"Maafin Kakak udah jahat sama kamu. Maafin Kakak udah membentak kamu waktu itu." Sonya benar-benar merasa bersalah. Selama ini ia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian Hana.

"Bukan salah Kakak aku pergi," cicit Hana semakin terisak.

Selagi mereka menumpahkan rasa rindu, Jevano hanya berdiri memperhatikan mereka sambil mengucap rasa syukur. Akhirnya keluarga ini kembali bersatu setelah melewati banyak sekali cobaan.

"Daddy-----" Tapi tiba-tiba saja atensinya teralihkan saat tangannya ditarik-tarik oleh Jena, yang sedang berdiri di sampingnya.

"Apa, Sayang?" tanya Jevano berjongkok, menatap anaknya itu penuh cinta.

"Rambut Jena rapi, nggak? Jena keliatan cantik, nggak?" Anak itu bertanya, sambil menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Matanya mengerjap centil, senyumnya merekah semanis mungkin.

Jevano terkekeh, membantu merapikan rambut Jena yang berwarna pirang. "Cantik banget."

"Makathih, Daddy," cicit Jena nyengir. Dari tadi jantungnya berdebar-debar. Tidak pernah sekali pun Jena melihat pria-pria tampan sebanyak ini. Sepertinya Jena tidak menyesal untuk datang ke rumah ini.

Dari tadi Juan terus memperhatikan Hana, sampai perhatiannya teralihkan pada sesosok anak kecil yang dari tadi sedang menatapnya lekat. Akhirnya ia berjalan, menghampiri anak itu.

"Hi, cantik." Suara bariton Juan menyapa Jena. Juan langsung berjongkok agar tinggi mereka sejajar, lalu menjulurkan tangannya untuk berkenalan.

"Hi," balas Jena malu-malu karena melihat senyum Juan yang sangat manis.

"Ya ampun cantik banget anak Papi." Juan menciumi punggung tangan Jena dengan lembut.

Jena benar-benar tersipu, ia langsung menyembunyikan wajahnya di pelukan Jevano kerena malu.

"Kenapa sembunyi gini?" tanya Jevano, mengelus kepala anaknya.

"Malu, om-nya ganteng banget," cicit Jena, sangat pelan tapi masih terdengar oleh Juan. Juan dan Jevano tertawa, merasa gemas dengan tingkah malu-malu Jena.

"Ya ampun, Sayang, ini beneran kamu," suara heboh Revan menginterupsi mereka. Pria itu baru saja bangun tidur, ia langsung berlari ke arah Hana. Memeluk tubuh adiknya dengan sangat erat.

"Apa kabar, Kak, kangen banget," gumam Hana membalas pelukan Revan.

"Baik-baik aja, Sayang, kamu apa kabar?" Revan melerai pelukannya, mengusap wajah Hana dengan lembut.

"Loh, kenapa badan Kakak panas kaya gini?" Tiba-tiba saja Hana merasa khawatir saat merasakan suhu tubuh Revan lebih tinggi darinya.

"Dari kemarin Kakak demam," gumam Revan, masih betah mengelusi wajah Hana.

"Kok Dokter bisa sakit, sih," seru Hana, berdecak.

"Dokter juga manusia Sayang." Revan kembali membawa Hana ke dalam pelukannya. Akhirnya ia bisa merasakan lagi kehangatan ini. Adiknya yang sangat ia rindukan kini kembali pulang.

Sementara itu Juan terus saja menggoda Jena, sampai anak itu tidak bisa berkutik. "Ya ampun gemas banget, sumpah," seru Juan greget sendiri.

"Eh ini siapa ya, kenalan dong," seru Harsa, mendekati Jena yang masih bersembunyi di pelukan Jevano.

Anak itu berbalik lalu tersenyum ke arah Harsa. "Hi, nama aku Lee Jena."

"Waduh, pake bahasa Inggris uy. Nggak bisa bahasa Korea?" tanya Harsa melongo.

"Engga," sahut Jevano menggeleng.

"Oh gitu. Nggak apa-apa deh, ntar gue ajarin," balas Harsa terkekeh. "Gemes banget. Gila anak gue kenapa cantik gini sih?" Harsa mencubiti pipi Jena.

CHEATING [ END ]Where stories live. Discover now