6. TANTE LIDYA

17.7K 1.8K 9
                                    

Dukung author dengan vote 🥺 terimakasih

Arion Point of view

Aku menatap uang cash 200.000 di tanganku, sisa kembalian makan malam kemarin di restoran bersama David. Aku meminta menyimpan sisa kembalian itu dengan alasan menabung.

Sekarang berguna.

Aku hanya punya 200.000 untuk kabur sejauh jauhnya darinya.

Feromonku akan kembali kira kira seminggu kedepan atau lebih cepat jika masa heat ku datang. Krim itu hanya bertahan seminggu waktu yang cukup untukku pergi jauh.

Belum terlalu jauh dari kota, aku pergi ke pantai. Aku selalu suka laut. Deburan ombak, angin, dan bau ikan. Setiap ada masalah aku selalu ke pantai.

David di kantor mungkin sudah mengamuk karena aku menghilang. Mate yang sudah ia tunggu selama 23 tahun kabur entah kemana. Aku menenggelamkan kepala dalam lekukan lutut. Kalut.

Dave, kenapa kita harus seperti ini? Jika kau bukan mate ku mungkin semuanya akan lebih mudah. Jika saja usiaku sudah lebih dewasa aku mungkin bisa, jika saja.. mate ku beta pasti akan lebih mudah kan? Ego mereka tidak setinggi alpha, mungkin mereka bisa paham aku kabur begini.

Aku kasihan pada Geovan, operator cctv, dan satpam gerbang depan karena mungkin mendapat kemarahan langsung.

Aku menenggelamkan kakiku pada pasir pantai. Memikirkan rencana. Aku akan ke rumah Tante Lidya meminta pendapatnya. Aku butuh bimbingan karena benar-benar clueless.

Setelah itu, aku akan ke kota kecil tinggal di desa pedalaman. Seharusnya cukup kan. Menjadi petani, pelayan, berkebun, aku bisa semuanya. Mungkin aku juga akan berkelana dari satu kota ke kota lain seperti pendekar, ah bukan, aku buron tepatnya. Aku omega buronan yang kabur dari alphanya.

Aku harus mendewasakan diri sebelum kembali ke David. Itupun jika dia masih mau menerimaku..

🦴

Pintu terbuka dan sesosok wanita cantik usia 30an muncul. Aku langsung memeluknya erat melingkarkan tangan di pinggang.

"Tanteee, aku ketemu mate," aku terisak di bahu sempitnya.

"Hah? Mate...?"

Tante Lidya mengajakku masuk ke rumah. Kami duduk di sofa ruang keluarga. Rumah ini nyaman dan hangat sejak pertama aku kesini karena heat. Tante Lidya memberikan aku cokelat panas. Diluar sedang hujan deras.

Tante Lidya adalah seorang omega perempuan berusia 30an yang ditinggal mati suaminya. Suaminya bekerja sebagai tentara meninggal saat ditugaskan berperang 3 tahun lalu. Aku mengenalnya dari Mika teman SMA ku. Dia membawaku ke rumah Tante Lidya sebulan lalu saat aku mulai ketahuan heat. Sejak pertemuan pertama kami langsung akrab, dia seperti ibu bagiku. Ibu yang sesungguhnya yang membimbing, mengayomi, tetapi seperti teman.

Aku menceritakan semuanya dari awal bertemu David sampai aku kabur dari kantornya. Pengecualian, aku tidak menceritakan soal cium dan peluk yang David lakukan karena malu. Aku juga menceritakan soal aku yang putus sekolah, jarak usiaku dan David, serta kasus agegap mating. Aku sedang labil. Hidungku sudah berair, mataku juga banjir.

Aku menjelaskan rencanaku pindah ke luar kota. Mungkin berpindah pindah. Tante Lidya mendengarkanku khidmat tanpa menyela atau menghakimi. Sesekali jika aku tergugu dia akan mengelus lenganku menenangkan.

"Aku pake Krim Grande huwaaa! makanya bisa kabur,"

"Tantee, aku harus gimana iniiii?!" Aku merengek dan merebahkan kepalaku di pahanya. Tangan lentik Tante Lidya mengelusku pelan memberikan rasa nyaman. Aku jadi ingat elusan David.

Jujur saja aku suka dielus. Aku hampir tidak pernah dimanja kedua orangtuaku, jadi tidak tau bagaimana rasanya disayangi dan diistimewakan. Ketika bertemu David dan segala sikap sayangnya aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku suka. Dia menjadikan aku pusat hidupnya.

Aku menggigit bibir, tiba tiba kangen.

"Menurut Tante aku bener gak? Menurut Tante aku harus apa?" Aku menegakkan wajah kembali duduk. Wajahku sudah beler memerah karena air mata.

Wanita lembut yang sejak tadi tidak sekalipun menghakimi ini kini mengelus kepala lembut.

"Tante tidak tau Rion, yang tau jawabannya kamu sendiri," Tante Lidya masih sempat-sempatnya meledek dan tertawa. Aku memukul pelan pahanya.

"Coba tanya hati kamu, berfikir. dengan jernih," katanya lebih baik.

Aku tersendat sendat masih kesulitan mengatur nafas, belum bisa berfikir jernih.

"Kamu sayang sama David?" Aku spontan mengaguk-angguk.

Tante Lidya tersenyum teduh.

"Rion, hubungan itu dijalani dua orang. Bukan kamu sepihak atau David sepihak. Kalo kamu merasa dia mengontrol kamu, coba kamu jelaskan."

"Tapi dia alpha! hiks..hiks.. " Aku menyela cepat dan airmata kembali meleleh.

"Iya dia alpha. Tapi dia sayang sama kamu kan?"

Aku terdiam. Mengangguk kecil. Ya, David sayang padaku.

"Kamu harus ingat, bahwa dalam hidup alpha, omega mereka adalah segalanya. Kamu adalah ratu bagi David, Rion. Keberadaan kamu adalah segalanya untuknya. Tante yakin, selama dua hari ini David pasti memperlakukan kamu dengan baik. Apalagi dia sudah menunggumu sangat lama."

Aku merenung karena terhanyut mengingat kembali segala perlakuan sayang David kepadaku. Tante Lidya benar.

"Takut kehilangan itu wajar. David menanti kamu sangat lama dan baru bertemu sekarang. Dia mungkin masih belum percaya sudah bertemu mate. Bertemu kamu masih terasa seperti mimpi," Tante Lidya mengelap wajahku yang berair dengan tissue. Aku sudah menghabiskan banyak tissue di rumahnya.

Aku diam. Perlakuan David memang menjelaskan semuanya. Dia sangat bersyukur sudah menemukanku. Malah sekarang aku yang kabur.

"Tapi nanti aku hamil.." aku menunduk mencicit dengan suara berbisik.

"Aku gamau hamil dulu tapi David pasti pengen punya anak secepatnya," aku kembali terisak. Hamil juga ketakutan terbesarku.

Tante Lidya urung bicara melihatku menangis. Menarik tubuhku dalam pelukan kasihnya.

"Tante gak bisa jawab Rion. Keputusannya ada di kalian. Komunikasi." Tante Lidya mengusak rambutku lembut.

🦴

Aku parno. Aku takut David dengan cepat menemukanku jika aku tidak segera keluar kota. Jadi setelah berbincang 2 jam mendengarkan nasehat Tante Lidya aku memutuskan beranjak.

Tante Lidya mencoba menahanku pergi. Dia bilang aku bisa bersembunyi dan tinggal di rumahnya sampai aku tenang. Sebenarnya, aku tahu Tante Lidya hanya khawatir. Dia jelas tahu aku tidak punya tujuan. Labil. Visiku hanya di dorong rasa takut dan ingin pergi. Tidak bisa, aku ingin merepotkan atau membahayakan Tante Lidya jika tinggal terlalu lama.

Berbekal ransel berisi beberapa baju ganti, kotak makan, dan air minum, aku melangkah pergi. Tante juga membekali aku sejumblah uang dan posel lamanya. Agar jika sesuatu terjadi aku bisa segera menghubungi. Dilihat dari manapun aku seperti anak sma yang akan study tour bukan mau kabur.

David, aku pergi.

Dukung author dengan vote 🥺

Mate: David and Arion (END)Where stories live. Discover now