20. Penyesalan Terburuk

112 19 5
                                    

***

"Mas Dev! Elia gimana?" tanya Winny yang tiba-tiba datang dengan cemas. 

Tadi Dev langsung mengabari Winny bahwa Elia masuk rumah sakit.

"Alhamdulillah, Elia sudah sadar,  demamnya juga mulai turun.  Tadi saya sudah menyuntikan antibiotik pada infusan-nya. Gejala tifusnya kambuh," tutur Dev yang tengah berdiri di depan pintu ruangan perawatan Elia. Lebih tepatnya ia tengah berdiskusi dengan Syla.

Dev mempersilahkan Winny masuk untuk melihat kondisi Elia.

"Kamu kok sekhawatir itu tadi?" tanya Syila sedikit meledek Dev. 

Selama ini Syila tak pernah melihat Dev setegang dan sekhawatir tadi, dan memang sebagai dokter harus memiliki ketenangan dalam menghadapi situasi apapun.

Dev tertawa kecil. "Iyalah... Orang Elia sakit juga karena aku. "

"What? Serius?!" pekik Syila tak percaya. 

Dev segera mengangguk. "Aku ngerasa bersalah banget, Syil. Setega itu aku sama dia sampai-sampai dia sakit kaya gini."

Syila menepuk pundak Dev berusaha menguatkan. "Kamu pasti bisa memperbaikinya!"

"Thank's ya, Syil."

"Iya... Emmm ya udah deh. Eh Dev, aku laper nih... Ke kantin yuk!" ajak Syila.

"Maaf Syil... Aku mau nemenin Elia dulu," jawab Dev membuat Syila malu sendiri. 

"Ooh... Ya-udah!" pungkasnya sambil beranjak pergi.

Syila menyesal sudah mengajak Dev, tentu saja ia akan menolak karena pasiennya adalah kekasihnya sendiri. 

'haduhh bego banget gue'  rutuknya sepanjang jalan.

***

Glen berjalan keluar kedai untuk membuang sampah, ia melirik toko buku Elia yang kelihatan sepi. Bahkan sosok yang ia cari pun tak terlihat dari pagi. Awalnya Glen mengira toko buku itu tutup, tapi tebakannya salah setelah melihat tulisan 'OPEN' terpajang di sana.

Tanpa berpikir panjang lagi ia segera melangkah menyeberangi jalan menuju toko buku Kejora. Glen hanya ingin memastikan bahwa Elia baik-baik saja.

Sesampainya di depan toko buku, Glen mendongakkan kepalanya mencari sosok Elia, namun nihil. Bahkan Winny pun tidak tampak di meja kasirnya. Hanya ada Diman yang tengah merapikan buku-buku pada rak semestinya.

"Diman?!" panggil Glen yang kini telah membuka pintu kaca toko. 

Diman menoleh sesaat untuk kemudian ia melangkah menghampiri Glen.

"Elia sama Winny kemana ya? Kok sepi?" tanya Glen.

"Lo gak tau Glen? Elia itu sakit dan Winny-"

"Apa? Elia sakit? Sakit apa Diman?" potong Glen langsung. Ia terlihat begitu khawatir.

"Belum juga gue jelasin udah lo potong!" protes Diman.

"Oke-oke...  Lo sekarang jelasin ke gue,  Elia sakit apa? Dirawat di mana?"

"Gue sih gak tau El sakit apa, yang jelas tadi Winny bilang El di rawat di RS Wiguna."

"Oke, gue ke sana sekarang!" ucap Glen yang langsung pergi dengan tergesa.

"Yaelah... Tuh anak!  Maen pergi aja se-enaknya," gerutu Diman kesal. 

Diman juga khawatir sama kondisi Elia, namun apalah daya ia diberi amanah menjaga toko ini sendirian sampai Winny kembali.

"Nasib... Nasib."

***

Dev membuka pintu ruang rawat Elia dengan perlahan. Sepeninggalan Winny, ternyata Elia tertidur mungkin karena masih lemas. Dev menghampiri Elia dan duduk di sampingnya. Ia menatap setiap inchi wajah cantiknya.

"Maafkan aku ya, El!" sesal Dev sambil menggenggam tangan Elia.

Ia teringat sesuatu, tadi pagi ia belum sempat membaca pesan dari Elia.  Segera ia merogoh saku kamejanya untuk mengeluarkan ponsel. Ia segera membuka pesan itu...

EliaAnjani

Mas. Aku gak tau kamu percaya atau tidak. Aku udah berusaha untuk menjelaskan yang sebenarnya. Namun mungkin Mas terlanjur marah padaku. Tadi itu aku hanya mau bilang bahwa aku gak mau lagi diganggu sama Glen. Aku gak mau hubungan kita berantakan hanya karena kehadiran dia lagi. Tolong Mas mengerti. Aku akan memastikan bahwa Mas tak akan pernah lagi melihatku dengan dia.

Dev menghela napas berat. Ia memukul keningnya pelan. Penyesalan terburuknya menyeruak begitu saja. Kalau saja semalam Dev tidak mematikan ponselnya, mungkin Elia tidak akan seperti ini. Tiba-tiba bulir beningnya meluncur dengan mulus di pipinya hingga jatuh pada tangan Elia.

Elia menggeliat, samar-samar ia melihat wajah Dev. Sontak Elia membuka matanya dan mendapati Dev tengah terisak.

"Mas, kamu nangis?" tanya Elia panik.

"El?" lirih Dev yang baru menyadari Elia telah bangun.

Ia segera menyeka air matanya. "Enggak kok, El. Kamu apa kabar?" tanya Dev mengalihkan.

Elia hanya tersenyum. "Kamu gak perlu khawatir ya, Mas. Aku gak pa-pa kok."

Dev mengangguk sembari mengusap rambut Elia dengan penuh kasih sayang.

"Mas soal kemarin-"

"Sttt!" Dev menempelkan telunjuknya pada bibir Elia.

"Udah ya, El. Jangan dibahas lagi! Mas udah baca pesan kamu. Maafin aku ya... Udah marah dan bersikap kayak kemarin!"

"Bukan salah kamu, Mas. Aku yang salah!"

"Enggak, El. Ini salah aku, seharusnya aku dengerin penjelasan kamu dulu...."

"Tapi aku bener-bener takut kehilangan kamu, Mas. Jangan pernah ninggalin aku ya!"

"Nggak bakalan terjadi, El. Aku janji!"

"Aku janji, mulai sekarang aku gak bakalan lagi bikin Mas cemburu, aku akan berusaha menjauhi Glen dan memintanya untuk tidak menggangguku lagi."

Dev tersenyum lalu mengecup kening Elia. "Cepet sembuh ya cantik!"

Glen tercengang mendengar percakapan tadi. Ia tak sengaja menguping pembicaraan itu saat mau memasuki ruang rawat Elia. Namun, ia urungkan karena melihat ada Dev di dalam, jadi ia memutuskan untuk menunggu di luar. Tapi ucapan Elia barusan membuatnya lunglai, ia seperti tak punya pertahanan lagi. Tubuhnya ambruk di kursi tunggu yang ada di depan ruang rawat. Glen meletakan parsel buah yang ia bawa di sampingnya, kemudian ia mengusap wajah frustasi.

"Ternyata... Gue hanya jadi duri dalam hubungan mereka," ucapnya pelan.

Sekarang ia tahu, sebesar apapun usahanya untuk datang lagi mengetuk hati Elia, itu hanya akan sia-sia. Glen sadar, tak seharusnya ia memaksakan perasaan Elia kembali lagi meski perasaannya sendiri tidak pernah berubah untuk Elia selama ini. Glen bangkit dan melangkah pergi meninggalkan rumah sakit tanpa menemui Elia terlebih dahulu. Karena ia tahu, kehadirannya sangat tidak diharapkan.


***

Glen... Sad boy gak tuh?

Satu kata buat Glen!

Buat Elia!

Buat Dev!

After The Rain (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang