46

2.1K 46 12
                                    


Teruntuk Kale Widjaja,

Kale memandang langit malam yang kelabu akibat pendar bulan tertutup awan tanpa bintang. Perasaannya campur aduk.

Perasaan yang tidak seharusnya ia rasakan di malam pertama pernikahannya.

Kamu adalah pria pertama yang berhasil meruntuhkan dinding pertahanan yang telah aku buat susah payah. Kamu adalah pria pertama yang menjadi tempatku berpulang. Kamu juga adalah pria pertama yang berhasil membuat aku merasakan kebahagiaan nyata.

Sara menatap sendu tangannya yang digenggam oleh seseorang. Pria itu berjalan di depan, menuntunnya perlahan menuju sebuah kamar hotel di lantai tujuh.

Kamu adalah pemenang, Kaleandra. Dan selamanya akan begitu.

Tangan Kale meremas surat tersebut tanpa sadar. Matanya mengisyaratkan kesedihan tertahan.

"Kamu buat aku gila, Sara. Dan selamanya akan begitu."

Kamu datang disaat aku terpuruk. Menawarkan sebuah kebahagiaan sederhana. Menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang. Serta memberiku rasa aman.

"Kakak selalu di sini. Kita nenangin diri di dalam ya?" Adam mencium dahi Sara lalu membuka pintu kamar bertuliskan angka 719.

Mata wanita itu terpejam. Merasakan kasih sayang yang diberikan oleh pria itu. Rasanya berbeda. Akan tetapi, tetap menenangkan.

"Kakak sayang sama kamu." Pria itu membawa Sara masuk lalu mengunci pintu kamar ujung lorong.

Terima kasih. Karena kamu telah berjuang keras untuk mempertahankan pernikahan kita yang singkat. Kamu berjuang terlalu keras. Dan sudah seharusnya kamu beristirahat. Mengistrirahatkan semuanya.

"Kale." Suara lembut seseorang memanggil namanya.

Lantas, ia memasukkan surat tersebut ke saku celananya.

Sebuah tangan menggenggam tangannya yang bertumpu pada dinding balkon. Pria itu pun menatap genggaman tangan mereka.

Lalu keduanya memandangi pemandangan malam sendu bersama.

Kini, kita berdua melangkah ke arah yang berbeda. Aku dengan ambisiku. Dan kamu dengan impian keluarga kecilmu.

"Terima kasih, karena kamu mau terima aku apa adanya." Ungkap Anne dengan mata berkaca-kaca tanpa melihat netra Kale yang kini menatapnya.

"Maaf, aku bukan wanita sempurna. Aku gak akan bisa kasih kamu anak." Tangisnya pecah.

"Itu bukan suatu masalah, Anne." Kale membawanya ke dalam sebuah pelukan hangat. Hatinya mencoba tegar walau rasa sesak itu tetaplah ada.

Seperti yang aku bilang sebelumnya, pernikahan kita adalah anugerah Tuhan yang membahagiakan.

"Aku bahagia. Hidup berdua sama kamu udah cukup bagi aku." Bisiknya menenangkan. Membuat Anne semakin tersedu-sedu.

Satu fakta pahit yang harus ditelan oleh keduanya.

Aku bersyukur untuk itu.

"Sara, kamu udah di kamar mandi satu jam loh." Adam mengetuk pintu kamar mandi. Membuat yang di dalam kembali menatap pantulan diri di cermin.

Ia terlihat menyedihkan.

"Bagi rasa sedih kamu sama Kakak." Pria itu terdengar khawatir. "Ayo, Sara, keluar ya?"

Aku minta maaf. Untuk semuanya. Maaf, karena aku, kamu merasakan patah hati. Maaf, karena aku, kamu harus menunggu lama hanya untuk sebuah penolakan. Maaf, karena aku, kamu meragukan eksistensi cinta yang sebenarnya ada.

Something, We Called It LoveWhere stories live. Discover now