Dirman Semesta pemilik asal suara tersebut.

"Iya, Pak?" Gemi segera menghadap, dalam hati ia bersyukur karena bisa menghindari pertanyaan Nella.

Melihat Gemi pergi mendatangi Dirman Semesta dan sepertinya akan mendapat tugas negara, Nella pun berlalu dari sana. Perempuan lajang cantik nan mungil itu memendam rasa haus ingin tahu.

Kembali pada Gemi yang kini sudah berada semeter di depan Dirman Semesta.

"Ada apa Bapak memanggil Saya?" tanya Gemi ulang melihat sang pimpinan muda itu masih membisu.

"Ikut ke ruangan Saya!" titahnya sambil berlalu.

Gemi menaikkan satu sisi alisnya, lalu segera menyusul langkah cepat sang atasan.

"Kenapa ke sana? Sini!" Dirman Semesta menegur Gemi yang akan membuka pintu tangga darurat.

"Liftnya baru turun, Pak. Nanti memakan waktu banyak." jelas Gemi.

"Masuk sini saja!" perintah Dirman Semesta menunjuk lift yang dipijak menggunakan sorotan matanya.

"Kata Bapak, Saya tidak boleh menggunakan lift itu." kata Gemi ingat benar larangan Dirman Semesta waktu itu.

"Jangan membantah, masuk!" tegas Dirman Semesta.

Gemi tidak berani membatah lagi, iapun patuh menghendaki perintah sang atasan.

Dasar, plin plan!

...

Jagat menghebohkan banyak penggemar garis kerasnya lantaran ikut serta dalam ajang pertandingan persahabatan dengan sekolah lain. Semua penggemar Jagat tahu bahwa bintang futsal itu telah rehat dini dari dunia kulit bundar karena fokusnya ke belajar. Tapi mendadak sebelum pertandingan dimulai, mereka dikejutkan oleh kehadiran Jagat di lapangan lengkap dengan kostum kebanggaan mereka.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now