Chapter 35

11.4K 1K 45
                                    

Malam dear!

Apa kabar?

Udah siap buat baca part ini?

Diharapkan buat tarik napas dulu sebelum baca, takutnya nanti gak bisa napas waktu baca 🤣

____________________________________

Mama menceritakan banyak hal padaku. Bercerita tentang masa kecilku dan juga bercerita tentang ibu kandungku.

Aku tidak pernah menyangka kalau mama bukan ibu kandungku selama ini, karena tidak ada yang pernah bercerita padaku. Lagipula, perlakuannya padaku tidak membuat curiga sama sekali.

Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi tentang pengorbanan mama selama ini demi aku.

Mama rela tidak melanjutkan pendidikannya demi menikah dengan papa, lalu merawatku sepenjang masa mudanya. Ia juga rela diberlakukan kasar oleh papa demi untuk melindungiku.

Mama juga rela tidak memiliki anak demi aku. Katanya, kalau mama memiliki anak, maka mama takut dia tidak akan bisa memperhatikan aku lagi. Mama takut aku akan kekurangan kasih sayang, karena hanya mama yang menyayangiku.

"Mah..." aku menyentuh lengannya. Aku masih memiliki pertanyaan yang tidak kalah penting dengan masa laluku.

"Iya sayang?"

"Siapa Abidzar? Kenapa nenek tadi mengatakan kalau papah menyayangi Abidzar karena dia adalah anak wanita itu. Siapa yang nenek maksudkan?"

Jujur saja. Aku benar-benar penasaran kenapa nenek mengatakan itu ketika marah pada papa tadi. Lagian juga, ketika aku menikah dengan Abidzar dahulu, nenek tidak pernah menyukainya dan selalu menjauh kalau Abidzar sudah mendekat padanya.

"Sudahlah Lin. Kamu tidak perlu tahu soal ini" mama buru-buru menolak permintaanku. Wajahnya benar-benar menunjukkan rasa tidak suka ketika aku mengungkit masalah ini.

Ada apa sebenarnya?

"Ayo. Kamu harus turun kebawah. Kita dengarkan sama-sama keputusan papah soal pernikahan kamu" mama bangkit dari duduknya.

"Tapi mah?"

"Sudahlah Zeline. Ayo" mama menarik tanganku agar berdiri, lalu membawaku turun ke lantai satu.

Aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa mengikuti langkah mama untuk menuruni tangga.

Di sana. Di dalam ruang tamu, wajah semua orang terlihat serius, apalagi papa. Wajahnya benar-benar menunjukkan rasa tidak suka ketika berada di dalam sana.

"Umi" panggil mama pada nenek.

"Lho? Zeline udah bangun? Sini duduk dulu" Nenek menepuk sopa di sampingnya. Menyuruhku untuk duduk.

"Udah sehat?" tanya nya khawatir.

"Udah nek" jawabku dengan memaksakan senyum. Mataku mengedar, lalu menemukan Nean yang duduk di sopa depan kami, duduk bersama orang tuanya.

Dia menampilkan senyum, lalu menggerakkan bibirnya tanpa bersuara.

"Kamu baik-baik aja kan?" aku mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. Matanya terpejam sebentar lalu mengangguk kembali.

Sepertinya dia benar-benar khawatir padaku.

"Jadi bagaimana ini Mi? Ka Harun benar-benar tidak mau menikahkan Zeline kembali" Om Syam membuka suara.

"Biarkan saja" nenek mengibaskan tangannya. "Tidak perlu repot-repot untuk membujuknya lagi. Hatinya benar-benar sudah menjadi batu. Biarkan saja" ucap nenek dengan nada emosi.

BEKASWo Geschichten leben. Entdecke jetzt