8. HIDING 2

17.3K 1.8K 35
                                    

Dukung author dengan vote 🥺

Arion Point of view

Pagi sekali sekitar jam setengah tujuh aku bangun tidur. Tidurku tidak pernah nyenyak sesekali terbangun. Begitulah contoh orang yang kabur dari matenya seumur hidup tidak akan pernah tenang.

Kali ini rekor bangun tidur tercepat, biasanya di rumah jika hari libur aku bangun setengah dua belas. Lagipula tidak ada yang membangunkan juga. Walaupun aku bangun tidur pagi sekali, tapi Paman Marseus dan Bibi Lina sudah berada ke ladang.

"Hayoo baru bangun tidur ya, ilernya masih nempel," ledek Lilian dan menyesali refleksku mengusap bibir. Aku tidak ileran.

"Hehehe, kena deh."

"Apaan sih, gajelas."

Di rumah hanya tinggal Lian dan Zean. Lian seharusnya sudah berangkat ke ladang tetapi harus mengurus Zean adiknya yang tadi masih tidur. Kami duduk di teras semalam aku dan Bibi Lina mengobrol. Zean ada di pangkuan Lian sedang mengemut-ngemut ibu jarinya.

"Mau ikut ke ladang gak?" tanya Lian.

"Zean?"

"Ya sekalian dibawa masa ditinggal hehe."

Setelah mengambil gendongan untuk Zean kami pergi ke ladang. Aku tidak berencana mandi karena air pegunungan sangat dingin apalagi pagi hari. Nanti saja, aku akan mandi jika sudah niat.

Di perjalanan menuju ladang beberapa penduduk yang juga hendak ke ladang menyapaku dan Lian. Beginilah suasana hidup di pedesaan, semua orang ramah. Lian memperkenalkan aku sebagai saudaranya dari kota. Aku tersenyum dan balas menyapa.

Namun ada mata lain yang mencuri pandang. Merasa diperhatikan, mataku bertemu dengan mata lain milik seorang pemuda desa. Ketahuan mencuri pandan, dia langsung mengalihkan pandangan. Biar aku jelaskan, tubuhnya tegap dengan kulit kecoklatan sawo matang, wajahnya cukup tampan tapi tidak setampan David.

Aduh, kenapa aku terus memikirkan David?

Kami sampai di ladang sawi milik Paman Marseus. Mereka melambai-lambai dari kejauhan. Ladang sawi ini sangat luas. Beberapa petani sayur lain juga disini untuk membantu pemupukan. Aku dan Lian duduk di tegalan ladang di bawah pohon mangga tidak ikut bekerja dan hanya memperhatikan. Maksudnya kami punya tugas menjaga Zean.

Pemuda yang aku sebutkan tadi juga bekerja di ladang ini. Aku tau dan bisa merasakan dia sering menatapku disana. Sebagai omega, aku sudah terbiasa dengan semua ini. Tatapan terpesona, curi curi pandang penasaran, bahkan sampai meminta nomor telepon.

"Pemuda yang lagi ngeliatin kamu namanya Dimas, Mas Dimas," Lilian berbisik di sebelahku.

"Terus?"

"Terus? kelihatannya dia suka sama kamu," Lilian menyenggol bahuku, menggoda.

Aku tidak menggubris dan menengok ke atas di mana pohon mangga tempat kami berteduh, sudah berbuah masak. Besar dan ranum terlihat menggiurkan aku memutuskan memanjatnya. Lian akan mengambil mangga yang jatuh dari bawah sambil menggendong Zean.

Pohon mangga yang aku naiki terlihat subur memiliki batang besar dan tinggi dengan cabang yang terjulur ke kanan dan kiri. Aku sudah mengambil banyak buah yang menguning juga besar. Mangga itu rimbun seperti gerombolan anggur, sangat banyak. Aku akan melemparkannya ke bawah dan Lian akan menangkapnya, memasukkan ke dalam keranjang sawi.

Hampir dua jam aku diatas. Para petani ladang sedang beristirahat di tegalan menontonku seperti monyet. Tiba tiba entah bagaimana caranya batang mangga terasa licin dan pijakan kakiku goyah. Bibi Lian dan beberapa petani lain berseru seru. Aku terpeleset.

Mate: David and Arion (END)Where stories live. Discover now