31

939 114 9
                                    

"Apa makna rumah jika tanpa adanya tawa, apa makna rumah jika tanpa keluarga."

_Raka Derana Kanagara_














Happy Reading




***

Canda tawa menggema ditengah kebersamaan dua keluarga yang mungkin tidak biasa terjadi.

Perceraian yang biasanya berakhir seperti orang asing justru tidak bagi dua keluarga ini, mereka terlihat sangat dekat bahkan seperti perpaduan yang selaras. Mengingat dibalik penyebab perpisahan sepasang suami istri seperti bukan hal besar. 

Mereka tengah berkumpul di satu rumah megah, dekorasi yang terlihat begitu indah. Tujuannya adalah untuk bertemu 'dia' yang telah lama tidak saling bertegur sapa, serta membawa sebuah berita yang baik mungkin, hanya untuk mereka.

"Kok Raka belum pulang juga ya?" kata wanita dengan pakaian berwarna ungu.

"Mungkin Raka lagi di jalan bund" sahut Riko menenangkan Mila.

"Tapi ini udah malem dia masih belum pulang juga, bunda takut dia kenapa-napa" jujur Mila merasakan kekhawatiran.

Bukan sebentar menanti melainkan sudah berjam-jam lamanya. Setelah perayaan anniversary yayasan berakhir kedua belah keluarga itu memutuskan pergi menemui seorang yang mereka rindu, mungkin.

Tapi sayang lama menunggu 'dia' tak kunjung pulang.

"Permisi Tuan, nyonya. Saya izin pulang soalnya anak saya lagi sakit" izin seorang wanita datang menghampiri majikannya.

"Oh iya bik, bibik pulang saja lagipula ini sudah larut" Fahri memberi izin.

Setelah mengucapkan terimakasih bik Sari berlalu, namun panggilan dari seorang wanita yang diketahui istri dari Fahri menghentikan langkahnya.

"Bik Sari, apa Raka pulang malam ini atau menginap di rumah temannya?" tanya Dela.

Siapa tau ART tersebut mengetahui sesuatu.

"Den Raka tadi menghubungi saya nyah, katanya ia akan pulang larut malam karena ia sedang di rumah non Aruna saat ini" sopan bik Sari.

"Ya sudah terimakasih bik" Dela mengucap terimakasih.



***

Bintang bertabur menghiasi gelapnya hari, sinar rembulan tamaram sayu meredup. Tenang hening terkesan sunyi tanpa kehidupannya.

Bangunan tinggi yang dahulu menjadi 'home' tempat paling digemari kini hanya berupa 'house' sekedar bangunan tempat berteduh.

Dibawah atap yang sekiranya selalu sepi sejak beberapa tahun silam terkesan sudah biasa bagi seorang remaja laki-laki yang tengah mendudukkan diri di atas sofa panjang di ruang tengah.

Tanpa pencahayaan yang terang-benderang ia meraih sebatang tembakau yang ia konsumsi tiap hari, hanya di dalam rumah tidak jika diluar.

Jam setengah dua pagi bukanlah waktu yang wajar bagi orang seusianya baru pulang sejak dari pagi buta meninggalkan pekarangan rumah.

Ketika ada orang bertanya

"Lo gak pulang Rak?" maka ia hanya menjawab.

"Entaran aja lah gue masih nyaman di luar"

Terkesan biasa tapi sangat bermakna. Terkadang ia berpikir ketika orang mengatakan 'pulang kerumah' rumah mana yang mereka maksudkan, karena faktanya rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang telah hancur ketika usianya duabelas tahun, menyisakan bangunan penuh duka diantara kepedihan.

I'm Just Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang