5. Petualangan Rasa

157 30 9
                                    

Jiwa boleh rapuh, tapi perjuangan tak boleh di hentikan. Hidup hanya sekali, sia-sia jika hanya di biarkan menderita.

***

Malam itu terasa panjang bagi Glen. Ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya barang sekejap saja. Ia berulang kali mengacak rambutnya frustasi. Kejadian tadi siang terus saja terngiang di pikirannya.

"Gue kangen elo El," ucapnya lirih berulang kali.

Pikirannya menerawang jauh pada kejadian waktu itu, empat tahun silam. Di mana ia begitu saja meninggalkan Elia tanpa meninggalkan alasan apapun.

"El, aku minta kamu putusin aku sekarang juga!" sergah Glen tiba-tiba.

Sedetik kemudian senyum Elia memudar. Bagaimana tidak, di bawah hujan yang ia nikmati sebelumnya, ia harus mendengar permintaan gila dari Glen.

"Tt-tapi ke-napa, Glen?" tanya Elia kaget yang kini air matanya telah menyatu dengan hujan.

"Pokoknya kita harus mengakhiri hubungan ini, maafkan aku El!" imbuh Glen.

Elia menggelengkan kepalanya kuat-kuat."Nggak Glen, aku gak mau."

"Maafkan aku, El." Glen menyentuh kedua pipi Elia, menyeka air mata yang telah jatuh sejak tadi.

"Bukankah kamu telah berjanji, Glen. Aku gak mau kamu mengingkarinya."

Glen segera merengkuh tubuh El, namun Elia segera memberontak. Napasnya sesak, tubuhnya bergetar, perasaannya kini berkecamuk.

"El, aku tahu ini sulit bagi kita. Namun kamu harus tahu, ini harus kita lakukan."

"Tapi kenapa, Glen? Kenapa? Coba jelaskan alasannya!" pinta Elia.

Namun Glen membeku. Ia tak sanggup menjawabnya. Elia segera melangkah meninggalkan Glen yang tak berkutik di tempatnya. Ia mengharapkan ini hanya mimpi buruknya saja.

"El...!" teriak Glen yang sadar Elia telah melangkah mendekati pintu gerbang rumahnya.

"Tunggu, El!" Glen segera berlari mengejar Elia dan mendekapnya dari belakang.

Keduanya membisu, menangis sejadinya dan tenggelam dalam kesedihan perpisahan itu.

"Maafkan aku, El!" untuk terakhir kalinya Glen meminta maaf meski Elia tak sedikitpun membuka suaranya.

Glen tersadar dari lamunannya, ia bangkit mengambil ponselnya dan duduk kembali di pinggir tempat tidur. Ia mengamati foto Elia ketika masih SMA yang tetap ia simpan di ponselnya.

"Sekarang lo semakin cantik El, tapi gue nggak ngejar itu. Gue hanya ingin lo kembali, karena lo kejora gue."

Glen mengaku bahwa dirinya bersalah pada gadis yang dicintainya itu. Tapi di sisi lain ia masih sangat ingin menjadi bagian hidupnya, bagaimana pun caranya. Karena ia sangat yakin, jauh di lubuk hati Elia yang terdalam namanya masih terukir indah di sana.

"Akan ada banyak jalan untuk gue bisa menemukan bahagia itu. Yang penting gue mau berusaha dan berjuang lebih keras lagi."

Ia bangkit, berjalan menuju meja kecil yang ada di sudut kamarnya. Tangannya meraih sebuah kertas kecil namun tebal dan mulai menuangkan cat air di atasnya.

***

Dev keluar dari ruangan pasien yang sudah dari tadi ia tangani, kemudian ia melirik jam tangannya. Sudah pukul 10 malam, waktunya ia pulang. Dev segera mengecek ponselnya, takut kalau ada chat atau panggilan dari Elia yang tak ia jawab. Ternyata sama sekali tidak ada. Ia bernapas lega, lalu ia segera mengetik sesuatu dan mengirimkannya pada El.

After The Rain (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now