1. Partner

279 41 29
                                    

««« Dia adalah senyum setelah luka, tawa setelah air mata, dan pelangi setelah hujan «««

***

Sore menjelang maghrib, langit nampak sangat indah. Ya, orang menyebutnya senja, dengan pesona orange-nya ia mampu menaklukan hati siapa saja yang melihat dan menikmatinya.

Gadis cantik dengan perawakan semampai sibuk membereskan mejanya yang berantakan setelah seharian melayani pembeli di toko bukunya. Sementara di depan pintu sana terlihat dua orang temannya yang siap-siap pulang setelah membereskan meja kasirnya.

"El, gue dan Diman pulang duluan ya!" pamit Winny sedikit berteriak.

"Oh iya, silahkan. Hati-hati ya kalian!" Elia menjawab sambil melambaikan tangan ke arah mereka.

"Dah El, sampai ketemu besok." Diman menimpali sambil segera melangkah keluar menyusul Winny.

"Huh, alhamdulillah... Lumayan lah hari ini pemasukan cukup buat ngumpulin gaji mereka bulan ini."

Ia segera bangkit sambil tersenyum, kemudian berjalan menuju saklar untuk menyalakan lampu luar dan menutup gorden kaca depan, sebelum akhirnya ia pun melangkah keluar.

"Hai El," sapa seseorang yang dari beberapa menit lalu telah menunggunya di luar untuk menjemput Elia.

"Eh, Mas Dev. Hai...." Elia segera melangkah menghampiri kekasihnya itu.

Dev Handi Pratama adalah kekasih yang sejak dua tahun lalu telah setia menemani suka-duka Elia. Membasuh luka lamanya, dan yang pasti sangat mencintainya.

"Aku kira kamu gak bakalan jemput aku loh, Mas," ujar Elia sambil tersenyum senang. Tadi Dev sempat meneleponnya bahwa hari ini jadwal di rumah sakitnya sangat padat.

"Iya, tadi alhamdulillah kerjaan Mas selesai lebih awal. Terus Mas bingung harus ngapain, jadinya Mas jemput kamu, deh," jawab Dev sedikit menggodanya.

"Alah, bilang aja kangen sama aku."

"Nah itu kamu tau. Ya udah, yuk!"
Dev segera membukakan pintu mobil untuk kekasihnya itu.

Sementara Elia tersenyum malu sekaligus senang. Mereka memang tidak terpaut usia yang jauh, tapi sikap dan perilaku Dev sudah sangat dewasa. Ia mampu menaklukan bidadarinya dengan perlakuan istimewanya.

Setelah Dev berada di belakang kemudi, ia segera menancap gas dan meluncur dengan kecepatan sedang.

"O ya Mas, kapan kamu libur?" tanya Elia. Ia sudah sangat merindukan jalan-jalan bersama Dev.

"Kenapa? Kamu mau liburan?"

Elia langsung mengangguk antusias, Dev seolah tau apa yang ada di pikirannya. Lelaki itu lagi-lagi membuat Elia semakin terpesona.

"Mas juga gak tau sih, kayaknya jadwal minggu-minggu ini sangat padat. Maklumlah, Mas kan baru pindah praktek di rumah sakit yang sekarang."

Elia manggut-manggut sambil menggigit bibir atasnya, kebiasaan yang tak pernah Dev sadari ketika ia sedang Kecewa.

"Maaf ya, sayang!"

Elia membuat lengkungan di bibirnya, ia usahakan tersenyum supaya tidak jadi beban bagi Dev. Gadis itu tahu, Dev tidak akan membiarkannya kecewa. Jika itu terjadi, kemungkinan lelaki itu akan nekad meninggalkan hal penting apapun demi Elia.

"Nggak papa kok Mas, kan bisa lain waktu. Lagian aku juga agak sibuk sih di toko. Untung Winy dan Diman kerjanya cukup gesit jadi aku kebantu banget."

"Syukurlah, kalo gitu. Kamu jangan terlalu kecapean ya, tutup tokonya jangan sampai terlalu sore begini." Dev menyarankan.

Elia malah terkekeh mendengarnya. "Kamu ini gimana sih Mas, kan aku harus gaji mereka berdua. Mana cukuplah kalo tutupnya lebih awal."

Dev mengusap rambut panjang Elia, lalu mengacak puncaknya lembut."Kamu tenang aja, kan ada aku. Nanti kalau kurang, biar aku yang tambahin."

"Apaan sih, Mas. Ya enggaklah! Aku bisa sendiri kok. Btw, makasih ya mas."

Dev tersenyum, Elia sungguh luar biasa mandiri. Ia selalu tidak ingin merepotkan orang lain.

"Ya udah deh iya, tapi ingat ya... Kalo ada apa-apa jangan pernah sungkan untuk minta bantuan Mas!" nadanya sengaja di buat tekanan.

Dev khawatir kejadian itu terulang kembali. Di mana kedua orang tua Elia meninggal dalam kecelakaan beruntun di jalan Tol yang menghubungkan Jakarta-Bandung. Sementara gadis itu sama sekali tidak memberitahu Dev atau sekedar menyuruhnya untuk segera kerumahnya. Malahan Dev tahu karena Winy yang menelponnya, dan setelah ditanya jawabannya selalu 'aku gak mau ganggu kamu, Mas. Takutnya kamu sedang menangani pasien.'

"Iya siap Komandan!" ujar Elia sambil memberi tanda hormat
seperti anak Pramuka.

"Makasih ya, Mas. Hati-hati pulangnya!" ucap Elia saat ia sudah turun dari mobil.

Tentu saja Dev yang membukakan pintunya. Ia tidak pernah membiarkan Elia membuka mobil sendiri, karena bagi Dev, Elia adalah bidadari yang harus diistimewakan.

"Iya Sayang. Kamu juga hati-hati ya di rumahnya. Jangan lupa pintu dan jendelanya dikunci, dan jangan lupa juga mandi air hangat terus makan."

Elia mengangguk cepat sambil tersenyum. Ia tidak pernah bosan mendengar pesan yang selalu Dev katakan setiap kali ia mengantarnya pulang.

Setelah Dev benar-benar hilang dari pandangan matanya, ia segera membuka pintu pagar yang terbuat dari kayu bercat putih. Rumahnya jauh dari kesan mewah, tapi terlihat sangat nyaman dan asri meski sederhana. Ia yang menata dan merawat rumah dan halamannya sendiri. Rumah itu terlihat lebih elegan dengan cat warna hijau tosca dipadukan dengan cat putih.


***

Elia terperanjat kaget saat ia tak sengaja menyenggol box kecilnya ketika mengambil barang yang ada di lemari paling atas.

"Aduh, jatoh lagi!" sergah Elia yang langsung berjongkok hendak membereskan sesuatu yang berserakan dari box kecil berwarna biru itu.

Tanpa sengaja tangannya meraih sebuah foto polaris dirinya berasama seseorang di masa lalunya. Ia sejenak tersenyum, mengingat bagaimana mereka bisa bersama hingga menorehkan sejuta kenangan yang indah. Dibaliknya foto kecil itu dan di sana tertulis: Dear Partner, kita akan selalu bahagia bersama selamanya.

"Hmm... Sekarang kamu di mana?" tanya Elia lirih pada sosok lelaki tampan di foto itu.

"Aku bahkan masih menyimpan kenangan kita," ucapnya dengan hati yang terasa sesak.

Seketika ia tersadar. "Astagfirullah Elia... Sadar! Inget Mas Dev, Eliaaa...."

Ia segera memasukan kembali benda-benda yang berserakan itu pada kotak biru dengan cepat, lalu Elia segera memasukannya lagi ke atas lemari.

"Ah, sial!" umpatnya, Elia seketika kembali mengingat luka lama yang orang itu torehkan padanya.

Elia selalu ingat kejadian itu, apalagi ketika ia menemukan barang-barang yang berhubungan dengan masa lalunya. Segera ia beranjak ke dapur, mengambil air putih untuk ia minum. Berharap hal itu bisa meredakan kekesalannya kali ini.

***

After The Rain (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now