Chapter 29: Penyatuan Hati

39 0 0
                                    

#Hai readers... cerita ini udah mau sampai akhir, nih. Mohon dukungan yaa. Jangan lupa vote yang banyak!. Follow juga akunku, akan segera ada cerita baru dariku. Happy reading :)

Cerita sedikit tentang cincin tanda cinta Bayu buat Dhiya.

Seminggu lagi Bayu akan segera menginjakkan kaki di tanah air. Langkahnya meninggalkan stasiun trem mantap. Hari ini Bayu berniat membelikan cincin untuk Dhiya. Bayu sengaja cuti kerja hari ini dan benar-benar ingin menghabiskan waktunya di area perbelanjaan Beethovenstraat di pusat kota Amsterdam.

Setelah mendapatkan cincin yang diinginkan, Bayu melangkah lagi menuju stasiun trem tak jauh dari ujung jalan pusat perbelanjaan Beethovenstraat. Kali ini dia menuju P.C. Hoofstraat dan berbelanja pakaian untuk ibunda dan ayahnya.

Cincin yang kini melingkar di jari manis Dhiya adalah hasil berburu Bayu seharian di Amsterdam. Tak sia-sia, gadis itu begitu terpesona dengan kilauan mata cincin dan bentuk ukiran cincin itu. Bayu senang gadis itu menyukai pilihannya yang tentunya karena Bayu sudah tahu benar selera si gadis.

Kembali ke keluarga Bayu, apa yang sudah dilakukan Bayu untuk membuat ibunda tercinta menerima Dhiya?

Setibanya dari Amsterdam, Bayu langsung menemui ibunda dan ayahnya. Sebagai anak berbakti tentunya sowan yang utama adalah ke rumah orang tua. Tak mungkin Bayu mendahulukan kunjungan ke rumah Dhiya.

"Anakku akhirnya pulang juga."sambut Bu Kirana, ibunda Bayu. Wajahnya berseri dan tampak setitik air mata haru menyaksikan putranya saat ini ada di hadapannya.

2 tahun lalu Bayu memutuskan sepihak akan tinggal di Amsterdam dan membuat sang ibunda marah dan merajuk. Beliau sangat ingin Bayu segera Kembali ke Indonesia dan menerima perjodohan dengan putri sepupunya yang bernama Kania.

Bayu tahu pasti rencana-rencana ibundanya ini, sehingga dengan berani, bahkan cenderung nekad menetap di negeri yang jauh itu. Bayu rela bersusah payah, hidup pas-pasan demi bisa menyelamatkan cintanya untuk Dhiya.

Selama setahun pertama karena kemarahan ibunda atas keputusan Bayu, semua dukungan materi dihentikan. Untunglah Bayu tak perlu sampai mengemis, karena pekerjaan yang didapatnya memberikan penghasilan lumayan dan sangat cukup untuk menghidupinya di negeri kincir angin itu.

Setahun berikutnya, sang ibunda tak tega dan sangat mengkhawatirkan nasib anaknya di rantau. Ibu mana yang tega menelantarkan anaknya?

Alhasil, dukungan materi untuk Bayu dari ibunda dan ayahnya kembali mengalir ke rekeningnya. Bayu sebenarnya pernah ingin menolak pemberian orang tuanya dengan alasan bahwa sekarang dia sudah ada penghasilan sendiri. Namun karena Bayu tak ingin merusak suasana hati ibundanya yang baru saja membaik, maka semua kiriman uang dari orang tuanya disimpan dengan baik dan tak disentuhnya. Hitung-hitung sebagai tabungan persiapan saat melamar Dhiya nanti.

"Aku pulang Bunda."kata Bayu dan mencium punggung tangan Wanita yang sangat dihormatinya itu. Bu Kirana masih keturunan keraton Jogja. Beliau menikah dengan orang biasa bernama Kasman. Pak Kasman adalah pengusaha ekspor impor sukses di kota Jakarta. Beliau yang berusia 28 tahun melamar Bu Kirana saat masih berusia 20 tahun.

Keluarga Bu Kirana melihat kesungguhan seorang Kasman dan memutuskan merestui mereka berdua untuk menikah.

"Nak, kamu sehat kan? Kalo disini kamu harus sehat terus, lihat nih, badan kurus gini."Bu Kirana memegang bahu Bayu.

"Aku ga kurus, Bunda. Aku nge-gym tiap hari dan sekarang berotot."jawab Bayu dan memamerkan otot di lengannya. Bu Kirana hanya tertawa.

"Iya, iya... anak laki memang gagah kalo berotot."jawab Bu Kirana.

Dua Puluh Empat [END]Where stories live. Discover now