11. PAIN & PHONE

17.5K 1.9K 12
                                    

Dukung Author dengan vote 🥺

Arion Point of view

Aku bangun tidur dengan bersimbah airmata lantas menangis tersedu-sedu. Perasaan bersalah memenuhi rongga dadak di sisi lain juga sesak dan rindu. Aku ingin berada di pelukan David, mateku.

Aku sudah enam hari di rumah Bibi Lina dan tidak pernah lebih baik. Kondisi fisik dan mentalku semakin memburuk begitu juga fisikku. Mimpi buruk datang silih berganti. Ingatan tentang wajah murung Dave, feromon Dave, dan sentuhan Dave menyiksaku.

Sudah seminggu tapi feromonku belum kembali. Padahal aku hanya memakai satu bungkus dari dua. Bagaimana jika feromonku tidak kembali? Aku menegang begitu mengingat berita efek samping Krim Grande atau beberapa Krim Grande palsu. Salah satunya bisa menekan feromon selamanya. Aku ketakutan lebih dari ketakutan akan hamil.

Dave... Bagaimana ini?

Setengah hari aku lalui seperti zombie. Mataku sembab, aku tidak fokus, dan wajahku pucat. Aku sakit sekali. Mungkin ini hukuman untukkku karena mencoba rejecting. Aku kembali mengusap airmata.

Bibi Lina, Paman Ari, dan Lian datang ke kamarku tadi pagi demi mendengarku menangis. Aku bilang mimpi buruk- memang benar mimpi buruk kan. Bibi terdiam menatapku pengertian.

Sekarang mereka sedang pergi ke ladang. Aku bertugas di rumah menemani si kecil Zean. Satu dua kali kembali meneteskan air mata.

Apakah aku harus kembali? Tapi jika Dave tidak mau menerimaku bagaimana? Bagaimana jika dia marah? Ah dia sudah pasti marah konyol jika dia tidak marah. Bagaimana jika Dave akan langsung mated seksual agar aku tidak kabur lagi? Bagaimana jika aku langsung hamil? Aku takut hanya dengan menghabiskan seumur hidupku dengan hamil dan melahirkan.

Aku menggenggam smartphone pemberian Tante Lidya ragu. Aku hanya bingung harus apa. Jika aku tetap melarikan diri aku akan semakin sakit. Tetapi jika aku kembali pada David aku juga takut.

"Halo Rion.. kamu dimana?" Suara Tante Lidya terdengar di telepon.

Aku tersentak bukan karena pertanyaan wanita itu tetapi karena nada suara yang bergetar. Selain itu terdengar ribut sekali bergrasak grusuk entah sedang apa di sana.

"Tante baik baik aja kkan? A- aku baik kok Tante."

"Syukur jika kamu baik. Rion, kamu ada di mana?" Nafasnya terdengar lelah.

"Tante... Tante.. hueweee," aku tidak bisa menahan rasa cemasku hingga menangis begitu mudahnya. 

"Aku sakit.." aku mengaku.

"Rion.. pulang yuk. Ehm.. kita selesaikan ini baik baik. Semua masalah pasti memiliki jalan kelaur," aku bisa mendengar jelas ujung suara Tante Lidya merintih.

"Tante kenapa? Tante gak kenapa napa kan?" Aku menegang khawatir.

"Tente rasa.. kamu sudah cukup menenangkan diri. Kamu sakit kan? Pasti David juga sakit. Kamu harus pulang Arion," demi mendengar suara parau Tante aku kembali menangis.

Berbagai spekulasi muncul di kepalaku sekarang. Tante Lidya sedang diculik kah? Aku menarik nafas untuk bersiap berbicara.

"Tante, di sana ada David kan? Aku a.. aku mau bicara.."

"Rioooon.." Tante Lidya semakin terisak sebelum kudengar suara tangisnya menjauh disusul jeritan sakit diujung dan kelontangan besi. Apa Tante Lidya sedang disiksa?

"Arion.." kali ini suara yang aku rindukan terdengar. Suara yang selalu muncul di setiap malam gelapku.

"ARion.." suara yang membuat seluruh tulangku ngilu dan remuk.

Mate: David and Arion (END)Where stories live. Discover now