9. Maaf

691 73 1
                                    

Mark memasuki ruang rawat Renjun. Ia menghela nafas panjang sebelum melangkah masuk. Sungguh hatinya tertohok kala melihat sang adik terbaring lemah dengan selang selang dan beberapa kabel ditubuhnya. Ia mendekat lantas mengusap lembut kepala sang adik dengan penuh kasih sayang sedang tangan satunya menggenggam erat tangan Renjun yang bebas infus. Memori dimana ia pertama kali melihat sang adik kembali berputar di kepalanya.

"Ayah mana Dede nya? Mau lihat."

"Mark mau lihat?" Mark kecil mengangguk antusias.

"Ayo ikut ayah!" Ayah Mark lantas menggendong putra sulung nya memasuki sebuah ruangan bernuansa putih dengan seorang bayi yang baru lahir dengan beberapa alat serta selang selang ditubuh kecilnya. Anak itu masih nampak lemah.

"Itu adik Mark." Ucap sang ayah seraya menunjuk pada putranya yang baru saja menghirup udara di dunia fana ini. Mark tersenyum lantas mengusap lembut kepala sang adik.

"Hai! Ini aku Yung mu (hyung mu), cepat pulang ya nanti maen bakheng (bareng) Yung punya banyak mainan." Sang ayah terkekeh melihat perilaku putra sulung nya. Beberapa detik kemudian Mark mengerutkan keningnya.

"Ayah kok Dede nya ga bangun?"

"Mark adikmu sakit, makanya ia masih harus disini. Mark doain ya supaya semuanya baik baik saja. Oh ya nanti kalau Mark sudah besar jagain adiknya ya."

"Iya ayah. Dede cepet cembuh ya... Yung cayang Dede."

"Kau pasti kuat kan. Renjun~ah maaf, seharusnya hyung tidak menyalahkan mu karena, ini memang bukan salah mu. Bertahanlah. Hyung yakin kau kuat seperti waktu itu. Hiks Lihatlah sekarang siapa yang tidak berguna?" Mark menangis menyesali ucapannya tadi siang. Lantas dikecupnya kening sang adik.

"Hyung menyayangimu, bangunlah!
Hiks Ayo buka matamu."

"Hyuuung! Mengapa kau mencegah ku tadi?" Renjun memajukan bibirnya kesal karena sang kakak yang menggendong paksa tubuhnya menuju rumah agar tidak terjadi perkelahian antara ia dan temannya. Tentu saja karena Mark tau adiknya pasti kalah.

"Injun sudahlah ingat kata bunda, bunda tidak suka kita berkelahi. Yuk ambil ice cream di kulkas aja!"

"Iiih, tapi ia menghinamu hyung, harusnya sudah ku jambak rambut si dekil itu sampai rontok." Mark menyentil mulut sang adik, ia tak menyangka adik kecilnya se galak itu.

"Eh, adik hyung kok mulutnya gitu!"

"Maaf Renjun~ah. Kau harus baik baik saja hm." Mark  kembali mengecup kening sang adik sebelum keluar dari ruangan itu menuju ke tempat dimana ia bisa mengadukan keluh kesahnya pada Tuhan.

Haechan memasuki ruang rawat Renjun kala tubuh Mark menjauh dari sana.

Jujur saja hatinya benar-benar sakit melihat keadaan sang kakak. Ia tidak menyangka Tuhan mengabulkan ucapannya tadi siang.

"Argh... LEPAS! LEPASKAN AKU JAEMIN! KAU! INI SEMUA KARENA MU! HYUNG KU SEKARAT KARENA MU! DASAR PEMBAWA SIAL! PEMBUNUH! MENGAPA TIDAK KAU SAJA YANG BERADA DI POSISI JENO HYUNG SEKARANG! MENGAPA KAU TIDAK MATI SAJA! KAU!-" tubuh Haechan merosot, tangisnya juga semakin menjadi. "Kau... Aku membencimu. Tidak bahkan sangat sangat membencimu. Tidak Bahkan lebih besar dari yang kau bayangkan." Lanjutnya.

"Maafkan aku hyung. Kau pasti sangat terluka dengan ucapan ku. Bertahanlah meskipun-

Saat kau bangun nanti aku kembali berlaku kasar padamu." Tanpa sadar air matanya menetes. Haechan menangis.

7 HariOn viuen les histories. Descobreix ara