2

1.5K 135 2
                                    

"Kenapa dengan orang-orang itu? Kok, seperti sedang unjuk rasa?" pertanyaan itu langsung menyapa Jagat saat ia masuk ke mobil.

"Entah," balas Jagat acuh, masih terpancar jelas kekesalan di wajahnya.

Wanita berumur 38 tahun yang tampak seperti gadis 20 tahunan itu mendesah. Anaknya susah diajak bicara.

"Pulang, Ma. Keki Aku ngeliat mereka." pinta Jagat sambil mengarahkan pandangannya ke arah lain. Sebab, ia sempat menangkap tatapan tajam dari orang yang menceramahinya tadi.

Si wanita 38 tahun itu hanya bisa meredam dongkol dan lantas menjalankan mobilnya.

"Mama tadi dapet telpon dari guru bimbelmu, katanya minggu kemarin Kamu bolos. Ke mana Kamu?" dalam perjalanan sang mama mengintrogasinya.

"Nemenin Edo priksa gigi, giginya bengkak lagi." kata Jagat seraya memandang ke luar kaca jendela mobil. Ia memandangi kerlap-kerlip lampu yang mewarnai pekat malam.

"Benar? Edo Mama tanyain bilangnya gak sama Kamu hari itu, tapi sama pacarnya. Kamu gak niat nipu Mama, kan?" si mama melirik sekilas putranya di sampingnya, ingin melihat reaksi apa yang ditunjukkan anaknya.

Jagat menghela napasnya kasar, ia mendiami saja perkataan mamanya.

"Jagat, jawab, dong, kalo Mama tanyain! Kamu ke mana sampai bolos bimbel, huh? Kamu sudah kelas 12, jangan main-main aja kerjaannya." amarah si wanita 38 tahun itu sudah tak terbendung lagi. Namun, ia masih berupaya mengontrolnya.

"Aku ke rumah Bastian bikin konten." Jagat lantas berterus terang, ia mengatakannya dengan nada ketus.

"Konten lagi? Sudah berapa kali Mama bilang, Kamu harus fokus sekolah. Nanti-nanti dulu kalo mau jadi youtuber atau apalah itu! Kamu itu pelajar, tugasnya belajar. Gak usah ngelakuin yang neko-neko kayak gitu. Lihat, belajarmu jadi terganggu sama konten-konten tidak jelasmu itu!" khotbah si mama sepanjang perjalanan pulang.

Jagat memilih geming menanggapi khotbah mamanya yang selalu menganggap konten-konten garapannya seperti sampah. Ia tidak berminat mencari keributan dengan mamanya.

Si mama mendesah pendek, frustrasi menghadapi watak anaknya yang satu ini.

...

"Eh, Tante Gemi! Haloo ... Tante Gemi..." sapaan heboh datang saat Gemi tengah memilih-milih jajanan apa yang mau dibeli untuk Nakula.

"Imo, sayang! Panggil Aku, i-m-o, Gemi imo." Gemi menekan setiap katanya.

"Heleh, gayamu kayak orang Korea! Bulik (tante) aja pakek ima-imoan segala." cemooh penyapa itu menanggapi.

Dia Lisa Khoirunnisa, bukan Lalisa Manoban anggotanya Blackpink. Wanita yang sedang menggendong bayi berusia delapan bulan itu adalah sahabat Gemi dari SD. Dia baru menikah 3 tahun yang lalu, meninggalkan Gemi sebagai sesama jomblowers.

"Nyenengin hatiku sedikit kenapa, tho, Lis? Kan, dapat pahala membuat orang lain seneng. Iya, kan, Falisya sayangku?" Gemi mencubit lembut pipi tembam anak sahabatnya itu.

Falisya tergelak riang, seolah menyetujui pernyataan Gemi.

"Iya, iya, Imo." Lisa mengalah saja demi kebahagian sahabatnya. Hitung-hitung turut menghibur sahabatnya yang malang tersebut.

"Gitu, dong!" ungkap Gemi puas. "Beli apa Kamu, Lis?"

"Ini mau beli pulsa listrik sama beliin jamu pegel linu buat Mas Farhan. Dari kemarin sambat terus boyok e kemeng (ngeluh punggungnya pegal)." tutur Lisa.

"Oalah, yo dibawa ke Mbah Yem sana biar hilang kemeng-kemeng e (pegel-pegelnya). Nakula juga kemarin habis pijet di sana." ujar Gemi menyarankan.

Mbah Yem yang dimaksud adalah dukun pijet termasyhur di desa mereka dan bahkan dikenal sampai luar daerah.

"Mas Farhan itu kerinan (gampang geli), pastinya gak mau. Wong (orang) tak pijet pundaknya aja ginjal-ginjal (menggelinjang)." sampai Lisa membocorkan sedikit kelemahan suaminya secara tidak langsung.

Gemi terkekeh, pantesan baru punya buntut, batinnya mencela namun bercanda. "Oh, gitu. Eh, Lis, di tempat kerjanya Farhan ada lowongan kerja gak, ya? Aku pingin kerja lagi ki (nih)." Gemi iseng-iseng menanya.

"Emboh (gatau), yo (ya), Gem. Entar tak tanya e dulu sama Mas Farhan. Tapi, ada angin apa sekarang Kamu nanya-nanya kerjaan? Biasanya, kan, nolak-nolak terus kalo tak kasih info loker." Lisa menatap aneh ke sahabatnya yang teguh tidak bekerja lagi usai memecat bosnya tersebut.

"Bosen, Lis, jadi romusa terus. Aku ingin merdeka." Gemi membisikkan ucapannya.

Mendengar bisikan itu sontak saja Lisa tergelak sambil menutup mulutnya.

"Kamu tuh, ya, Gem, udah jomblo, pengangguran, dijajah lagi. Malang sekali nasibmu, boloku (balaku)." canda Lisa menginjak-injak muka Gemi tanpa sadar.

"Hidupku sudah cukup miris, Lis, jangan taburi jeruk nipis lagi." balas Gemi miris. "Sangat bagus sekali kalo Kamu mau nyarikan Aku calon yang mapan, dermawan, dan penyayang. Aku langsung sujud syukur banget, Lis, kalo sampai terwujud." lanjut Gemi bikin Lisa makin tergelak. Falisya dalam gendongannya pun ikut tergelak riang melihat ibunya.

"Udah-udah, Gem! Penderitaan hidupmu sudah seperti komedi di mataku. Aku gak kuat lagi ketawa." ucap Lisa menciptakan senyum masam di wajah Gemi.

"Ohhh ... kena karma baru tau rasa Kowe (Kamu)!" kutuk Gemi sekedar menakut-nakuti.

"Ampun, Nyai!" tanggapan Lisa sambil menyatukan kedua tangannya seperti orang memohon ampun. Menyaksikan tingkahnya itu, Gemi tidak kuasa menahan senyum. Wajahnya ceria kembali, Lisa pun turut senang melihatnya.

"Nanti tak kabari secepatnya kalo ada info." pungkas Lisa mengakhiri obrolan santai mereka.

...

"Emak-emak bawel katanya? Oh, lihat saja! Tak uleg-uleg Kamu nanti kalo ketemu lagi! Awas aja!" Gemi bersungut-sungut mengingat perkataan si pria tadi.

Ia sedang dalam perjalanan pulang sekarang, menaiki sepeda lipatnya yang dibelinya dengan gaji pertamanya dulu. Ia sengaja beli sepeda untuk sarana berolahraga biar badanya tidak melar-melar amat. Selain itu, Gemi hingga detik ini belum punya SIM. Alasannya belum buat, simpel sekali. Katanya, "Aku gedek ngeliat polisi, apalagi si tukang tilang." begitu.

Tidak terasa Gemi sampai di rumah, Nakula sudah menunggunya di teras sambil menyesap kopi hitam manis buatan Halimah.

"Isiin sekalian pertamaksnya ke motor, Aku males ngotorin tangan lagi." titah Nakula seperti bos.

"Nggeh (asyiap), Ndoro!" Gemi menurut saja disuruh-suruh.

...

"Jagat, solat dulu!" teriakan si mama tidak diindahkan oleh Jagat. Ia segera memasuki kamar lalu menguncinya rapat.

Jagat menghamburkan diri ke ranjang empuknya. Ia membentangkan tangannya sambil memandangi langit-langit kamarnya yang disinari lampu temaram.

"Sampai kapan Mama akan memperlakukanku seperti ini?" gumamnya dalam kesunyian.

"Jagat...! Solat dulu sebelum tidur, Nak, nanti kebablasan!" pesan si mama terdengar samar dari luar kamarnya.

Jagat praktis memiringkan tubuhnya, menimbun kepalanya dengan bantal untuk menutupi pendengarannya. Ia bergeming seribu bahasa, enggan sekedar menanggapi perkataan mamanya yang diulang-ulang lagi.

"Jagatttt...!" bahkan teriakan disertai gedoran pintu itu tidak mempan mempengaruhinya. Ia merapatkan pendengarannya, menutup matanya berharap segera terlelap saat itu juga.






Aku marah padamu, Ma.

SARANGHAE, MBAK! [TAMAT] Where stories live. Discover now