11. Peluk pereda pelik

113 24 8
                                    

   >>Akan ada saatnya dimana kamu harus menentukan pilihan tanpa tergesa. Yakinkan dulu apa yang sebenarnya kamu butuhkan.<<

***

Glen melajukan motornya dengan kecepatan sedang, nyaris pelan. Ia tengah mengantar Elia pulang, setelah pembicaraannya selesai di kedai tadi.

"Rumah lo masih tetap kan?" tanya Glen pada Elia.

"So tahu!"

"Maksud lo?"

"Gue udah pindah, setelah Mama dan Papa meninggal dalam kecelakaan."

"Innalillahi... Sorry ya. El! Gue gak tau, sorry juga gue gak ada di samping lo waktu itu."

"Gak papa Glen, ada Mas Dev kok."

Jlebb.!!

Perkataannya menusuk dada Glen, membuat debaran jantungnya kian resah, ia kemudian tersenyum getir.

"Papa juga udah meninggal, waktu di Belanda."

"innalillahi... turut berduka cita ya Glen. Terus sekarang lo yang gantiin beliau?"

"Nggak jadi, soalnya Papa tahu gue gak suka di bidang itu. Dia ngebebasin hidup yang gue pilih, dan sekarang ya begini... Gak jelas," ucap Glen sambil tertawa getir.

Glen membelokkan motornya ke arah rumah Elia yang sebelumnya sudah Elia arahkan.

"Oh jadi ini rumah lo?" tanya Glen setelah sampai di rumah Elia.

"Iya, kenapa? Jelek ya? Emang sih jauh banget dari yang dulu, tapi lumayan lah."

"Nggak kok, nyaman banget malah. Terus rumah itu gimana?"

"Ya di biarin aja. Siapa tahu nanti ada yang mau ngontrak."

"Kenapa gak di jual aja?"

Elia menggeleng. "Satu-satunya kenangan bersama mereka."

"Lo mau tau gak alasannya kenapa gue gak mau tinggal di sana?" tanya Elia membuat Glen antusias.

"Apa?" tanya Glen penasaran.

"Gue pegel nih, masuk yuk!" ajak Elia yang langsung membuka pagar.

"Masuk rumah maksudnya?"

"Ya enggak lah. Duduk sini!" Elia mempersilahkan Glen untuk duduk di kursi yang ada di teras depan.

"Btw, apa alasannya, El?"

"Oh, yang tadi? Mau gue jujur atau bohong?"

"Ya jujur lah!"

Elia menarik napasnya, ia harus ngomong alasan yang mungkin membuat Glen tersinggung.

"Karena gue menghindari lo, gue gak mau lo datang lagi ke hidup gue... Eh, tahu-tahunya malah ketemu lagi," ujar Elia sambil di akhiri kekehan.

Glen bukannya tersinggung, ia malah tertawa kecil. "Terus sekarang gimana? Mau pindah lagi?" goda Glen.

"Ya enggaklah! Gue cuman gak mau keinget-inget momen perpisahan itu. Kan kejadiannya di depan rumah gue," ucap Elia lagi, nadanya lebih rendah. Ada mendung di dalam ucapannya yang berhasil membuat dadanya sesak.

Glen tertunduk, lagi-lagi ia merasa sangat bersalah.

"El... Lo mau gak kita ngulang lagi dari awal?" kali ini Glen telah menggenggam tangan Elia.

Elia terkejut, ia segera menarik tangannya sehingga terlepas dari genggaman Glen.

"Maksudnya? Kita pacaran lagi?" terka Elia.

After The Rain (Sudah Terbit)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें