9. Cemburu tandanya...?

121 25 19
                                    

Ada rasa yang tak biasa, namun sulit sekali untuk kuakui. Lantas apa yang harus aku lakukan, supaya rasa ini bisa aku kendalikan? Sungguh aku tak menginginkannya.

***

"Makasih ya, Mas," ucap Elia sebelum turun dari mobil. Pagi ini Dev mengantarnya lagi.

"Iya sama-sama. Kamu jaga kesehatan ya, El! Aku gak mau kamu sakit lagi, apalagi sekarang musim hujan. Jangan sampai kamu kehujanan ya!"

"Iya, Mas... Aku bakalan nurutin ucapanmu, Mas. Lagian kalo aku sakit kan kamu juga yang rawat aku."

"Iya El. Tapi tetep aja, aku khawatir."

"Iya Mas iya... Kamu juga ya, hati-hati kerjanya. Jangan sampai sakit juga, kan banyak orang yang butuhin jasa kamu," ucap Elia sambil mengusap lengan Dev.

"Siap grak!"

"Aku turun sekarang ya, Mas."

"Bentar!" Dev segera turun dari mobilnya saat melihat Elia hendak membuka pintu. Tentu saja ia tidak akan membiarkan gadisnya turun tanpa dibukakan pintu.

"Hati-hati di jalan ya, Mas!"

Dev menyentuh puncak kepala Elia lembut. "Iya, Sayang. Mas berangkat ya."

Elia mengangguk sambil melambaikan tangan, kemudian Dev segera masuk ke mobil dan meluncur meninggalkan Elia.

Elia hendak membuka kunci, namun pandangannya tertuju pada sesuatu. Lagi-lagi ada bingkisan kecil di dekat pintunya, lebih kecil dari yang kemarin. Ia menghela napas kasar, mengambilnya dan melihat ke arah kedai kopi Himalaya. Namun ternyata Glen tidak kelihatan di sana. Buru-buru Elia masuk ke dalam dan langsung membuka suratnya setelah menyalakan lampu. Ternyata isinya kertas yang di lipat membentuk persegi panjang.

Munculah sederet huruf yang membentuk sebuah kalimat.

'Semangat ya kerjanya, Win! Jangan lupa baca do'a.'

"Win? Buat Winny kah? Dari siapa?" tanya Elia yang keheranan. Ia menggigit bibir atasnya, ada raut kecewa di sana. Elia kira itu untuk dirinya dari Glen.

"Tapi bukannya ini tulisannya Glen ya? kok dia gak nyantumin nama, sih?"

Elia semakin gusar, ia berusaha tidak percaya bahwa itu dari Glen. Namun, ingatannya tidak bisa di bohongi ia hafal betul bahwa itu tulisan Glen.

Elia segera melipatnya kembali dan memasukan ke dalam bungkusnya tadi untuk kemudian ia letakkan di atas meja kerja Winny. Setelah itu ia segera membuka gorden dan membalik tulisan seperti biasa.

Beberapa menit kemudian Diman dan Winny datang, lalu menyapa Elia.

"Tadi ada bingkisan di depan buat lo, tuh!" ujar Elia, nadanya di buat setenang mungkin walau hatinya gak karuan.

"O yah? Makasih ya, El," ujar Winny sumringah, ia langsung membukanya.

"Wah... Tumben tuh, biasanya elo El yang dapet begituan," ucap Diman yang tak kalah heran.

Elia semakin kelabakan, ia tidak mengerti dengan apa yang dirasakannya. Di satu sisi Elia sangat membenci Glen, tapi di sisi lain ia tidak terima jika Glen dekat sama Winny.

"ya ampuuuun... So sweet banget!" pekik Winny sambil memeluk surat itu.

Elia sungguh bingung harus bersikap bagaimana. Rasanya sulit sekali untuk ikutan senang, meski hanya sekedar memberi senyuman. Ia segera melangkah dan mulai merapihkan buku-buku pada tempatnya.

"Dari siapa, sih?" tanya Diman yang dari tadi kepo.

"Biasa secret admirer gue, seneng banget deh," jawab Winny sambil tak henti tersenyum, ia memperhatikan sikap Elia yang tak seceria biasanya.

After The Rain (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now