40 - The Gift

4.5K 187 0
                                    

Benar yang pernah Agnia ucapkan, Cinta itu hanyalah suatu kelemahan dan aku tidak mau menjadi lemah.

Terbukti hanya Karna Agnia, air mata Ares terlihat. Mungkin pria itu lupa dengan kalimat sanggahannya sendiri. Justru sebaliknya, cinta itu sumber kekuatan, alasanmu untuk tetap hidup hingga sekarang.

Terlihat ada pergerakan jemari Agnia, kelopak mata dengan bulu lentik itupun terlihat terbuka. Dengan cepat Ares menjauh duduk di sofa samping ranjang. Ekspresi wajahnya berubah dingin.

Agnia begitu membuka matanya melihat makhluk tampan melebihi dewa yunani itu duduk dengan kaki menyilang, ekspresi wajahnya datar menatapnya. Darah Agnia berdesir takut melihat Ares berada dikamarnya.

"Apa yang kau lakukan dikamarku?" Agnia berusaha mendudukkan dirinya, tangannya memegang kepala karena masih terasa sakit.

Ares terlihat acuh. "Lord Czar yang menyuruhku. Dibawah pestanya masih berlangsung."

Agnia berdehem, Ares mendekatinya duduk di pinggir ranjang, mengambilkan gelas berisi air putih di nakas samping tempat tidur. Agnia menyambutnya, meminum air itu sedikit.

"Berapa banyak kau minum tadi?" Suara bariton itu terdengar rendah dan menusuk. Agnia tau maksud Ares minum alkohol.

"Tidak banyak. Biasanya juga aku sanggup."

Setelah meletakkan gelas di nakas, Ares berdiri. "Istirahatlah."

Namun saat Ares berbalik tangannya ditarik Agnia, hingga keseimbangannya goyah, hampir jatuh di atas tubuh wanita itu kalau saja Ares tak sempat menyangga dengan kedua tangannya.

Wajah keduanya Begitu dekat hingga bisa merasakan hembusan nafas mereka.

"Kau menggodaku hm?" Suara Ares bergetar, matanya menggelap.

Agnia tanpa sadar menggigit bibirnya. Ares menggeram melihat wajah menggemaskan istrinya.

"Aku-aku hanya ingin berterimakasih."

"Hm."

"Bisakah—"

Ucapan Agnia terhenti saat benda kenyal itu menyentuh bibirnya lembut, hanya sebentar menempel tidak lebih.

Agnia tersadar mendorong tubuh Ares. Pria itu pun menjauhkan dirinya dari Agnia, segera pergi dari kamar istrinya itu. Agnia memegang bibirnya, entah kenapa wanita itu malah tersenyum bukannya marah saat pria arogant itu mencium bibirnya tanpa izin.

Ares turun dari tangga langsung di hampiri Brian. "Setelah sekian lama akhirnya aku melihat senyummu lagi. Dapat jatah ya?" Brian terkekeh.

Ares tersadar langsung mengubah ekspresinya menjadi datar, menatap Brian dengan alis terangkat sebelah. Seperti mengatakan menurutmu?

Brian masih terkekeh, ia tau Ares tak bisa menyembunyikan bahagianya dibalik wajah datarnya. "Leo lihatlah iparmu tengah bahagia."

"Kau benar Brian, melihat Lord Evgene tersenyum sesuatu yang langka. Jangan-jangan—" Leo sengaja menggantung kalimatnya untuk memancing Ares.

"Jauhkan pikiran kotormu." Ares pergi menjauh karena tidak sanggup menahan senyumnya. Brian dan Leo terkekeh puas.

_________________________

Lobby kantor telah hening karena para karyawannya sibuk bekerja di tempatnya masing masing. Agnia tau ia terlambat karena tidak bisa tidur semalaman memikirkan ciuman dari pria bangsawan itu. Terlebih lagi sepertinya Feliks dan Cia sengaja tidak membangunkannya agar istirahat.

Sapaan beberapa karyawannya pun tak digubrisnya. Agnia sibuk melirik arloji dihiasi penuh berlian di pergelangan tangannya. Kemeja croptop dan rok setengah paha seperti biasa melekat ditubuhnya.

Emerald EyesOù les histoires vivent. Découvrez maintenant