22

677 83 0
                                    

"Kamu sudah punya SIM, kok, masih dianter jemput, sih? Kamu gak dibeliin motor atau gimana?" Gemi sekali waktu penasaran ingin menanyakan hal tersebut. Kalau dilihat dari materi, tidak mungkin Dewi tidak sanggup membelikan Jagat kendaraan sendiri seperti kebanyakan anak sekolahan lainnya.

"Kelas sebelas kemarin Aku sudah dibeliin, tapi terus dijual sama Mama." ungkap Jagat sambil memakan es serut yang dibelikan Gemi.

"Lah, kok malah dijual? Jarang Kamu pakek, ya?" Gemi menerka-nerka.

Jagat geleng-geleng, "Aku kecelakaan parah, Mama marah dan dijuallah motorku." jelasnya bikin Gemi menganga.

"Kamu pernah kecelakaan, serius? Sampai separah apa?" Gemi terkejut mendengarnya.

"Sampai cidera tulang belakang, gak bisa jalan, dan koma sehari." Jagat gamblang saja menyebutkannya. Seakan peristiwa yang pernah ia lalui lumrah saja.

"Separah itu?" Gemi masih dalam efek terkejut.

Jagat menganggukinya, "Biasa aja, dong, Mbak, natapin Akunya! Aku jadi salting, nih!" tutur Jagat bergurau.

"Salting, emang orang kayak Aku bisa bikin salting orang? Kucing aja kugodain malah lari." tanggapan Gemi bikin Jagat hampir menyodok sendok es serut sampai ke mulut belakangnya.

"Ya, Mbak ada-ada aja, sih! Masak kucing digodain, mending godain cogan kayak Aku ini." Jagat mulai berani menggoda Gemi dengan kepercayaan dirinya.

Gemi mendecih, lalu menyentil kening Jagat cukup keras. Sampai yang punya kening mengaduh-aduh.

"Sakit tau, Mbak!" protes Jagat tidak terima diperlakukan kasar.

"Makanya, kalo ngomong itu dipikir dulu!" semprot Gemi mode macan.

"Sudah kupikirin, Aku kan memang cogan, Mbak." klaim Jagat super percaya diri. Walau memang pada kenyataannya dia ganteng.

"Dasar, narsis!" olok Gemi. "Terus, habis kecelakaan itu futsalmu gimana?" ia melanjutkan pembahasan bab kecelakaan Jagat.

"Aku vakum lama dan baru kelas 12 ini mulai latihan lagi. Tapi, sama Mama dilarang ikut turnamen dan posisiku sebagai kapten digantikan temanku." saat Jagat menguraikannya, terselip getar di ujung-ujung kalimatnya. Terdengar ada ketidakikhlasan yang tersirat pada ucapannya.

Gemi manggut-manggut, dari apa yang Jagat ucapkan, ia tahu bahwa futsal adalah kepingan berharga bagi Jagat.

"Lha terus, kalo motormu dijual, kenapa SIMnya masih mbok pegang? Bukannya sama aja Kamu masih bisa naik motor?" Gemi tertarik untuk tahu lebih jauh.

Jagat membenarkan sambil mengangguk, "Tapi, kan, setidaknya Aku akan hati-hati kalo pas bawa motornya orang. Jiwaku jiwa muda, Mbak. Gak asyik kalo gak ngebut atau ugal-ugalan." ia mengakui tabiatnya sebagai remaja yang masih mencari jati diri dan ingin mencari perhatian orang lewat aksi-aksinya.

"Kamu anak mama tapi nakal juga, ya? Pantes aja Bu De protektif seperti itu." Gemi menjumpai sisi lain Jagat lewat obrolan santai ini.

"Mama memang lebay, Mbak. Yeah, sebagai anak tunggal hal itu gak bisa ditampik." Jagat memahami posisinya dan perlakuan Dewi padanya.

"Bangga Kamu jadi anak tunggal, huh? Punya adik baru tau rasa!" ledek Gemi.

"Bapakku sudah pergi, jadi gak mungkin Aku punya adik. Kecuali Mama nikah lagi." pernyataan Jagat lagi-lagi mencengangkan Gemi.

"Udah pergi?" Gemi seketika merasa bersalah karena lancang mengguraukan hal sensitif tersebut.

"Santai, Mbak! Bapakku sudah pergi sejak Aku lahir, gak masalah." Jagat malah meresponnya tanpa sedikit pun ada rasa sedih yang terbias dari wajahnya.

Gemi justru semakin tidak enak setelah Jagat menanggapinya seperti itu.

"Apaan, sih, Mbak! Setiap orang pasti akan merasakan kehilangan dan nantinya akan terbiasa." Jagat jadi tidak selera makan es serut bila melihat wajah Gemi yang murung.

"Enteng banget Kamu ngomongnya!" lontar Gemi mencoba normal kembali seperti yang Jagat minta.

"Gitu, dong, senyum. Biar kucing-kucing gak kabur ngeliat Kamu, Mbak." puji Jagat ketika Gemi tersenyum kembali. Ia sengaja menyelipka gurau senda untuk tambah merekahkan senyuman Gemi.

"Ngomong-ngomong, hobi Mbak apa? Suka nulis, gak?" Jagat mengalihkan tema agar tidak terjebak pada pembahasan yang emosional.

"Ngapain nanya-nanya hobi? Jangan bilang, Kamu mulai tertarik sama Aku, ya? Makanya kepo sama Aku." kepercayaan diri tingkat dewa Gemi kambuh lagi.

Jagat mendecak sambil geleng kepala, untung saja es serutnya tidak lepas dari tangan saat Gemi mengatakannya. "Mbak, mending uang yang Mama kasih, Mbak pakai buat beli kaca aja. Kalo bisa yang gede sekalian biar jelas saat Mbak ngaca." balasan Jagat menohok.

Gemi malah terkekeh diledeki seperti itu. "Rebahan, nonton drama, sepedahan, dan nulis." ia menyebutnya satu persatu.

"Astaga, hobimu, Mbak." Jagat mengolok hobi-hobi Gemi yang menurutnya kurang produktif. "Kalo Mbak suka nulis, mau gak bantuin Aku?"

"Bantuin apa? Jangan bilang Kamu minta Aku buat ngerjain tugas-tugasmu, lho, ya!" Gemi langsung berprasangka.

Jagat mendengus pendek, "Kamu ini negatifan mulu, Mbak!" celanya.

Gemi yang tebal muka hanya berkecap lidah seraya menagih penjelasan Jagat lebih jelas.

Jagat pun menjelaskan kanal youtub yang dirintisnya bersama kawan-kawannya. Kanal tersebut diisi dengan konten-konten seputar pengetahuan umum yang disampaikan melalui cerita bergambar.

"Nah, berhubung Mbak kan dah pernah kuliah sampai S2 dan punya pengalaman, bisa dong membimbing Kami? Kita juga kekurangan tim riset."

Gemi mencebik, "Kemarin aja gak percaya Aku lulusan S2." singgungnya.

"Itu memang karena wajah Mbak yang meragukan." balas Jagat, kontan Gemi berdecak sebal. "Gimana, Mbak mau, kan?"

"Honornya?" tanya Gemi diawal.

"Sementara pakai kocek pribadiku, Mbak. Nanti kalo dah dapet gaji dari youtub diambil dari sana." terang Jagat tanpa menutup-nutupi.

Gemi tampak berpikir sejenak, "Kalo pake kocek pribadimu, emangnya Kamu udah punya penghasilan?" ia masih ingin menelisiknya lebih jauh terlebih dahulu.

"Belum, cuman Aku punya sedikit tabungan dari uang yang dikasih Mama." Jagat membeberkan.

Gemi mengangguk, sampai sini ia paham mengapa Jagat tidak naik angkutan massal atau lainnya, dan jarang jajan menurut pengakuan Jagat sendiri.

"Apa motivasi terbesarmu buat merintis kanal itu? Kenapa juga harus ilmu pengetahuan, yang cepet viral, kan, banyak." Gemi mencecar pertanyaan seakan mau berinvestasi di kanalnya Jagat dan kawan-kawan.

"Karena Aku suka pengetahuan dan ingin berpartisipasi mencerdaskan penerus bangsa seperti yang diamanatkan UUD 1945." Jagat memaparkannya dengan semangat menggelora, seperti para pahlawan bangsa yang ingin membebaskan diri dari pendudukan bangsa lain.

Mendengar itu Gemi langsung memberi tepuk tangan dan acungan dua jempol untuk Jagat.

"Niatmu sangat mulia, Nak!" lontar Gemi memberi penghormatan.

"Berarti Mbak mau, kan?" Jagat memastikan kesediaan Gemi.

"Tak pertimbangkan dulu, ya." Gemi menggantung harapan Jagat.

Kontan Jagat mendengus, "Kukira langsung mau." ungkapnya agak kecewa melihat respon Gemi yang reaktif.

Gemi hanya bisa mesem lebar dan mengatakan akan mengabari Jagat segera terkait keputusannya.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now