33

429 37 1
                                    

"Minggu depan ke Bandung yuk sayang." Kale membaringkan kepalanya di atas paha Sara yang tengah sibuk menonton sembari sesekali menyuapi popcorn karamel.

Merasa tidak ditanggapi oleh Sara, Kale menatap istrinya itu dari bawah. "Sayang." Panggilnya lembut. "Gak mau ya?"

Secara tiba-tiba, Sara mengarahkan sebutir popcorn ke mulut Kale yang langsung diterima oleh pria itu. "Nanti kita bahas lagi. Pengen fokus nonton dulu." Kale pun kemudian mengangguk paham dan memilih untuk ikut menonton film yang tengah diputar.

"Jadi gimana?" Kale bangkit dari posisi berbaringnya lalu menatap Sara. "Ke Bandung ya minggu depan." Ucapnya antusias.

"Aku males banget Kale." Rengeknya mengundang rangkulan hangat pada pundaknya.

"Tapi kita harus ke Bandung. Kamu belum dapet kos-an loh. Kalau mepet nanti udah pada penuh. Kamu kalau diajakin, selalu gak mau jawabannya." Sara pun menyengir mendengar keluh kesah suaminya.

"Ya habisnya mager."

Sebenarnya ada alasan dibalik itu. Ia ingin Bandung menjadi lembaran barunya nanti. Tanpa ada campur tangan dari siapapun, termasuk Kale. Sara juga tidak ingin Kale mengetahui tempat tinggalnya di Bandung kelak.

"Kamu tuh ya." Gemasnya. Lalu diciuminya seluruh wajah Sara. "Terus mau kapan nyari kosnya?"

"Aku cari sendiri aja."

"Gak bisa gitu sayang." Kale memberi pengertian. "Aku suami kamu, jadi aku harus tahu apapun tentang kamu. Masa iya aku biarin istri aku cari tempat tinggal sendiri? Mana tanggung jawab aku kalau gitu."

Sara pun menghela napas berat. Tangannya ia mainkan bersama dengan tangan Kale yang menganggur. Kalau begini, pasti akan susah. Ia harus menemukan cara lain.

"Ya—aku cari sendiri, nanti aku bakalan minta pendapat kamu kok."

"Kamu nyarinya gimana? Ke Bandung sendiri? Aku gak izinin kalau gitu. Aku harus ikut."

"Gak kok. Aku nanya-nanya aja ke temennya Kak Jusuf. Kan kemarin dia ngenalin aku ke temennya. Namanya Kak Sofia."

"Oh yaudah kalau gitu. Se kos aja sama Sofia itu." Kale memberi saran.

"Nanti deh aku tanyain lagi."

"Oke. Nanti jadi ke rumah Bunda?"

"Jadi. Eh—" Sara menegakkan tubuhnya, membuat rangkulan Kale terlepas. Lalu wanita itu menghadap Kale dengan raut terkejut.

"Kenapa sayang?" Kale ikut panik.

"Aku lupa kalau mau bikin brownies buat Bunda."

"Beli aja nanti." Kale menghela napas. Ia kira ada masalah serius, ternyata tidak.

"Gak mau." Sara kekeuh lalu bangkit dan berjalan menuju dapur. Pergerakannya diikuti oleh Kale.

"Aku mau bantu."

***

"Menantu Bunda paling cantik akhirnya dateng juga." Kartika merentangkan tangannya bermaksud memeluk Sara. Kemudian keduanya berpelukan. "Selamat ya! Keterima di Bandung."

"Makasih Bunda." Ucapnya sungkan.

"Ini juga, anak Bunda yang paling ganteng jarang ngasih kabar bundanya." Kartika beralih memeluk Kale yang terkekeh kecil mendengar celotehnya.

"Gimana kabarnya Bun?" Tanya Kale setelah mencium pipinya.

"Ya—gini-gini aja. Bunda sehat. Ayah juga sehat." Tangannya menepuk lengan anak dan menantunya. "Ayo masuk. Ayah masih kerja. Naik ke kamar Kale dulu aja."

Something, We Called It LoveWhere stories live. Discover now