Dermaga bangun, lalu duduk dengan tangannya mengambil sebuah bingkai kecil yang ada dimeja samping ranjangnya. "Maaa," lirih Dermaga.

"Aga cuma ingin dapet perhatian dari Papa, kenapa sesulit ini?" tambahnya.

Tanpa Dermaga sadari, air matanya menetes dibingkai yang tengah dia pegang. Matanya kini tertuju pada remukan kamera yang dijatuhkan Abimana kemarin.

Perlahan dia mendekat ke serpihan itu, tatapan bringasnya kini benar-benar muncul. Amarahnya kepada Abimana tiba-tiba menyeruak.

"Gue cuma mau ngejar mimpi gue! Kenapa sesulit ini!" geramnya menggengam erat remukan kamera itu.

Kini tekad Dermaga bulat, ia ingin melanjutkan mimpinya walaupun melakukannya dibelakang Abimana. "Gue cuma mau bahagia! Itu aja!" timpalnya sendiri.

Kini badan tegap Dermaga berdiri tepat didepan Ara, gadis polos itu masih terlelap karena efek obat tidur yang diberikannya tadi. "Ra maafin gue," kalimat yang selalu Dermaga ucapkan.

Dengan perlahan tangan kanan Dermaga meraih kancing bajunya hingga semua terbuka, sedangkan tangan kirinya melepas sepatu yang dikenakan Kiara.

Dada bidang Dermaga sudah tampak jelas, karena tak ada yang menutupinya sekarang. Dengan kasar dia membuka celananya sendiri lalu membuangnya kesembarang tempat.

Badan atletis Dermaga sekarang terlihat jelas dari kepala hingga kaki, walaupun hanya tertutup celana boxer berwarna hitam. "Maafi—" ucap Dermaga terpotong.

Kaki kanan Ara tiba tiba bergerak, Begitupun dengan tangannya yang tengah mengusap usap matanya. "Agaa?" lirih Ara.

"Gaa? Kok gelap disini?" tanya Ara mulai panik.

"Gaaa!" panik Ara.

Jantung Dermaga tak berhenti berdecak kencang saat mendengar suara Ara, ternyata dia terlalu banyak mengulur waktu, "Gue disini Ra," lirih Dermaga pelan.

"Kamu dimana?"

Dermaga mendekat ke Ara yang sedang ketakutan, pelukan hangatnya berhasil menenangkannya. Tetapi Ara baru menyadari satu hal. "Gaa?" lirih Ara.

"Baju kamu dimana?" tanya Ara yang merasa yang dia peluk tak mengenakan pakaian.

Dermaga tak berani menjawab, dan semakin memeluk erat tubuh Ara, "Agaa kalau aku tanya itu dijawabb!" geram Ara.

Ara meraba raba sekitarnya supaya bisa menemukan saklar lampu atau apapun itu yang penting ada cahaya disini. "Nyalain lampunya Aga!" geram Ara.

Ya, saklar lampunya ada dibelakang Dermaga dari tadi, dan dengan berat hati Dermaga terpaksa menekan tombol lampu tersebut. "Raa," lirih Dermaga.

"Akhirnya terang," ucap Ara.

Ara membalikkan badannya dan mencari dimana Dermaga, setelah berbalik Ara benar-benar terkejut melihat Dermaga tanpa busana duduk diranjang.

"Ga baju kamu mana? Atau jangan jang—" Ara menunduk melihat bajunya ternyata juga acak acakan.

Ara tidak percaya dengan semuanya ini, tetapi matanya tak bisa berbohong kali ini. Tanpa berbicara sepatah kata pun Ara berbalik menuju pintu kamar Dermaga.

Dengan cepat Dermaga mendekat ke arah Ara dan berdiri tepat didepannya supaya Ara tak bisa kemana mana lagi, "Ra aku bisa jelasin!" ucap Dermaga.

"Gue kira lo udah berubah, ternyata sama aja!" dengus Ara tampak marah.

Mata Ara sudah tak bisa membendung air matanya lagi. "Aku bisa jelasin Ra!" ucapnya lagi. "Jelasin apa?! Kalau lo udah ambil harga diri gue?!" Balas Ara.

PLAAK!

Untuk pertama kali Ara mendaratkan tamparannya untuk orang yang selama ini dia impikan. Orang yang membuat dirinya bahagia walau hanya sementara.

Ara melewati Dermaga begitu saja, tetapi tangan Ara digenggam Dermaga lumayan kuat,"lepasinnn!" rancau Ara.

"Gue nggak mau lepasin, sebelum lo cium gue!"

Dermaga terpaksa mengatakan hal itu, otaknya sudah tak bisa diajak berpikir lagi. "Plis Ra kali ini Aja!" tambah Dermaga.

"Gila ya lo!"

"Kalau nggak, lo kecup leher atau dada gue!" ucap Dermaga.

Ara benar-benar tak percaya hal ini akan menimpanya, "Lepasin! guemau pulangg!" lawan Ara.

Bukan malah melepaskan genggamannya, Dermaga malah menarik Ara dalam dekapannya. "Kalau lo sayang gue, lakuin kali ini aja Ra," ucapnya.

"Agaaa! Gue nggak mauu!" pukul Ara ke dada Dermaga.

Tangis Ara mulai pecah badannya sudah tak sanggup melawan lagi, sudah banyak teriakan yang dikeluarkan untuk si Dermaga.

"Gue nggak akan nggak akan ngapa apain lo, asalkan lo kecup leher atau Dada gue." ucap Dermaga.

"Lepasin gue Gaa, gue nggak mau!" rancau Ara.

"Bantu gue Ra, gue cuma mau kamera itu!" ucap Dermaga karena sudah tak yang bisa muncul dari mulutnya.

Ara berhenti sejenak, berfikir apa yang dimaksud Dermaga barusan. Dan hanya satu kata yang merujuk dari perkataan Dermaga barusan."Lo buat gue jadi bahan taruhan?" lirih Ara.

"Demi Kamera lo kayak gini ke gue Ga?" tanya Ara penuh emosi.

Dermaga hanya diam mendengar hal itu. "Gue cuma mau ngejar mimpi gue Ra!" bela Dermaga. "Lo nggak bisa alasan mimpi buat tameng lo Ga!" saut Ara geram.

Dermaga benar-benar mematung sekarang, "Gue udah percaya sama lo, tapi kenapa Gaa?!" lirih Ara.

"Lepasin gue nggak!" rancau Ara.

Dengan berat hati Dermaga melepaskan genggamannya, tamparan keras mendarat kedua kali dibaca di pipi Dermaga, "Itu untuk taruhannya!" ucap Ara sebelum pergi.

"Oh yah ini, handphonenya jual aja buat beli KAMERA," ucap Ara penuh penekanan.

"Raa! Tungguu!"

"Ah,"

Dermaga berbalik keranjangnya dan melepaskan sisa pakaian yang masih menempel dibadannya lalu pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Dermaga menghidupkan shower dengan air yang mengalir deras, lalu duduk dibawahnya. Merenungkan apa yang tengah dia lakukan barusan.

"Fuck!" geram Dermaga.

WOOOOO GIMANA PART KALI INI!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

WOOOOO GIMANA PART KALI INI!!

ARA BUTUH SARAN DARI KALIAN NIH

AGA BUTUH CACIAN NIH KAYAKNYA

NEXT NGGAK NIH?

KALAU RAME BAKALAN CEPAT UPDATE!

DERMAGA [END]Where stories live. Discover now