29

427 41 0
                                    

Content warning//slightly mature—be wise!

"Kale!" Sara berteriak sembari berlari kecil menghampiri suaminya yang berdiri di depan mobil. Hatinya tidak karuan. Selepas mengerjakan soal, otaknya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Dan ia butuh Kale.

Secara spontan, Sara memeluk leher pria itu dan bersembunyi di ceruk lehernya, walaupun ia harus sedikit berjinjit. Membuat mereka menjadi pusat perhatian akibat berpelukan di tempat umum. Tetapi keduanya tidak peduli dan saling memeluk satu sama lain.

"Gimana sayang?" Kale mencium bahu Sang Istri.

"Aku takut."

"Itu wajar. Aku udah bilang kan?" Dapat ia rasakan Sara mengangguk kecil. "Berdoa, semoga hasilnya yang terbaik."

Sesaat kemudian, Sara melepaskan pelukannya dan menatap mata hitam itu lalu tersenyum manis. "Makasih. Kamu selalu dukung aku."

"Tugas aku sebagai suami itu." Tangannya mengelus kepala Sara. "Ayo masuk mobil aja, dilihatin orang tahu." Ia lalu membukakan pintu mobil yang menjadi tempat sandarannya sedari tadi untuk Sara. Lalu ia menyusul di bangku kemudi.

"Mana hadiah aku?" Tangannya mengadah di hadapan Kale ketika mereka telah memposisikan diri di dalam mobil. Pria itu pun menoleh dan terkekeh.

"Kamu mau hadiah-nya sekarang? Yakin?" Seringai tercetak di bibirnya.

Sara mengangguk antusias, penasaran dengan hadiah yang dimaksud Kale. Tetapi, tanpa diberitahu pun Sara paham dan ber-negative thinking. Ia hanya menggodanya saja. Sedangkan pandangan pria itu kini mulai fokus pada jalanan.

"Nanti malam, tunggu aja. Kita nginep lagi ya satu hari di sini. Besok libur juga kan."

Sara hanya mengangguk, bermaksud mengiyakan keputusan suaminya.

"Oh iya, tadi Bunda sama Mami nelpon. Nitip salam buat kamu."

"Bilangin, titip salam balik." Ucapnya singkat.

"Iya sayang. Kamu gak mau ngabarin Mami emangnya?"

"Aku—gak tau." Matanya menatap pemandangan luar.

Mami.

Satu kata itu sukses membuat Sara kembali mengingat malam dimana ia dan Kale dimarahi habis-habisan. Bahkan Sara berdebat panas dengan Grace. Paginya, semua masalah diselesaikan dengan kepala dingin. Orang tua Sara akhirnya setuju dan mengizinkan wanita itu untuk mengejar impiannya. Jangan lupakan suasana canggung yang terbentuk akibat pertengkaran hebat ibu dan anak itu.

Entahlah, apa yang Sara rasakan saat ini. Haruskah ia senang? Karena dapat mengejar impiannya. Tetapi melihat pertengkaran sebulan lalu dengan orang tuanya, membuat hatinya sakit. Semua perjodohan konyol ini hanya karena masalah keturunan? Ia tidak habis pikir. Daripada senang, amarah jauh lebih mendominasi perasaannya saat ini. Dan semakin membuatnya ingin segera meninggalkan semuanya.

***

Sesuai janji Kaleandra Widjaja, kini kedua suami itri tersebut tengah duduk di salah satu restoran yang menyuguhkan pemandangan malam kota dari ketinggian yang berjarak sekitar tiga puluh menit dari hotel mereka. Dan tengah menikmati makan malam berdua. Hitung-hitung, mereka jarang makan malam romantis seperti ini.

Selesai menikmati dessert, Kale mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna navy blue lalu membukanya. Terlihat disana terdapat kalung sederhana dengan ornamen bintang sebagai mata kalung itu sendiri. Simple and elegant. Menggambarkan Sara dimata Kale.

Something, We Called It LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang