12. Pantai Kenangan

112 24 17
                                    

  Akan ada saatnya, semua kepedihan, ego, dan kebencian akan melebur seiring berjalannya kebahagiaan yang didapat.

***

 Hari telah berganti hari, begitupun dengan minggu. Namun, sampai saat ini Glen merasa tidak ada kemajuan atas hubungannya dengan Elia, meski hanya sekedar jadi teman baik sekalipun. Sore ini mentari senja tidak nampak, langit seolah meledek hatinya yang tengah galau. Sama-sama kelabu bahkan mungkin lebih pekat.

Ia sesekali menengguk kopi buatannya sendiri sambil menunggu pembeli. Glen bahkan sudah tidak peduli lagi ketika Tian menatapnya penuh tanya, yang dia pikirkan sekarang adalah Elia, sosok yang saat ini masih berada di toko bukunya.

"Sebenarnya mau lo itu apa sih, Glen?" tanya Tian yang memberanikan diri bertanya.

Glen meliriknya sebentar, kemudian ia tertunduk lesu. "Gue juga gak tau Bang," jawab Glen.

"Lah... Lo itu gimana sih? Bingung gue!"

"Gue hanya ingin menebus kesalahan gue yang dulu, gue ingin melihat Elia bahagia dengan cara gue. Seperti dulu lagi...." Glen menghela napasnya berat.

"Gue juga ingin mengembalikan harapan yang telah dipupuk dan dirawat dengan baik olehnya, namun gue sendiri yang telah menghancurkannya," lanjut Glen.

Tian mencerna kata-kata yang diungkapkan Glen, sedalam itu rasa bersalahnya pada Elia.

"Gue bingung harus ngapain lagi, Bang. Gue udah coba deketin dia, bahkan nembak dia lagi. Tapi semuanya gagal, Elia malah semakin menjauh dari gue."

Tian membelalakkan matanya. "Lah... Gila ya lo, Glen? Ya ialah Elia makin ngejauhin lo. Konyol banget jadi orang, nih ya gue kasih tau lo sekali lagi... Elia udah punya calon, ya kali dia mau balikan sama lo! Tanpa sadar lo udah menyuruh Elia buat selingkuh," cibir Tian kesal.

"Cara lo itu malah bikin Elia syok dan ngejauh, bukan malah tersentuh dan baper. Coba deh Glen lo pikir-pikir dulu sebelum ngomong! Malu-maluin aja." Tian langsung ngeloyor pergi meninggalkan Glen yang masih termenung.

Glen tersenyum kecil, ucapan Tian ada benarnya juga. Ia sekarang tahu apa yang harus dia lakukan.

'Layaknya seekor kupu-kupu, semakin cinta dikejar, semakin ia menjauh. Tapi jika dibiarkan, ia akan menghampiri dengan sendirinya.'

            
      ***


"Bang Tian, Glen nya ada?" tanya Elia yang baru saja memasuki kedai kopi Himalaya.

"Eh El, belum dateng dia," jawab Tian sembari mengelap meja-meja.

"Emang biasanya sering telat ya?"

"Enggak sering sih, cuman doyan. Mau nunggu sambil ngopi gak?" tawar Tian yang di jawab Elia dengan gelengan kepala.

Semalaman Elia gak bisa tidur, terus saja memikirkan Glen. Entah apa yang membuatnya tak enak hati sama Glen, yang jelas ia merasa Glen menghindarinya kemarin. Elia sadar, satu hari tanpa sapaan dari Glen itu rasanya gak enak banget.

"Aku tunggu di sini aja ya, Bang," ucap Elia yang langsung duduk di kursi yang mengarah ke pintu.

"Eh, bentar, El!" Tian membuka ponselnya, alisnya mengernyit dan bibirnya komat-kamit seperti sedang membaca.

"Glen hari ini gak akan masuk, katanya dia sedang pergi ke pantai," tutur Tian.

Elia terhenyak, ia tahu Glen pergi ke pantai mana. Elia langsung bangkit untuk pergi menyusulnya.

After The Rain (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now