Chapter 26: Ungkapan Perasaan Bagian 1

34 0 0
                                    

#Hai, readers... maaf lama updating nya yaa. Selamat membaca :)

jangan lupa vote, follow, comment ya. Gumawoo.

Hari minggu terasa cepat berakhir, setidaknya itu yang dirasakan banyak orang terutama pekerja. Rasanya hari minggu itu tidak 24 jam panjangnya. Terasa hanya beberapa jam saja sebelum senin menjelang.

Jam di dinding kamar menunjukkan pukul 8 malam. Dhiya baru saja masuk kamar setelah makan malam dan ngobrol dengan Simbah. Melihat jam di dinding, Dhiya menghirup napas dalam-dalam, dia tahu harus segera memberikan kepastian pada Danar. Diraihnya ponsel yang ada di nakas dan duduk di ranjang, bersandar pada bantal. Jemarinya mulai menari di atas layar ponsel. Sesekali Dhiya menghela napas. Berat hatinya yang tahu akan menorehkan luka di hati orang lain. Dengan hati-hati dirangkaikannya kata-kata.

--- Mas Danar, maaf Dhiya malam-malam ganggu. Dhiya mau minta waktu ketemu sama Mas Danar. Kalo boleh, apa besok siang bisa ketemu, di café Arion biasanya. Atau misal Mas Danar ada jadwal kosong lain, Dhiya usahakan memenuhinya.

Setelah pesan terkirim, Dhiya menyandarkan kepalanya ke bantal yang menyangga punggungnya. Dhiya menerawang, membayangkan kata-kata apa yang akan diungkapkannya kepada Danar esok.

Bayangan senyum Bayu tiba-tiba hadir, lalu dengan cepat Dhiya bangkit dan meraih kembali ponselnya.

--- Bayu, kamu udah ga jetlag?

Dhiya mengetik dengan cepat, seiring debaran jantung yang merasakan kehangatan. Tak lama ponsel berdenting.

--- Kira-kira donk Dhi... jetlag sampai seminggu. (emoji ekspresi tertawa nyengir)

Dhiya senyum-senyum membayangkan ekspresi Bayu. Dhiya lanjut mengetikkan pesan.

--- Aku mau ngomong, boleh?

Balasan datang lebih cepat dari yang pertama.

--- Oke. Tunggu aku jemput.

Jawaban Bayu membuat Dhiya kelabakan karena tadinya dipikirnya dia akan menelepon Bayu. Namun Dhiya tak lagi berpikir untuk menulis pesan maksud hatinya itu. Sedetik berikutnya Dhiya sibuk memilah milih baju. Berganti baju dengan cepat dan mulai berdandan. Memoleskan bedak dan lipstik warna pastel agar terlihat segar.

Siapa yang akan menolak ketemu pujaan hati? 

Aneh dong kalo sampai menolak ketemuan. Tak dipungkiri, Dhiya saat ini sedang merasakan kerinduan pada sang kekasih. Hingga kemarin hari Jumat, Dhiya masih takut-takut mengakui kalo dirinya masih selalu memikirkan Bayu selama 4 tahun ini. Saat keduanya bertemu di manapun Dhiya tak bisa mengalihkan pandangan dari Bayu. Jika Bayu mengajaknya diskusi, hatinya senang bukan main, hingga tanpa sadar berbicara terlalu menggebu.

Dipandanginya tubuhnya dari atas sampai bawah melalui cermin, lalu mengangguk mantap tak lupa senyuman dikembangkan.

"Oke. Ga terlalu berlebihan kan?"gumamnya pada diri sendiri, lalu melangkah keluar kamar menuju pendopo.

"Cantik banget. Malam-malam mau kemana, Nduk?"tiba-tiba suara Simbah membuat Dhiya menengok.

"Mau keluar sebentar Mbah, sama Bayu."jawabnya sambil tersipu. Simbah hanya tersenyum.

"Iya, jangan malam-malam ya pulangnya. Besok kerja kan?"tanya Simbah lagi.

Dhiya mengangguk.

"Simbah boleh ketemu sama Bayu?"

Dhiya tampak kaget dengan pertanyaan Simbahnya.

"Ya tentu aja boleh, Mbah. Kenapa ga boleh?"jawab Dhiya. Simbah terkekeh.

Dua Puluh Empat [END]Where stories live. Discover now