Chapter 5: Temanku yang Baik

52 0 0
                                    

"Dhiya, kamu punya pacar?", tiba-tiba Windu bertanya.

Windu Kentjana, namanya. Dia sahabatku sejak dulu, kami satu sekolah waktu SMA. Jauh sebelum aku dititipkan sekolah di Jogja, aku sudah bersahabat dengannya, tepatnya saat usia SD. Aku sering menghabiskan liburan sekolahku di rumah Simbah. Setiap hari pula aku bermain bersama Windu.

"Apaan sih?", jawabku risih. Windu tertawa jail.

"Kan kemaren tuh aku liat ada cowok ngapel ke rumahmu. Eh, malah hanya cowok itu terus deh yang selalu dateng."komentarnya sok tahu.

"Bukan. Itu temen."jawabku tegas, karena aku tahu yang dimaksud Windu adalah Reza.

"Payah nih. Cakep loh"."katanya dengan bibir mengerucut.

"Kamu suka? Aku kenalin deh. Namanya.."

"Stop!"potong Windu.

Aku tertawa melihat tingkahnya.

"Ini topiknya kamu, bukan aku."protes Windu. Windu sudah ada gandengan, Yoga namanya. Dan yang membuatku kagum, Windu dan Yoga tuh LDR hampir selama 2 tahunan ini.

"Ga ada, Winduku Sayang... Belum mau punya pacar."jawabku sambil kutowel pipinya. Windu melengos.

"Inget loh pesennya Bulik Sum. Harus nikah umur 24."katanya serius.

Aku jadi malas ngomong jika topiknya ini. Kuhela napasku.

"Ih, kenapa bawa-bawa Bulik Sum sih. Ya biar aja lah semua anak-anaknya nikah sebelum 24 tahun. Kan orang tuh hidup masing-masing."jawabku dengan nada diseret.

"Iya iya... aku paham kok. Maksudku, apa kamu yakin ga ada rasa suka sama cowok itu?"kejarnya. Kutatap matanya lekat-lekat. Lalu kujawab,

"enggak!".

Windu tertawa lepas.

"Ih, kamu lagi ngobrol ma siapa sih? Dari tadi handphone dipelototin mulu."protesnya setelah lelah tertawa.

"ini Mas Danar..."mulutku terhenti oleh tatapan Windu yang bikin tak enak hati.

"wuih ada tokoh lain rupanya"sergahnya tanpa ampun.

"Tukang reparasi perabot antik"jawabku cepat.

Bibir Windu membentuk bulatan dan seperti nyanyian basi terdengar suara "oooo...."

Siang itu memang aku mampir ke rumah Windu setelah dari rumah Mas Danar, aku harus mengembalikan beberapa buku novel yang kupinjam tanpa sempat kubaca. Semua novel itu kupinjam dari Windu sejak 3 tahun lalu. Ha ha ha... memang lama pinjamnya keterlaluan, mungkin kalau aku lupa sudah jadi milik bukan lagi pinjaman.

"Tiba-tiba kenal tukang mebel antik?" selidik Windu. Kuhela napas pelan.

"Kasian Simbah... Meja makan rubuh kemarin, mana tega aku ga nyariin tukang biar meja Simbah berdiri lagi" jawabku dan Windu kembali membulatkan bibirnya.

"ya deh... semoga lancar ya. Kasian Kamu." lanjut Windu

"Kok aku yang kasian?"tanyaku tak mengerti.

"iya lah...pokoknya cepetan dapat cowok ya. Aku beneran doain nih." jawabnya polos.

"Apa nih? Bujukan baru?"kataku terbahak-bahak.

"Jangan lupa lanjutan critanya ya... apdetan tiap hari!" pesannya serius. Aku tak bisa menjawab apapun kecuali kembali terbahak-bahak.

Tak ada bayangan masalah percintaan di benakku saat ini. Segala perhatian habis kucurahkan untuk karya-karya arsitekturku. Aku bahagia. Apa lagi?

Aku merasa cukup dengan adanya Windu. Penghibur, penyemangat, kadangkarena kepolosannya bisa jadi pemberi inspirasi. Teman terbaikku dari kecil dankuharap selamanya.

#Hai Readers, jangan lupa vote ya. Happy reading :)


Dua Puluh Empat [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt