Chapter 12

13.2K 1.2K 19
                                    

Hai....
Lama yah nunggu BEKAS update?
Maaf banget untuk kalian, beberapa waktu ini saya tidak ada ketertarikan buat nulis.
Kadang ada rasa lelah dan malas.

Untuk itu maaf buat kalian yang sudah nunggu lama 🙏💚

______________________________________





Aku menatap Abidzar yang tengah duduk manis di atas sofa ketika kami sampai di dalam rumah. Matanya awas memandangiku, lalu menoleh ke belakang. Matanya sedikit melotot ketika Neandro datang dengan menggendong Alwar.

Entah karena apa, aku sedikit gugup melihat wajahnya yang sedikit mengeras, matanya awas memandangi Neandro. Seakan faham akan tatapan tidak enak dari Abidzar, Neandro memberikan Alwar kepada pengasuhnya.

Aku berdehem untuk menghilangkan rasa gugup saat ini.

"Sudah lama?" aku ikut duduk di sofa depannya dengan jantung yang sedikit tidak tenang.

"Dia siapa?" bukannya menjawab pertanyaan ku, Abidzar malah bertanya kembali padaku.

Aku menatap sebentar pada Nean. " Temanku" namun sepertinya jawabanku tidak cukup memuaskan baginya.

"Aku sudah sedari sore sampai disini, tapi ternyata Alwar kamu bawa main keluar dan pulang malam" Abidzar sedikit menjeda kalimatnya lalu menatap tajam Neandro. " Sudah begitu pulangnya diantar laki-laki juga" aku menelan ludah gugup mendengarnya.

"Saya yang mengajak mereka tadi pagi, jadi sudah seharusnya saya antar mereka juga ke rumah dengan selamat" aku menoleh cepat pada Neandro yang juga sudah duduk di sofa sebrangku.

"Lalu apakah pantas menurutmu membawa wanita yang sudah mempunyai anak untuk diajak keluar rumah hingga larut malam begini?"

"Saya minta maaf kalau itu membuat anda tidak senang" aku cukup kagum dengan cara Nean menjawab pertanyaan dari Abidzar dengan sangat tenang.

"Harusnya kamu mikir kalau itu bukan hal baik untuk Zeline dan juga anak saya"

"Cukup Abidzar!" aku greget sendiri melihatnya yang beberapa kali memojokkan Nean. Padahal disini aku yang mengganggu waktu kerja Neandro.

"Kamu membela dia?" tunjuknya pada Neandro. Aku hanya diam dan tidak menjawab, melihatku yang seperti itu, Abidzar terkekeh pelan. "Ternyata sekarang kamu berubah menjadi liar setelah berpisah denganku. Sekarang aku tahu kenapa kamu dahulu ingin cepat-cepat bercerai"

Aku menggertakkan gigi karena kesal. Dasar laki-laki tidak berguna! padahal aku meminta bercerai dengannya karena ulahnya sendiri.

"Apa kamu bilang!?" dadaku naik turun dan menatap tajam ke arahnya.

"Jangan lagi-lagi kamu menghina Zeline dengan seenaknya" aku menoleh pada sumber suara. Neandro, dia menatap Abidzar dengan sorot tajam.

"Kamu tidak perlu ikut campur, ini urusan aku dengannya"

"Kamu dengan dia sudah tidak punya urusan lagi, kecuali perihal Alwar. Jadi jangan coba-coba membatasi gerak Zeline" aku tersenyum simpul melihat bagaimana cara Neandro memperingati Abidzar.

"Waw! jadi ini alasan kamu sebenarnya" lagi dan lagi Abidzar terkekeh meremehkan.

"Bajingan kamu Abidzar!" desisku dengan tajam. Aku sudah tidak tahan untuk memakinya. "Aku diam saja ketika kamu menghina aku dengan terang-terangan di sosial media, tapi aku tidak terima kamu menghina rendah aku dihadapan tamuku sendiri" aku berdiri dan mengacungkan telunjuk di depan wajahnya.

"Kamu. Kamu adalah laki-laki brengsek yang pernah aku kenal di dunia ini. Kamu selingkuh, berzina, dan juga menjelek-jelekkan aku dengan sesuka hatimu, tapi selalu aku yang terus-menerus kamu anggap bersalah, padahal semua ini bermula dari kamu sendiri. Kamu tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku, kamu semena-mena!. Kamu sudah berhasil menghancurkan masa depanku, masa mudaku dan juga telah merebut kasih sayang ayahku sendiri" aku mati-matian menahan air mata yang hendak keluar. "Jadi mulai detik ini jangan pernah kamu berani menghinaku lagi! JANGAN PERNAH!"

"Zeline udah" Nean menarikku agar duduk kembali di atas sofa. "Jangan marah-marah dan jangan habiskan energimu untuk menghadapi orang yang tidak pernah menghargaimu" Nean tersenyum tulus padaku, lalu menatap datar Abidzar yang sudah terdiam kaku di tempat duduknya.

"Bro, mulai hari ini jangan pernah mengganggu Zeline, apalagi berniat menghinanya kembali. Sudah cukup kamu menyakitinya bertahun-tahun, Zeline berhak bahagia. Kalau sampai saya lihat kamu menghinanya kembali, maka jangan kaget kalau saya bisa berbuat nekat nantinya" aku mengerjap mendengar ucapan Nean.

Apa katanya tadi? dia akan menghajar Abidzar kalau berani menggangguku kembali?

"Zeline itu sudah tidak mengharapkan kamu lagi semenjak ia memutuskan untuk bercerai. Jadi jangan kamu kira Zeline itu diam karena masih berharap kamu berubah dan kembali ke sisinya. Tidak! bagi Zeline kamu bukan siapa-siapa lagi selain ayah dari Alwar"

Lagi-lagi aku dibuat melongo dengan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya.

Apa ini? Neandro membelaku?

"Kamu juga bukan siapa-siapa Zeline, jadi jangan ikut campur terlalu dalam perihal urusan kami. Aku berhak mengaturnya, dia masih ibu dari anakku, jadi dia harus bisa menjaga dirinya agar menjadi contoh yang baik bagi Alwar" mulutku terkatup rapat. Memang tidak ada yang salah dengan apa yang Abidzar ucapkan.

Seakan menyadari keterdiamanku, Nean menatapku lalu tersenyum menenangkan.

"Aku memang bukan siapa-siapa Zeline saat ini, tapi sebagai manusia yang masih punya rasa empati, aku tidak terima kalau kamu menjelek-jelekkan Zeline seperti tadi. Harusnya kamu belajar darinya, dia tidak pernah mengungkapkan keburukanmu sedikitpun pada media. Aku saja baru tahu setelah mendengar secara langsung dari mulut Zeline ketika dia membalas perkataan burukmu barusan" wajah Abidzar mengeras, namun kemudian tanpa di sangka ia keluar dari rumah tanpa pamit lagi denganku.

Tanpa sadar aku menghela nafas lega setelah kepergiannya. Tubuhku luruh dilantai, badanku rasanya tidak bertulang.

Neandro hanya diam, tidak tahu harus berbuat apa. Namun sesaat kemudian ia memanggil Art ku, menyuruh agar ia merengkuh tubuhku agar pindah ke atas sofa.

Setelah aku cukup tenang, Nean mengucapkan maaf padaku. Wajahnya sedikit pucat, ia merasa bersalah karena tidak bisa menenangkan aku di saat terpuruk begini.

"Aku gak bisa sembarangan menyentuhmu, apalagi merengkuh tubuhmu sembarangan. Aku takut akan timbul fitnah dan malah membuat masalah denganmu" aku tersenyum di dalam hati melihat tingkah manis Nean.

"Tidak apa-apa. Terima kasih sudah menghargaiku, aku cukup terharu mendapat perlakuan darimu"

Aku yang salah lihat atau tidak, tapi wajah putih Nean memerah ketika aku puji.













Terima kasih
Nur 💚

BEKASWhere stories live. Discover now