7

919 71 18
                                    

"Gimana hari ini?" Kale membuka obrolan antara dirinya dan Sara setelah makan malam. Posisinya kini duduk bersandar di kaki sofa sedangkan istrinya itu berada di atas.

"Good." Wanita itu tengah berselancar di media sosialnya.

"Udah punya temen baru ya?"

"Iya."

"Are they good?"

"Mungkin."

Kale ber-oh ria.

"Kamu gak mau nanyain aku?" Kale menatap Sara dengan wajah memelas.

"Buat apa?"

"Barangkali kamu penasaran sama suami kamu."

Sara berdecih, "Sorry, gak dulu."

Kale seketika menjadi dongkol. Istrinya ini benar-benar menguji kesabaran. Akhirnya, Ia hanya bisa menghela napas.

All of suddens, Kale remembers about the black notebook lied on his laptop this morning, he saw it right before they went to college.

Merasa penasaran, akhirnya Kale memberanikan diri untuk bertanya. "Notebook hitam di atas laptop aku, punya siapa?"

Sara memberhentikan jarinya untuk scrolling down on her twitter. Ia malu. Takut Kale menggodanya karena tiba-tiba memberi hadiah.

"Punya kamu."

"Aku gak ngerasa punya notebook git—"

"Dari aku."

"Apa?" Kale terkejut kemudian ia bergerak duduk di samping istrinya. "Beneren nih?" Saat ini, perasaannya tidak dapat digambarkan oleh kata-kata. Sara benar-benar tidak bisa ditebak.

"Gak suka?"

Duh, kok jadi malu gini sih, batin Sara.

"Sukalah, orang hadiah dari istri. Masa gak suka." Kale tersenyum manis. Sedangkan Sara mencoba untuk tidak menoleh ke arah suaminya. Jantungnya mendadak berdegup kencang.

"Makasih ya."

"Ya."

"Aku peluk boleh?" Izin Kale ragu-ragu. Jantung Sara semakin berdebar.

"Kenapa?"

"Kenapa?" Beo Kale.

"Ya, kenapa kok mau peluk?"

"Pengen aja. Boleh atau gak nih?" Tanyanya tidak sabaran.

"Gak."

Hancur sudah. Hancur semua ekspektasi Kale. Padahal, ia sangat ingin memeluk erat istrinya ini. Terlanjur gemas.

Ini Sara kok gini banget jadi istri, ngeselin ya Tuhan. Jeritnya dalam hati.

Kepalang tanggung, walaupun sudah ditolak, Kale tetap memeluk Sara erat. Sedangkan yang dipeluk hanya diam tak berkutik mendengarkan debaran jantung suaminya. Ingin rasanya Sara memberontak, tetapi suara jantung Kale membuatnya merasakan hal aneh. Ia ingin tertawa, menurutnya hal ini lucu. Padahal jantungnya sendiri juga tengah berdegup kencang.

"Lepas."

Seolah tidak mendengar, Kale tetap memeluk Sara bahkan semakin mengeratkan pelukannya.

Something, We Called It LoveWhere stories live. Discover now