30. Anniversary 3 rd

55 7 5
                                    

***

Glen menggeliat saat pintu kamar di villa milik keluarganya itu di ketuk. Ia segera bangkit dari terbaringnya dan berjalan perlahan menuju pintu untuk membukanya.

"Iya Bun...!" Sahut Glen sambil mengucek-ngucek matanya.

"Itu Ify udah nunggu di bawah. Cepetan mandi!" Seru Bundanya. Glen menutup mulutnya yang terbuka lebar alias menguap. Ia melihat jam dinding yang menunjukan pukul 8 lewat 10 menit.

"Tadi kamu Sholat subuh kan?" Tanya Bundanya memastikan.

"Shalat dong Bun... Kan tadi aku juga turun ke bawah."

"Jangan dibiasain tidur setelah sholat subuh ya! Pamali itu gak boleh...!"

"Iya Bunda... Aku mandi dulu ya... Bilangin sama Ify kalau mau duluan juga gak pa-pa!" Ujar Glen sekenanya sambil melenggang menuju kamar mandi.

"Eh.. eh.. eh... Siapa yang ngajarin kamu seperti itu hah? Gak boleh gitu Glen! Hargai setiap perempuan! Apalagi Ify rela jauh-jauh kesini cuman buat nyamper kamu. Harusnya kamu yang jemput dia..." Tukas Bundanya panjang lebar.

Mendengar itu Glen hanya bisa nyengir sambil garuk-garuk kepala. Ia merasa selalu salah di mata Bundanya.
"Iya deh Bun iya...!" Pungkasnya yang kali ini langsung masuk ke dalam kamar mandi setelah sebelumnya ia menyambar handuk nya.

***

Sudah hampir seminggu Elia dan Dev tidak bertemu ataupun sekedar bertegur sapa lewat handphone. Selama itu pula Elia tidak henti-hentinya memikirkan nasib hubungan ia dengan Dev.

Malam ini Elia sengaja berdandan cantik, mengenakan dress selutut bernuansa elegan dengan warna ungu muda bercorak hitam, supaya ia bisa langsung pergi kalau-kalau Dev menjemputnya untuk jalan. Ya, hari ini adalah hari spesial bagi hubungan mereka. Anniversary yang ke 3 tahunnya.

"Bahkan sampai malam ini pun kamu gak ngasih kabar sama aku, Mas." Keluh Elia yang masih duduk di meja riasnya. Ia mencoba memeriksa ponselnya berharap ada pesan masuk atau panggilan dari sang kekasihnya itu.

"Biasanya kamu yang selalu pertama kasih ucapan itu ke aku. Sekarang kenapa?" Gumamnya lagi. Bulir beningnya telah berkumpul di pelupuk mata. Namun ia menengadahkan kepalanya supaya air mata itu tidak jatuh.

Elia menghembuskan napasnya berat. Ia sekali lagi memastikan bahwa ia telah siap jika malam ini tiba-tiba Dev menghampirinya dan mengajaknya pergi. Elia berjalan keluar dari kamarnya. Duduk di ruangan TV untuk sekedar mengusir kegelisahannya.

"Udah jam segini..." Ucapnya saat ia melihat jam dinding yang jarumnya menunjukan angka 9 lewat 10 menit. Ia sudah dua jam menunggu Dev.

Terdorong oleh rasa penasaran sekaligus resah, Elia memberanikan diri untuk menelfon Dev. Satu panggilan, dua panggilan, sampai tiga panggilan pun Dev tetap saja tidak mengangkat telfonnya.

"Kamu kemana sih Mas?"

"Gak mungkin kamu lupa, gak mungkin kamu ketiduran!" Ucapnya dengan suara yang sedikit parau karena menahan tangis dari tadi.

Elia mengetikan sesuatu di kolom chatt pada aplikasi birunya. Untuk Dev.

EliaAnjani
Mas? Apa kabar?
21.17

Elia menunggu balasan dari Dev. Ia juga memastikan bahwa pesan itu terkirim namun belum dibaca. Tak henti sampai situ. Elia mengirimnya pesan lagi.

EliaAnjani
Mas, kamu lupa ya hari ini tiga tahunnya kita?
21.20

Elia merebahkan diri di sofa yang ia duduki tadi. Hatinya benar-benar tak karuan. Ada kekhawatiran di sana, namun ia juga tidak bisa memungkiri bahwa rasa kesalnya mendominasi.

After The Rain (Sudah Terbit)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora