36. maafkan kami

622 72 13
                                    

Mark menatap sendu pintu ruang ICU yang tak kunjung terbuka. Wajah pria itu sembab akibat terlalu banyak menangis.

Jeno dan Haechan benar.

Chansung dan Jihoon benar.

Mina benar.

Jaemin benar.

Mereka semua benar.

Kini anak sulung itu tengah digilis oleh penyesalan yang teramat dalam.

Serta ketakutan yang begitu hebat.

"Wah, wah kau sudah keluar? Apa teman teman pembunuhmu yang menebusmu?"

"Hyung, dengarlah-"

"AKU TIDAK MAU MENDENGAR APAPUN LAGI DARIMU! Dengar Renjun, hari ini kau bukan hanya keluar dari penjara, tapi kau juga sudah keluar dari anggota keluargaku! Kau bukan lagi adikku!"

"Maaf. Hyung jahat, ya?"

Matanya terpejam, membiarkan memori menyakitkan itu kembali terputar di kepalanya.

"Sesulit itukah aku mendapatkan kepercayaan kakakku? Sesulit itukah aku mendapatkan kepercayaan dari adik adikku? Aku harus bagaimana? Mengapa begitu sulit untukku mendapatkan kasih sayang kalian? Sebesar itukah dosaku? Sehingga, begitu sulit untukku mendapatkan kasih sayang dari kakak dan adik adikku sendiri? Mengapa?"

"Aku mohon, izinkan aku merasakan kembali kasih sayang kalian sebelum aku benar benar pergi. Tapi jika kalian tak berkenan maka setidaknya maafkan sedikit saja kesalahanku."

Setelah beberapa jam lamanya, pintu ruang ICU itu akhirnya terbuka, menampilkan sosok Jaemin dengan raut wajah lelah, sedih, takut, dan marah. Dokter muda itu menatap satu persatu orang yang sejak tadi menunggu di sana, lantas menarik kerah baju kakak sulungnya itu.

"PUAS??!"

"PUAS, HYUNG!"

"HYUNG-KU KOMA! KAU SENANG, KAN?"

"MENGAPA KAU DATANG?"

"PERGI, HYUNG! AKU TAK MEMBUTUHKAN-MU!"

"JANGAN DATANG LAGI! JANGAN PERNAH DATANG JIKA HANYA UNTUK MENAMBAH LUKA BARU!"

"Karena selama ini kami sudah cukup terluka."

"Tidak ada tempat kosong untuk luka baru."

"Maaf, Jaem. Hyung berengsek," lirih, Mark.

"Hyung gagal."

"Iya, hyung. Kau sangat gagal."

"KAU GAGAL, HYUNG!"

"Maaf. Hyung menyesal."

"Biarkan hyung memperbaiki semuanya, ya?"

Jaemin tertawa geli. "Benar kata Renjun hyung."

"Kau hanya akan datang untuk mengemis maaf, ketika ia sekarat."

"Setelah ia sembuh, kau akan menorehkan luka yang lebih parah lagi." Ucapan sang adik mampu membuat tubuh Mark luruh dilantai.

"Mana janjimu hyung? Mana janji yang kau ucapkan ketika aku sekarat? Mana janjimu yang kau ucapkan di depan jasad ayah, bunda? MANA JANJIMU, HYUNG?! HARUSKAH AKU SEKARAT TERLEBIH DAHULU, BARU KAU AKAN MEMPERCAYAIKU?! HARUSKAH AKU BENAR-BENAR MATI AGAR KALIAN MENDENGARKANKU?!"

"Jangan ambil hyung-ku."

"Jangan buat aku kehilangannya."

Tubuh Jaemin ikut merosot. Pemuda itu memukul pelan dada si sulung yang tengah menangis.

7 HariWhere stories live. Discover now