01- AWAL DARI SEBUAH KISAH

2K 319 92
                                    

Aku sudah berkawan dengan air mata, bersahabat dengan luka, Beradaptasi dengan suasana hati, Dan berdamai dengan diriku sendiri”

Revanza Arfandy Bratadikara

Dinginnya angin malam menerpa tubuh Revan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinginnya angin malam menerpa tubuh Revan. Sejak tadi, laki-laki itu hanya diam di atas balkon kamarnya hanya dengan menggunakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana pendek selutut berwarna coklat tanpa merasa kedinginan sedikitpun.

Malam yang sunyi seperti ini sangat cocok rasanya untuk menenangkan pikirannya yang terasa berat.

Malam ini atau mungkin beberapa hari kedepan dia bisa merasa lega karena Papahnya sedang ada urusan bisnis di Jerman. Sedangkan Bara? Saudara tirinya itu selalu saja pergi saat mengetahui bahwa Fero—ayah mereka berdua pergi keluar negeri. Jika ayah mereka berada dirumah, Bara pasti akan bersandiwara seakan-akan dia anak rumahan yang selalu belajar. Bermuka dua sekali bukan?

“Kenapa kehidupan gue gini amat ya? Disiksa bokap sendiri, di banding-bandingin sama anak tiri, udah gitu nggak dianggap lagi, haha miris banget.” Revan terkekeh saat mengatakan hal bodoh itu.

“Dunia serasa nggak adil banget biarin gue ngerasa sakit sendiri. Kenapa bukan orang lain yang ngerasain sakit? Kenapa harus gue?” monolog Revan.

Revan menarik nafasnya panjang. “Hoki gue Minggu ini udah kepake nih. Beruntung banget mereka nggak ada dirumah. Kenapa nggak seterusnya aja ya mereka pergi dari sini? Biar tenang hidup gue.”

* * *

Dua orang remaja berbeda jenis kelamin itu berjalan beriringan menuju ke tempat duduk untuk beristirahat sejenak. Masing-masing dari mereka berjalan dengan membawa sebuah koper besar yang diseret mengikuti kemana mereka melangkahkan kaki.

“Ya ampun, capek banget gue. Bawa koper segede gaban, mana nggak ada yang bantuin lagi,” sindir Salsa seraya melirik sekilas ke arah Saga. Sedangkan yang disindir hanya diam tak merespon apapun.

“Seharusnya laki-laki itu meringankan beban wanita, lah ini? Boro-boro,” lanjutnya.

Saga yang merasa tersindir itupun langsung melirik Salsa. Ia memperhatikan wajah Salsa yang terlihat sangat kelelahan itu. Saga merebut koper Salsa dan menyeretnya bersamaan dengan koper miliknya. Jadilah dia membawa dua koper sekaligus. “Gue bawain koper lo.”

“Nah! Dari tadi kek. Gue 'kan udah capek banget bawa itu koper.” Salsa menggerak-gerakkan tangannya supaya tidak terasa pegal-pegal lagi.

“lo pikir gue nggak capek bawa-bawa koper?” Saga menaikkan sebelah alisnya.

REVANZA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang