17. Sebuah prioritas

111 20 28
                                    

"Ini ruangan ekspresi. Ruangan yang di buat khusus untuk gue dan kreator lainnya," jelas Glen.

Elia hanya mengangguk-ngangguk saja. Saat ia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan itu, Elia tersentak. Ia tak percaya apa yang di lihatnya.

Elia mencoba mendekati deretan foto-foto dan lukisan yang membuat hatinya berdebar hebat.

"Glen! Ini foto-foto... Siapa?"

Glen menoleh ke arah Elia, ia tersenyum senang. Akhirnya sesuatu yang ia rahasiakan selama ini diketahui Elia juga. "Gak tau tuh... Pacar gue mungkin."

Pipi Elia tambah merona karena tersipu. Bukan hanya karena ucapan Glen, namun juga karena apa yang ia lihat saat ini. Ia tak menyangka, ternyata Glen diam-diam memotret dirinya tanpa pernah ia sadar. "Jadi cantik kalau fotografernya hebat," puji Elia.

"Objeknya yang terlalu cantik, hingga fotografernya bisa kelihatan hebat," ucap Glen, ia tak puas membuat Elia tersanjung.

"O yah? Iya deh iya, gue cantik!"

"Dihh, jadi kepedean... Nyesel gue!"

Elia mencubit lengan Glen, ia tak peduli mangsanya mengerang kesakitan. "Nyesel gimana maksudnya?" sergah Elia dengan sedikit bercanda.

"Nyesel gak bilang dari tadi maksudnya," ucap Glen membuat Elia melepaskan cubitannya.

"El?!"

Elia mendongak, "ya? Apa Glen?"

"Lo masih nyimpen foto-foto kita kan?" tanya Glen agak ragu. Elia mengernyit, ia tak menduga akan dapat pertanyaan seperti itu dari Glen.

"K-kenapa, emangnya?" ucap Elia balik tanya, ia sedikit gugup sambil mengingat-ngingat kembali foto-foto yang Glen maksud.

Tiba-tiba ingatannya muncul, ternyata ia masih menyimpannya dalam sebuah kotak yang ia simpan di atas lemari kayu yang besar.

"Nggak, nanya aja. Tapi gue juga tahu kok jawabannya. Buat apa juga kan nyimpen foto masa lalu, kalau sekarang udah ada yang baru," tukas Glen agak lesu.

Elia menyeringai, kebiasaan banget Glen kalau sudah so tahu. Overthinking yang justru membuat hatinya sakit sendiri.

"Kalau gue masih nyimpen, emang gak boleh?"

Glen menatap Elia, ia ragu dengan ucapan Elia yang bisa bermakna pernyataan atau pertanyaan. "Ya... Ya boleh, boleh banget. Malahan gue juga masih...."

"Masih apa?"

"Iya itu... Masih nyimpen."

"Ohhh!"

"Oh doang?" tanya Glen gemas.

"Ya terus?"

"Bilang apa kek, makasih kek, terpukau atau apalah gitu!" protes Glen.

Elia terbahak mendengar Glen memprotes. "Ya udah, iya... Waaaww, makasih, Glen... Gue terpukau!" ujar Elia, nadanya di buat 'se-alay' mungkin.

Elia berlari sebelum mendapat jitakan dari Glen. Sudah pasti ia mengejarnya sambil tertawa lepas.

'Segini aja, gue senengnya udah pake banget El!'


***


Ruangan yang di dominasi dengan cat berwarna putih berukuran sedang nampak sepi. Dev memasukinya setelah melaksanakan shalat isya untuk membereskan peralatan yang akan di bawanya pulang. Ya, ruangan itu adalah ruangan khusus Dokter Dev Handi Pratama.

Dev menoleh saat pintu kacanya ada yang mengetuk. Ia mendapati Syila tengah berdiri di sana.

"Masuk, Syil!"

After The Rain (Sudah Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora