Chapter 24: Curahan Hati

27 0 0
                                    

#Readers... jangan bosen ya bacanya. Yuk baca lagi, vote juga ya. Gumawoo :)

"Winduuu...." Kuberlari menghambur ke pelukan sahabatku. Sepeda kutinggalkan begitu saja. Biasanya sepeda kuparkir dan kutata dengan baik supaya tak menghalangi atau mengganggu deretan pot di pekarangan rumah Windu.

Hari ini pengecualian. Aku sedang terburu-buru. Berasa tak tahan lagi mau mengeluarkan segala keluh kesahku dan menyingkirkan beban berat yang menindihku berhari-hari.

"Iya... sini sayang" sambut Windu dan dia pun mengelus-elus punggungku.

Kami sudah duduk di ranjang Windu. Bersebelahan. Bersandar ke kepala ranjang. Sama-sama memeluk bantal. Menatap ke depan.

"Win... lama banget sih pulangnya?"gerutuku.

Kami berpandangan. Lalu Kembali berpelukan. Seperti rindu yang sudah bertahun-tahun tak bertemu. Bahkan airmataku pun meleleh di pipi.

"Iya... maaf yaa... Auditku ternyata butuh waktu lebih lama dari biasanya." Dilepasnya pelukan, lalu memandang wajahku yang sudah basah oleh airmata dan hidung beringus.

"Jelek tau." Windu menyodorkan kotak tisu kearahku.

Aku tertawa sejenak karena diledek. Kuusap pipi dan hidungku dengan kertas tisu dan menghela napas.

"Habisnya aku tuh kebingungan... Dilema banget. Masa aku musti balikan sama mantan?" kataku setelah tenang.

"Yeee... Siapa juga yang ngelarang?"komennya.

"Dengar, Dhi. Kamu tuh hanya perlu dengerin hatimu sendiri. Soal siapa yang lebih baik, kamu sendiri yang tahu."lanjut Windu lagi.

"Iya, aku udah mikirin itu berhari-hari kemarin. Tetep ga ada jawaban, Win."

Nada putus asa terdengar dari suaraku. Windu menggenggam tanganku dan menatapku dengan seulas senyum.

"Kamu hanya belum mau mendengarkan hatimu aja. Kamu masih terlalu sibuk membandingkan."jawabnya.

Aku tercekat. Benarkah begitu?

Apa cara memikirkan keputusan yang beberapa hari ini kulakukan salah? Bagaimana aku bisa bikin pertimbangan kalo bukan dengan membandingkan?

"Aku harus gimana, Win?"tanyaku tak mengerti.

"Oke, sekarang aku bantu deh. Coba aku mau dengar hasil pemikiranmu beberapa hari ini." Jawab Windu dan sekarang dia menggeser badannya agar menghadap ke arahku.

Kuhirup napas dalam sebelum mulai bercerita apa saja yang sudah kupikirkan dan kupertimbangkan beberapa hari lalu.

"Aku berpikir kalo Mas Danar adalah orang baru bagiku." Aku memulai. Windu belum bersuara. Dia masih fokus menunggu lanjutan ceritaku.

"Sedangkan Bayu, aku udah kenal dia bertahun-tahun. Lebih dari 5 tahun. Saat masih jadi teman sampai jadi pacar. Aku kenal banget sama Bayu. Sikapnya juga ga banyak berubah sejak kami pisah dulu. Masih sangat perhatian, lembut, aku bisa merasakan rasa sayangnya. Masih romantis. Rayuannya masih manis. Semua masih sama bagiku."

"Tapi..."sahut Windu.

Aku menatap Windu. "Tapi bayangan wajah Mas Danar selalu hadir, Win. Aku akui, aku suka karena senyumnya. Selain itu aku belum terlalu mengenalnya. Dia baik. Ga pernah gombal seperti Bayu, tapi dia bisa nunjukin perhatian dengan cara yang lugas. Ga romantis dan kadang ga peka sama perasaan wanita." Kuhirup napas lagi. Mengisi paru-paruku sejenak.

"Tapi aku tak terlalu keberatan dengan kelemahannya itu. Semua manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing."

Windu manggut-manggut, masih menyimak.

Dua Puluh Empat [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz