11

739 64 15
                                    

"Ai, mingkem dong." Laura berkata kemudian diakhiri dengan suara cekikikan. Sara yang melihat kondisi Ai pun ikut tertawa bersama Laura.

"Gitu banget sih lihatnya." Kale yang sekarang telah duduk di tempatnya semula menyadarkan Ai.

"Apasih lo!"

Ketiga teman Kale ikut duduk di sofa yang kosong.

"Eh, istrinya Kale yang mana?" Tunjuknya kepada ketiga wanita di depannya itu.

"Ini loh bang." Kale menggenggam tangan Sara yang duduk di sofa sebelahnya. Sedangkan istrinya hanya tersenyum ramah.

"Oh, kenalin gue Mark. Sorry kemaren gak dateng ke nikahan kalian." Pria itu mengulurkan tangannya lalu dibalas oleh Sara."

"Sara. That's okay."

"Kakak ipar masih inget gue kan." Tanya laki-laki dengan kulit lebih gelap.

"Abian kan kalau satunya Marcell?"

Yang disebut namanya hanya tersenyum antusias. Senang karena masih diingat oleh istri Kale yang cantik.

"Eh iya, kenalin ini temennya istri. Yang rambutnya panjang itu Laura, kalau yang satunya—"

Belum sempat Kale menyelesaikan kalimatnya, Ai sudah memotong duluan.

"Kenalin Adelaine, panggil aja Ai." Ujarnya semangat. Sedangkan Kale hanya tertawa renyah.

Ketiga teman Kale pun saling berkenalan dengan teman Sara.

Mereka semua menghabiskan waktu dengan menonton film lalu Kale dan temannya bermain game online serta membahas berbagai hal karena cukup lama tidak bertemu seperti ini. Selama itu pula, Ai tidak mengalihkan pandangannya dari Abian. Menurutnya, pria itu sangat menarik dan supel. Cocok dengan dirinya.

Sampai jam makan siang, lebih tepatnya pukul dua belas, mereka menghentikan aktivitas mereka sejenak.

"Ini makan siangnya mau gimana? Sara gak masak sih. Pesen online aja ya?" Kale berkata pada seluruh orang yang berada disana. Semuanya pun mengangguk setuju atas usulan pria itu.

Kemudian Kale mengambil ponselnya dan membuka aplikasi pesan antar.

"Mau makan apanih?"

"Yang enak buat dimakan bareng?"

"Ya terus apa? Tumpengan?" Abian menimpali ucapan Mark.

"Ya gak tumpeng juga." Marcell memukul pelan bahu Abian.

"Ayam bakar gimana?" Laura memberikan saran.

"Eh boleh tuh. Setuju gue mah." Mark menyahut.

"Boleh juga. Ayam bakar aja deh." Lalu disetujui dengan yang lain.

"Oke ayam bakar ya. Minumnya apaan?"

"Lo kan ada teh dingin." Ai memberi saran juga.

"Itu aja berarti. Okelah." Tangannya bergerak mencari ayam bakar favoritnya lalu membuat pesanan.

"Eh gue keluar dulu ya bentar." Abian bangkit dari duduknya.

"Kemana?" Ai menjadi yang paling penasaran.

"Mau ibadah dia, udah waktunya gak sih?" Tanya Marcell memastikan. Pria berkulit lebih gelap itu mengangguk.

"Eh gue ada tau masjid deket sini. Lo masuk aja terus. Nanti diujung gang ada masjid agak gedean." Tuntun Kale.

"Oke makasih, gua pergi bentar ya." Abian berjalan menjauh.

Selain menjadi yang paling penasaran, Ai juga menjadi yang paling terkejut. Lantaran pria yang ia sukai kurang dari tiga jam lalu ternyata berbeda keyakinan dengannya. Wanita itu kemudian diam mematung dengan pandangan kosong.

Something, We Called It LoveWhere stories live. Discover now